3 Sisi Lain Grobogan yang Nggak Banyak Orang Tahu

3 Sisi Lain Grobogan yang Nggak Banyak Orang Tahu

3 Sisi Lain Grobogan yang Nggak Banyak Orang Tahu (unsplash.com)

Grobogan, kabupaten yang kalau disebut secara lisan, rasanya agak sedikit aneh. Setidaknya bagi saya sendiri yang beberapa kali ke tempat ini. Selain itu, nggak pernah bosan saya menyebutkan kalau statusnya yang kabupaten ini sering ketutup sama ketenaran nama ibu kotanya, yaitu Purwodadi.

Sebagian besar orang mengenal Grobogan sebagai dunianya kuliner sawah, salah satunya swike. Banyak warung swike yang ditemukan di daerah ini. Selain itu, daerah ini juga punya peran penting sebagai lumbung pangan nasional. Setidaknya tanaman jagung dan beras jadi sentra utama yang terus dikembangkan di daerah yang pernah dikenal punya rute atau jalan yang bikin menggigil ini.

Tapi terlepas dari itu, Grobogan punya sisi lain yang tidak disadari oleh banyak orang. Saya bahas satu per satu.

#1 Arti Grobogan yang jarang diketahui

Bisa jadi orang tahu soal Grobogan, tapi nggak pernah tahu (atau memang nggak mau tahu) soal arti dari Grobogan itu sendiri. Grobogan sendiri pada dasarnya punya beberapa makna, baik secara bahasa maupun budaya. Tapi tetap lekat dengan ciri dari Grobogan itu sendiri.

Dari aspek bahasa Jawa, Grobogan itu berasal dari kata grobog yang artinya kotak atau peti kayu tempat untuk barang penting, seperti pusaka, uang, beras, atau hal berharga.

Di sisi sejarah, maknanya jadi kental. Ada versi yang bilang, ketika Majapahit kalah dan pusaka-pusakanya diangkut pasukan Demak, benda-benda itu dulu dikumpulkan dalam satu grobog besar. Titik di mana grobog berisi pusaka itu diambil dan diboyong kemudian diingat orang sebagai Grobogan. Ini semacam lemari raksasa tempat Jawa menitipkan sisa-sisa kejayaan kerajaannya.

Versi lain melihat grobog bukan sebagai peti pusaka, tapi sebagai kandang atau jebakan kayu buat mengurung binatang buas. Dari sini, Grobogan seperti menjadi wilayah perburuan dan “zona liar”, tempat macan dan para penyamun dulu dibereskan dan “disimpan” jauh dari keramaian.

Ada juga tafsir yang lebih sedikit gelap, yaitu grobo dimaknai sebagai gugur, gan sebagai banyak, sehingga Grobogan dibaca sebagai “tempat banyak yang gugur”. Semua jejak samar dari pertempuran dan tragedi yang nggak pernah benar-benar ditulis di buku sejarah sekolah.

Kalau diperhatikan dengan saksama, Grobogan ini seperti didesain untuk berkutat pada hal yang berhubungan dengan “wadah” dan “penyimpanan.” Sebab di zaman sekarang, Grobogan betulan menjelma jadi gudang raksasa di mana ia difungsikan sebagai lumbung jagung, kedelai, dan hasil panen yang menyokong dapur Jawa Tengah sampai dapur pabrik tempe di kota-kota besar.

#2 Punya kuliner lain yang lebih inklusif

Bagi sebagian orang, swike itu kuliner yang agak menjijikan terlepas dari statusnya dari kacamata agama yang halal-haramnya masih debatable. Itu bikin makanan satu ini nggak inklusif. Nah, Grobogan sebenarnya punya makanan lain yang unik dan lebih ramah, meski keberadaannya biasanya muncul di momen-momen tertentu saja.

Misalnya makanan bernama becek yang merupakan sop daging kambing/sapi berkuah segar, gurih dan agak asam karena daun kedondong dan dayakan. Kuliner ini biasanya jadi hidangan wajib di tradisi tahunan macam Barikan Godan (semacam tradisi makan bersama setelah salat magrib).

Kemudian ada nasi pecel gambringan. Makanan yang konon lahir dari penjual pecel di Stasiun Gambringan. Dulu identik dengan pedagang yang naik-turun kereta. Setelah aturan PT KAI melarang pedagang luar jualan di dalam stasiun, pedagang pecel Gambringan pindah ke warung-warung di sekitar dan kemudian menyebar ke Demak, Semarang, dsb.

Menu lain ada sego pager yang jadi menu sarapan kampung yang berisi nasi dengan sayur-sayur dari daun-daun seperti daun pepaya, daun singkong, taoge, kenikir, dan kacang panjang yang menjadi satu kesatuan. Semuanya kemudian dilumuri dengan gudangan atau sambal kacang. Meski baru mencicipinya sekali, saya paling suka sama makanan yang satu ini.’

#3 Selain lumbung pangan, Grobogan juga jadi tambang semen

Secara geologis, Grobogan ternyata adalah bagian dari gugusan karst Kendeng Utara. Itu merupakan sebuah kontur yang berlubang-lubang, penuh batu kapur, gua, dan ceruk air bawah tanah. Sejak 1990-an, kawasan ini pelan-pelan dilirik industri semen. Sebab, batu kapurnya tebal, lokasinya strategis, dan di kepala para pengusaha, semua itu langsung diterjemahkan jadi angka produksi dan kapasitas pabrik.

Berangkat dari situlah eksplorasi tambang dan berdirinya pabrik-pabrik, termasuk PT Semen Grobogan, mulai tumbuh. Pelan tapi pasti menggerus lahan yang tadinya sawah, tegalan, atau ruang hidup warga. Di permukaan, yang kelihatan cuma deretan truk dan bukit yang makin “diserut”. Masalahnya, kondisi itu bisa mengancam sumber air yang bisa jadi akan berkurang, sumur yang makin dalam, dan petani yang diam-diam harus menghitung ulang masa depan tanamannya.

Sebab, kalau dari kacamata lingkungan, Karst Kendeng, bledug-bledug yang meletup, lembah-lembah kapur, semua itu perlu dijadikan sebagai geoheritage, yaitu warisan geologi yang mestinya dilindungi, bukan dilebur jadi klinker dan kantong semen. Grobogan bukan cuma sebagai spot tambang, tapi sebagai lumbung air tanah, laboratorium alam, dan bagian penting lanskap ekologi Jawa.

Di sinilah Grobogan menghadapi trilema. Di satu sisi kabupaten ini sudah terlanjur dijual ke luar sebagai lumbung pangan, di sisi lain perut buminya diincar sebagai lumbung bahan baku semen. Sementara dari sisi lingkungan, perlu disadari bahwa semua itu berdiri di atas lumbung air yang kalau rusak ya selesai sudah.

Nah, itulah beberapa sisi lain soal Grobogan yang mungkin baru kalian tahu setelah membaca tulisan ini. Pada akhirnya, sebuah daerah memang perlu dikenal. Tinggal mau dikenalnya ini dari sisi baik, buruk. Maslahat atau mufshadat.

Penulis: Muhamad Iqbal Haqiqi
Editor: Intan Ekapratiwi

BACA JUGA Kabupaten Grobogan, Daerah yang Sama Sekali Nggak Terkenal, padahal Lumbung Pangan Nasional.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version