“Menulis musik adalah menulis tentang manusia”, begitu lah kata Taufiq Rahman dalam bukunya, “Lokasi Tidak Ditemukan: Mencari Rock and Roll Sampai 15.000 Kilometer”. Menulis musik memang tidak hanya menulis tentang nada dan syair yang dimainkan oleh para musisi. Lebih dari itu, menulis musik adalah sebuah interpretasi kita, sebagai penulis musik, terhadap lagu dan hal-hal yang melatarbelakangi terciptanya lagu tersebut. Mau itu dari sudut pandang politik, sosial, hingga personal sekali pun. Tentu tidak hanya sebatas lagu saja, kisah kehidupan musisi dan gossip-gosip yang menyertai mereka kadang menjadi bahan bagi para penulis musik.
Bagi pecinta musik seperti saya, menjadi penulis musik adalah sebuah impian. Saya mulai tertarik untuk menjadi penulis musik ketika saya mulai suka membaca tulisan-tulisan tentang musik. Selain itu, menonton film Almost Famous juga menjadi salah satu pemicunya. Iya, saya ingin jadi William Miller, pemuda yang baru saja akil balig yang mengikuti tur sebuah band bernama Stillwater, dan menulis tentang mereka. Bagi para pecinta musik, atau calon penulis musik seperti saya, apa yang dialami oleh William Miller tentunya adalah sebuah mimpi basah yang didambakan. Ya meskipun itu hanya cerita film, sih.
Untuk menjadi penulis musik, modal utama kedua tentu dengan banyak membaca, setelah menjadi pecinta musik sebagai modal utama pertamanya. Tentunya membaca banyak tulisan tentang musik, baik itu dari buku, blog, zine, atau apa pun itu bentuknya. Maka dari itu, saya akan coba beri rekomendasi buku-buku tentang musik yang mungkin dapat menunjang kemampuan para pembaca yang bercita-cita menjadi penulis musik. Silakan disimak.
Jurnalisme Musik, karya Idhar Resmadi
Kalau ada buku wajib untuk para calon penulis musik, buku Jurnalisme Musik ini tentu menjadi salah satunya. Latar belakang Idhar Resmadi yang seorang pengajar (akademisi), membuat tulisannya bisa dibilang sangat rapi dan sistematis, khas tulisan para akademisi. Buku ini bisa menjadi panduan untuk kita memahami apa saja yang ada di dalam benak para penulis musik. Lebih dari itu, buku ini mencoba untuk melihat musik tidak hanya dari segi bisnis, namun melihat musik dari segi manusianya.
Ritmekota, karya 12 penulis Kota Malang
Sebagai buku musik, Ritmekota bisa dibilang sebagai buku yang cukup kompleks dan lengkap. Berisi banyak sekali tulisan dari para penulis yang pernah hidup dan menghidupi skena musik di Kota Malang. Buku ini mencoba merekam apa saja yang pernah terjadi di skena musik Kota Malang. Tentunya dengan gaya penulisan yang berbeda. Mulai tentang bagaimana Tani Maju lahir, tumbuh dan besar di lingkungan kampus, hingga bagaimana semangat Emo Revival yang terjadi di Kota Malang. Ada banyak sekali romantisme dan hal-hal sentimental yang berceceran di buku ini. Jadi, buku ini bisa lah dipakai sebagai acuan untuk belajar menulis musik.
Lokasi Tidak Ditemukan: Mencari Rock and Roll Sampai 15.000 Kilometer, karya Taufiq Rahman
Sebuah perjalanan napak tilas yang cukup menyenangkan dari Taufiq Rahman terangkum semua di buku ini. Mulai dari berburu vinyl di Minneapolis, menikmati Rage Against The Machine di Lollapalooza 2008, hingga ziarah ke bekas kelab malam CBGB, sebuah kelab legendaris penghasil band-band fenomenal. Membaca buku ini, kita seakan dibawa berjalan jauh, mengunjungi tempat-tempat yang Taufiq Rahman ceritakan. Satu hal lagi yang harus dipelajari dari Taufiq Rahman adalah gaya penulisannya yang sangat ciamik. Apalagi tulisan-tulisan musik yang berlatar belakang hal-hal politis, itu sudah seperti suguhan yang sempurna.
Nice Boys Don’t Write Rock n Roll, karya Nuran Wibisono
Saya sengaja menempatkan buku ini sebagai daftar terakhir di tulisan ini karena dua hal. Satu, karena buku ini bagus sekali. Kedua, karena saya suka sekali gaya tulisannya Mas Nuran ini. Dekat dan personal adalah dua hal yang tepat untuk menggambarkan bagaimana gaya penulisannya Mas Nuran.
Buku ini bisa dibilang lengkap. Terdiri dari lima bagian, yang masing masing adalah “Tentang Musik dan Apa Yang Mulai Ditinggalkan”, “Tentang Bisnis Musik, Hair Metal!”, “Musik Indonesia”, serta “Obituari dan Kematian”. Tiga bagian terakhir adalah bagian favorit saya. Sebagai sebuah buku musik, saya sangat merekomendasikan para calon penulis musik untuk membaca buku ini. Bisa dibilang, buku ini adalah cara paling mudah untuk belajar menulis musik.
Itu saja mungkin empat rekomendasi buku dari saya. Memang masih banyak lagi buku musik yang bisa direkomendasikan, tetapi saya beri empat favorit saya dulu. Rekomendasi buku musik lain akan menyusul. Oh iya, satu hal yang perlu diingat, bahwa jangan berharap kaya raya dari menulis musik. Kalau mau kaya raya, jangan jadi penulis musik. Jadi penulis cerita romantis remaja yang baru gede saja.
BACA JUGA Dosen Gila Hormat Boleh Masuk Keranjang Sampah, dan Memang Seharusnya Begitu dan tulisan Iqbal AR lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.