Universitas Brawijaya adalah salah satu ikon Kota Malang, tak ada yang mendebat perkara tersebut. Lokasi strategis, punya jurusan yang lengkap, reputasi yang baik, menjadikan universitas ini jadi pilihan banyak orang.
Sebagai mahasiswa Universitas Brawijaya, saya merasakan langsung betapa beruntungnya menimba ilmu di sini. Namun, sebagaimana hidup pada umumnya, selalu ada dua sisi dari suatu hal. Jadi mahasiswa Universitas Brawijaya itu enak, tapi ya tetep ada sisi nggak enaknya.
Nah, di sini saya mau memberikan beberapa hal nggak enaknya jadi mahasiswa Universitas Brawijaya. Tentu saja ini pure personal dan tak ada niat menjelek-jelekkan instansi. Semoga saja tidak ada hati yang terluka karena tulisan ini. Toh, bagian menyakiti hati ini udah jadi bagian orang lain.
Apalagi kalau bukan mas-mas atau mbak-mbak yang tak memberi kepastian. Hih.
#1 Masalah bahasa
Tahu tidak, kalau UB ini justru banyak diisi oleh orang dari sekitaran Jabodetabek?
Sebenarnya, nggak mengagetkan juga. Selain reputasi kampus, Kota Malang juga jadi daya tarik bagi orang-orang Barat untuk merantau ke Timur. Kotanya sejuk, penuh kafe kekinian, jadi daya tarik yang cukup untuk membuat orang-orang Barat menetapkan hatinya ke Timur.
Nah, orang-orang Jabodetabek ini menyenangkan kalau dijadikan teman. Tapi, yang namanya gegar budaya dan bahasa memang nggak bisa dihindari. Kebanyakan masih susah mengikuti Osob Kiwalan, sedangkan pure blood Jatim ya lama-lama capek kalau suruh ngomong bahasa Indonesia terus.
Setidaknya, itu yang saya rasakan. Rasanya ya aneh kalau pake lu-gue di daerah yang nggak memakai kata tersebut untuk pergaulan. Kalau mau pake, kok ya medok. Pure personal ini mah.
#2 Sebelahan sama mall
Bersebelahan sama mall itu nggak enak. Percaya deh.
Begini, Universitas Brawijaya, itu tanpa mall saja sudah ramai. Tambah mall, ya bikin macet. Sudah begitu, pembangunan mall mau nggak mau bikin harga-harga ikutan terkerek, setidaknya dari pengamatan saya. Buat yang kantongnya pedih, hidupnya makin perih.
“Ya kan tinggal hidup hemat, apa susahnya?”
Wah, susah. Begini, sebagai anak muda, nongkrong itu udah jadi kebutuhan primer. Nggak sekadar jajan, nongkrong itu dibutuhkan untuk membangun relasi juga. Tapi, banyakan jajannya. Kalau ada mall di samping kampusmu, ya godaannya makin besar.
Udah bikin tambah ramai, bikin tergoda. Wah, susah.
#3 Dikira punya TNI
Meski ada Kodam Brawijaya, bukan berarti Universitas Brawijaya punya hubungan sama TNI ya. Kampus ini murni instansi pendidikan, bukan instansi pencetak idamanmu. Ya emang sih ada yang jadi idamanmu, tapi konteksnya udah beda.
Ya lagian mentang-mentang nama sama, terus dihubung-hubungkan. Itu Agus Mulyadi rumahnya deket markas tentara, nyatanya blio bukan tentara, tapi penulis. Tolong ya, tolong banget nih.
#4 Gampang kesasar
Memasuki gerbang utama UB dengan gaya arsitektur gapura dan bangunan bercorak candi, bikin kita kerasan dan berpikir bisa liburan sambil kuliah di kampus ini. Banyak patung peninggalan zaman prasejarah yang berdiri di Universitas Brawijaya. Nah, di sini letak masalahnya.
Oleh karena kampusnya yang naudzubillah bagusnya, justru bikin mahasiswa baru dan yang nggak baru-baru banget jadi salah fokus dan nyasar. Apalagi gedungnya mirip-mirip, punya hiasan yang sama. Lha jadi susah ngebedain.
Kalau cuman jalan-jalan di kampus, ya menyenangkan soalnya bisa sekalian cuci mata. Ha kalau harus pindah gedung kuliah itu yang susah. Mahasiswa baru rata-rata berubah jadi Zoro di kampus ini: nyasar berjamaah.
Nah, itulah tiga hal nggak enaknya jadi mahasiswa Universitas Brawijaya. Meski begitu, jangan sampai coret kampus ini dari daftar kampus impian kalian ya. Sebab, yang namanya kampus pasti ada enak dan nggak enaknya. Jangan lupa mampir kalau kalian main ke Malang ya, Rek!
Penulis: Nila Kartika Sari
Editor: Rizky Prasetya