Memori masa kecil memiliki kecenderungan untuk menempelkan daya ingatnya dengan kuat hingga usia beranjak dewasa. Kenangan masa sekolah awet di pikiran, salah satunya adalah ingatan tentang rasanya hidup di zaman Orde Baru. Menjadi anak sekolah kala itu tidak terlepas dari “kewajiban” unik di pelajaran PPKn, yakni menghafalkan seluruh personel kabinet beserta jabatannya.
Urusan hafal-menghafal ini bukan hal yang sepele bagi, terutama saya yang saat itu masih duduk di jenjang Sekolah Dasar. Lha gimana ora angel, wong jumlah menterinya saja banyak banget, je. Belum lagi ditambah dengan nama menteri yang lumayan panjang. Bukankah lebih mudah mengingat nama-nama temannya Sailor Moon atau personel Power Rangers?
Entah kenapa kesulitan menghafal tokoh kabinet Orde Baru ini gugur saat mengingat nama Harmoko. Ya, Harmoko, Sang Menteri Penerangan nan legend itu. Uniknya, saat saya tanya ke teman sebaya dan browsing di internet tentang memori menteri zaman Soeharto, hampir semuanya kompak menyebut nama Harmoko. Jika dicermati lebih lanjut, tidak aneh sih kalau Harmoko menjadi nama nomor dua yang paling diingat selain Soeharto. Popularitas Harmoko bahkan mengalahkan sosok wakil presiden. Hayooo ngaku, deh, pasti nggak hafal kan seluruh nama wapresnya Soeharto secara urut?
Setidaknya terdapat empat hal yang membuat kita gampang mengingat Harmoko dengan gayanya di depan mikrofon yang karismatik.
#1 Jabatan prestisius yang disandang
Harmoko merintis kariernya di kancah nasional dari awal era 1970-an. Di dunia jurnalistik, ia pernah menjabat sebagai ketua Persatuan Wartawan Indonesia, pengurus Serikat Grafika Pers, ketua Dewan Pertimbangan Persatuan Penerbit Surat Kabar, wakil ketua Konfederasi Wartawan ASEAN, anggota Dewan Pers, dan anggota Badan Sensor Film.
Di dunia olahraga, pria asli Nganjuk tersebut pernah menjadi ketua KONI Pusat (1978-1983) dan ketua umum Perbasi (1986-1998). Semua jabatan mentereng itu sebenarnya tidak melambungkan nama Harmoko. Arena politiklah yang membesarkan dirinya melalui Golkar. Selain pernah menjadi ketua umum Golkar (1993-1998), ia juga sukses sebagai Menteri Penerangan (1983-1997) dan ketua DPR/ MPR (1997-1999).
Banyak yang familier dengannya gara-gara jabatan Menteri Penerangan yang berhubungan dengan lampu rilis resmi pernyataan pemerintah. Insiden diberedelnya media cetak yang kritis terhadap rezim Orde Baru pun tidak lepas dari posisinya. Tempo, Editor, dan Detik menjadi tiga nama yang disorot tajam oleh pemerintah.
Di sisi lain, muatan sejarah nasional yang terlalu berpihak pada Orde Baru dan wajib dipelajari di sekolah juga tidak lepas dari andil Kementerian Penerangan. Tak heran Katharine McGregor sampai menulis buku berjudul Ketika Sejarah Berseragam.
#2 Ucapan khas setiap tampil di TV dan radio
Barangkali Harmoko menjadi figur yang mudah diingat karena dia terlalu sering nongol di TV dan radio. Jadwal rutinnya, sih, di jam 21.00 saat Dunia Dalam Berita tayang di layar kaca. Ketika mau membacakan pernyataan pemerintah, misalnya soal transmigrasi, pembasmian buta huruf, atau pembangunan waduk, tak mungkin tidak diawali dengan ucapan “… menurut petunjuk Bapak Presiden …”. Kalimat tersebut seolah menjadi template yang akan keluar seiring dengan kemunculan Harmoko. Aksen dan intonasi bicaranya pun berciri khas sehingga orang yang dengar sambil merem pun pasti tahu kalau itu Harmoko.
Ucapan khas lain yang pasti diingat adalah soal pengumuman harga. Di tayangan berita, ia rutin membacakan laporan harga cabai keriting, tomat, kol, kentang, wortel, dan aneka sayur-mayur lainnya. Di zaman sekarang kayaknya tidak mungkin ada lagi menteri yang hobi membacakan daftar harga.
Pengumuman harga per hari dilakukan guna mencegah permainan dari para spekulan. Transparansi harga wajib disiarkan di TV dan radio setiap harinya. Itulah yang membuat Harmoko dirindukan, khususnya bagi ibu-ibu yang gemar memasak, bapak-bapak yang rutin merogok dompet untuk alokasi belanja sayur, dan tukang sayur yang memantau fluktuasi harga dengan seksama.
#3 Program Kelompencapir yang seru
Kelompencapir adalah forum Kelompok Pendengar, Pembaca, dan Pemirsa, yang isinya berupa pertemuan petani serta nelayan untuk bertukar ilmu seputar profesi mereka. Kelompencapir merangkul para petani dan nelayan untuk berkompetisi layaknya kuis cerdas cermat. Disiarkan di TVRI, para petani dan nelayan beradu pengetahuan tentang budidaya, lingkungan, hingga pemasaran. Tak heran program ini disukai banyak orang. Selain menyejahterakan petani dan nelayan, Kelompencapir juga “memaksa” petani dan nelayan untuk meningkatkan standar pengetahuan mereka. Saat Indonesia mencapai swasembada pangan dan memperoleh penghargaan dari FAO pada 1984, itu juga tidak lepas dari peran Kelompencapir.
#4 Rambut klimis tiada tanding
Coba cari di Google tentang foto anggota kabinet Orde Baru. Cari siapa yang rambutnya paling klimis, pasti dia Harmoko. Dengan gaya sisir lurus rapi belah kiri, entah berapa kaleng minyak rambut yang ia pakai. Klimisnya itu lho nggak ketulungan. Meski kharismanya sangar, melihat Harmoko berpenampilan klimis dengan senyum sumringah rasanya membuat hati jadi adem meski cuma sebentar.
Jika mau diteruskan, kenangan tentang Harmoko memang tidak akan ada habisnya. Ada yang teringat soal larangan lagu cengeng, ada pula yang ingat tentang karikatur buatannya yang kerap muncul di koran. Ada yang ingat soal insiden palu patah di Sidang Paripurna, ada pula yang mengingatnya sebagai tokoh yang meminta Soeharto mundur dari jabatan presiden. Ada juga nih yang ingat dia karena akronim Hari-Hari Omong Kosong, dan ada juga yang masih mengingatnya karena pelafalan kata ampat, prosen, dan mangkin yang pancen jan anti-mainstream tenan. Yang pasti, di balik presiden yang langgeng 32 tahun, terdapat menteri sepanjang 14 tahun yang menorehkan aneka kisah.
Sumber Gambar: YouTube KompasTV
BACA JUGA Betapa Gobloknya Orang-orang yang Memuji dan Minta Maaf ke Daendels dan tulisan Christianto Dedy Setyawan lainnya.