Setelah 10 tahun hidup di Semarang, saya nggak sadar kalau kota ini keunikannya masih banyak yang belum orang gali.
Kita mengenal Semarang dari apa yang orang-orang katakan, dan mungkin dari hal-hal yang kita dengar. Saya pun sama, mengenal Kota Atlas sesuai yang saya tahu, tapi semenjak cabut dari kampus, saya jadi terbuka. Gila, Kota ini masih punya keunikan yang belum digali.
Dan ini keunikan yang saya rasa, kalian tak akan sadari terjadi di Semarang.
Daftar Isi
Posisi RT dan RW yang tidak urut
Selama di Semarang, saya selalu bertanya-tanya saat melihat peta daerah di kota ini: bagaimana bisa habis RW 9 nanti sampingnya RW 13? Kok bisa sebelum RT 4 sampingnya RT 7?
Tentu saja hal ini aneh, terlebih bagi saya mantan penghuni perumahan. Di perumahan semua urut dan berjajar rapi, habis gang ini, ya ini, habis RT ini ya RT ini. Di sini, tidak. Semuanya kacau, tapi teratur, nah gimana tuh.
Belum lagi perihal nomor rumah, di daerah ini nomor rumah juga bikin bingung. Rumah yang awalnya satu petak di bagi menjadi beberapa rumah. Lalu, nomornya tetap sama. Rumus menghitung nomor rumah juga menjadi sia-sia.
Nah, usut punya usut, itulah salah satu penyebab mengapa di sini tidak urut. Penduduknya terlalu banyak sehingga terjadi pemecahan RT dan RW. Pemecahan inilah yang membuat nomor RT/RW tidak urut. Ya, mumet bakule kalau kayak gini ceritanya, semua harus apal di luar kepala.
Sedikit nakal, banyak agamisnya
Semarang memang terkenal dengan keragaman beragamanya. Bahkan jika ada yang bilang kalau Semarang adalah kota seribu tempat ibadah, itu nggak berlebihan karena memang seperti itu kenyataannya.
Tapi selain banyak rumah ibadah, rumah nakal juga ada.
Rumah nakal yang saya maksud adalah rumah tempat pasang nomor togel. Di Semarang, masih lumayan banyak tempat yang menyediakan praktik ilegal ini. Praktik ini bukannya dibiarkan saja oleh pihak berwenang, tapi ya sebagaimana praktik ilegal lain: mati satu tumbuh seribu.
Kreak, kumpulan pemuda gabut Semarang
Tiap kota punya dosanya sendiri-sendiri. Dan kadang, dosa tersebut terlihat unik, meski tak mengurangi kadar dosa itu sendiri. Dan untuk Semarang, dosa mereka yang “unik” adalah kreak.
Kreak adalah singkatan dari kere mayak, artinya orang miskin banyak tingkah. Tapi sebenarnya kreak ini cuman kumpulan orang gabut aja. Mereka tidak melakukan tingkah berbahaya seperti klitih. Cuma nongkrong, dan kadang sambil mabuk.
Semarang Kaline Banjir
Banjir di Semarang itu, saya kira hanya sebatas lagu. Tapi begitu hidup di kota ini, barulah saya paham kalau ini beneran bukan sebatas lagu. Tapi, uniknya, banjir di Semarang itu beragam.
Ada banjir yang sifatnya agak asin dan menetap disebut rob, biasanya yang terdampak di wilayah pesisir. Orang-orang yang tinggal di daerah terdampak rob sudah sangat bersahabat dan terbiasa dengan banjir jenis ini.
Jenis banjir kedua sesuai dengan lagu, bersifat hanya sementara. Airnya biasanya datang beserta hujan dan menggenang di jalan. Air dengan volume yang tidak sedikit ini hanya lewat. Tidak lama, mungkin sampai hujan berhenti. Dan uniknya, banjir jenis ini kadang terjadi di wilayah yang secara teori tidak mungkin banjir. Seperti di daerah Unnes dan Undip Tembalang.
Bagi saya yang pendatang, meski sudah 10 tahun menghinggapi Semarang, tetap saja saya terheran-heran dengan keunikan kota ini. Saya masih berencana hidup di kota ini lebih lama, dan jujur saja, saya mulai penasaran, hal unik apa lagi yang kota ini akan tawarkan nanti.
Penulis: Anisa Fitrianingtyas
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Semarang Nggak Cocok Jadi Tempat Pensiun, Kota Ini Semakin Sibuk dan Sesak Menyerupai Jakarta
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.