Gunungkidul lebih butuh perbaikan jalan dan lampu penerangan daripada mal
Banyak orang datang ke Gunungkidul hanya karena ingin menikmati keindahan alam. Seperti gua, pantai, air terjun, dan bukit-bukit karst yang menawan. Jadi, kalau tujuan membangun mal untuk meningkatkan taraf ekonomi warga, saya rasa sektor wisata alam lebih menjanjikan dan sudah lebih dari cukup.
Alih-alih pengin mal, warga Gunungkidul sebenarnya lebih membutuhkan perbaikan jalan dan lampu penerangan. Ada begitu banyak jalan berlobang tanpa lampu penerangan di malam hari yang harus segera ditangani. Apa artinya punya mal penuh gemerlap lampu kalau kalau jalan-jalan umum masih dibiarkan gelap dan gronjal?
Banyak merugikan masyarakat
Alih-alih bisa membawa dampak positif, menurut saya membangun mal di Gunungkidul (justru) banyak merugikan. Terlebih dibangun pakai modal investor. Selain lebih banyak menguntungkan satu pihak, pembangunan mal di Gunungkidul juga bisa meningkatkan risiko krisis air bersih.
Kita tahu bahwa sebagian wilayah Gunungkidul rentan kekeringan. Dengan dibangunnya mal, tentu akan memperparah keadaan ini. Mal itu membutuhkan pasokan air cukup banyak sehingga berpotensi menurunkan ketersediaan air bersih. Hal ini sudah terjadi di Kota Jogja, yang mana banyaknya pembangunan mal dan hotel diduga menjadi salah satu penyebab sumur-sumur di Kota Jogja mengering.
Itulah beberapa alasan Gunungkidul nggak butuh mal. Nggak ada hal-hal mendesak yang mengharuskan kabupaten ini membangun mal. Sudah ada Pasar Argosari Wonosari yang saya rasa sudah lebih dari cukup untuk menopang kebuthan sehari-hari warga. Biarkan Gunungkidul tetap menjadi dirinya sendiri. Lestari Bumi Handayani!
Penulis: Jevi Adhi Nugraha
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Mengenal Gunungkidul, Kabupaten (yang Dianggap) Gersang yang Ternyata Dulunya Dasar Laut




















