3 Stereotip Orang Batak yang Kuterima selama Sekolah di Jawa

stereotip orang batak tari tortor pesta batak toba mojok.co

stereotip orang batak tari tortor pesta batak toba mojok.co

Sejak merantau ke Jawa untuk bersekolah, ada berbagai stereotip orang Batak yang kualami. Mungkin berbagai stigma tersebut melekat di kepala teman-temanku karena diasup tayangan media. Dengan tulisan ini, aku bermaksud mengoreksi berbagai cap tidak selalu benar yang kualami sebagai pelajar Batak yang bersekolah di Jawa.

Stereotip orang Batak #1 Pinter ngomong

Sering kali setelah dosen selesai menjelaskan mata kuliah ia akan bertanya, “Kira-kira siapa yang bisa mengulangi materi yang baru saya jelaskan?” Tiba-tiba terasa olehku guncangan yang agak hebat. Aku mulai panik, jangan-jangan terjadi sesuatu? Lantas lekas-lekas kuperhatikan depanku. Tidak ada terjadi sesuatu. Kemudian aku melihat ke belakang. Tahunya ada temanku yang menendang kursi.

“Jo, lu orang Batak pasti pandai ngomong. Jelasin buruan!” kata temanku. Lantas aku tertawa kecil kepada temanku itu sambil berkata, “Apa hubungannya jadi orang Natak dengan bisa ngejelasin materi yang baru disampaikan dosen?”

“Setidaknya lu bisa ngarang-ngarang jawaban gitu. Daripada kelas kita dihukum karena tidak ada yang mau jelasin.”

Dengan terpaksa aku pun menjelaskan materi yang sebenarnya kurang aku pahami.

Lambat laun itu menjadi semacam kesepakatan tidak tertulis di kelasku. Setiap kali dosen habis menjelaskan materi, aku yang mesti menjelaskan ulang. Akibat sering mengerjakan “tugas” yang diberi kawan-kawanku, kini aku menjadi sering membaca buku terlebih dahulu, sehari sebelum kelas dimulai.

Pada dasarnya aku bukanlah orang yang tergolong pandai dalam berbicara dan cenderung pendiam. Tapi karena stereotip yang dilekatkan teman-teman, perlahan aku harus mengubah kepribadianku. Di satu sisi sih bersyukur karena ini satu langkah kemajuan. Bisa jadi dikenal dosen karena sesuatu yang positif.

Kejadian yang kualami itu tidak terlepas dari perdebatan yang sering tayang di televisi yang mana orang Batak tampak pandai dalam berdebat, baik di bidang ekonomi, politik, tapi terkhusus hukum.

Mengenai kepandaian berbicara bukanlah kemampuan milik suatu suku. Melainkan itu dimiliki orang yang sering berbicara di muka umum dan bisa didapat siapa saja. Kalau mau pandai berbicara ya, bisa dilatih. Tolong-tolong lah, kalau melihat orang Batak, jangan langsung disangka pandai berbicara.

Stereotip orang Batak #2 Pandai bernyanyi

Sebagai perantau kerap juga kami para orang Batak berkumpul hendak pergi ke tempat wisata. Pernah di dalam bis sewaktu kami sedang mengobrol, ada seseorang yang menyeletuk, “Orang Batak ya, Dek?” Spontan temanku menjawab, “Iya, Mbak” sambil tersenyum.

“Pandai bernyanyi dong!” Ia menatap ke temanku.

Aku tertawa di dalam hati dengan tuduhannya yang mengatakan temanku itu pandai bernyanyi. Aku yang mengenal dia sejak lama memang tidak menemui ada tanda-tanda kemampuannya bernyanyi.

Memang orang Batak selama ini umumnya dikenal sebagai penyanyi yang andal. Tapi di luar sifat keumuman itu, tetap masih banyak juga orang Batak yang tak pandai bernyanyi. Sebagai contoh Boris Bokir sang komika. Dia sendiri mengaku bahwa dia tidak pandai bernyanyi meskipun bersuku Batak.

Stereotip orang Batak #3 Memiliki nyali dan kekuatan besar

Setiap kali mengadakan suatu kepanitiaan hampir dipastikan aku yang akan menempati posisi bagian keamanan. Menyenangkan memang mendapatkan satu bangku kepanitiaan. Tapi aku yang kudu berharap mendapat bangku pada seksi lain harus gigit jari. “Jo, kalo lu yang jadi bagian keamanan, semua pasti aman,” begitu kata panitia seleksi.

Aku yang ingin menjajal pengalaman bertugas di seksi lain, akhirnya tidak bisa. Saat aku mengeluhkan itu ke salah satu teman panitia yang lain, aku mendapat tugas tambahan dari panitia.

“Aku mau merangkap ke seksi bagian mana?”
“Lu bantu konsumsi.”
“Kok konsumsi. Kan seksi itu sudah lengkap?”
“Lu bantu ngangkat makanan nanti, kan lu orang Batak, pasti kuat.”

Itulah sekelumit kisahku yang sering dilekatkan padaku. Ketiga stereotip itu ada awalnya bukanlah tipikal pribadiku, tapi dengan seiring berjalannya waktu, sifat itu perlahan-lahan mulai menyatu dengan diriku. Aku jadi ingat materi sosiologi waktu SMA yang mengatakan orang bisa saja berubah dengan stigma yang dilekatkan padanya. Untungnya ini masih stereotip-stereotip positif, jadi ya kuterima saja.

Sumber gambar: Pengantin Batak Mandailing menarikan tari tortor. Wikimedia Commons

BACA JUGA Hal yang Perlu Anda Ketahui Jika Jatuh Cinta pada Perempuan Batak 

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Exit mobile version