Sudah menjadi kebiasaan, kalau saya atau anggota keluarga ada yang sakit, yang diingat Ibu pertama kali adalah dapur. Bukan “ada apa di kotak obat” atau “dokter udah tutup atau belum”. Tapi ngoprek buat bikin ramuan bumbu dapur.
Bukannya kami nggak percaya dokter. Kalau sakitnya nggak membaik dalam 2 atau 3 hari, kami pun tak ragu untuk meluncur ke dokter langgangan. Tapi, kalau belum terlalu mengganggu, berobat ke dokter kok kayaknya berlebihan ya. Mengorbankan waktu dan uang untuk sakit yang menurut kita “gitu aja”.
Aktivitas “ngoprek dapur saat emergensi” ini otomatis jadi budaya keluarga yang terwariskan sampai saya menikah. Ibu memang cukup sakti, bisa meyakinkan orang yang nggak hobi masak seperti saya untuk masuk dapur.
Dan memang, dapur sebenarnya bisa jadi apotek dadakan. Syaratnya bikin ramuan darurat cuma satu: stok bumbu dapurnya lengkap. Kecuali buat mama muda zaman now yang kalau laper tinggal buka hape. Saya ragu di dapurnya sedia jahe, kunyit, atau jeruk nipis nggak ya?
Setidaknya, ada tiga jenis ramuan dari perserikatan bumbu dapur yang masih saya konsumsi sampai saat ini. Ramuan ini terdiri dari dua atau tiga jenis bumbu yang umumnya tersedia di dapur, atau bisa juga memetik di kebun. Kalaupun nggak ada stok, beli aja. Dijamin harganya nggak bikin kantong bolong. Murah banget, Cuy. Lima ribu perak dapat serauk.
Dari pengalaman saya, masing-masing ramuan obat dari bumbu dapur punya khasiat tersendiri. Jelas perannya nggak seperti obat yang bisa menyembuhkan penyakit. Namun, buat saya paling tidak bisa meringankan gejala sehingga memberikan rasa nyaman untuk sementara waktu sampai kondisi tubuh kembali fit. Berikut 3 ramuan bumbu dapur yang saya maksud.
Ramuan bumbu dapur #1 Belimbing wuluh dan madu
Dulu, kami memiliki pohon belimbing wuluh (biasa dikenal sebagai belimbing sayur) yang buahnya sangat banyak saat panen. Saking banyaknya, ibu membuat minuman jus dari belimbing ini. Rasa asam dan sepat belimbing ini memang kuat. Namun, bila dicampur madu, bisa jadi minuman segar yang berkhasiat. Biasanya ibu minum jus belimbing ini untuk mengurangi gejala batuk atau menurunkan tekanan darah tingginya. Madu membantu untuk menetralkan rasanya yang sangat asam.
Banyak yang mengklaim belimbing wuluh kaya akan vitamin C, zat besi, vitamin B2 dan B3, serta fosfor. Kandungan nutrisi dalam buah ini membuatnya mampu mengontrol gula darah, mengatasi alergi, memperkuat imun, mengontrol tekanan darah, sampai membantu mengatasi penyakit menular seksual.
Sementara madu dari dulu telah dikenal sebagai peningkat stamina dan daya tahan tubuh. Berdasarkan pengalaman saya, madu pun cukup efektif mengatasi bibir pecah-pecah dan menjaga kelembaban kulit.
Kami biasa menyimpan jus belimbing dan madu ini dalam botol air dan disimpan dalam kulkas. Coba deh diminum saat kepanasan di siang hari. Penyajian yang dingin akan membuat rasanya lebih segar. Namun, sebaiknya ramuan ini tidak diminum dalam keadaan perut kosong ya. Takutnya rasa asamnya dapat mengganggu penderita sakit maag.
Ramuan bumbu dapur #2 Jeruk nipis dan kecap
Ini salah satu ramuan favorit saya zaman dulu. Biasanya dikonsumsi kalau suara sudah agak serak karena mau batuk. Takarannya cuma satu sendok makan perasan air jeruk nipis, ditambah kecap manis secukupnya sebagai penetral rasa asam. Rasanya yang manis dan kecut bikin saya ketagihan, saya sering minta dibikinin ibu meskipun lagi nggak sakit.
Jeruk nipis diklaim mengandung minyak atsiri dan zat lain yang dapat melemaskan otot-otot saluran pernapasan. Makanya, jeruk nipis sering dijadikan obat batuk alami untuk mengatasi suara serak, gatal tenggorokan, menurunkan demam, dan gejala batuk lainnya. Tapi perlu diperhatikan bahwa jeruk nipis tidak dapat mengusir virus atau bakteri penyebab batuk ya, namun hanya meringankan gejalanya saja.
Ramuan bumbu dapur #3 Kunyit, kencur, dan jahe
Ini nih tiga bahan ajaib yang bikin saya disetrap jaman pramuka dulu. Soalnya saya nggak pernah bisa bedain yang mana jahe, kencur, dan kunyit. Ternyata, ramuan ketiganya ampuh banget buat mengurangi rasa sakit perut saat menstruasi.
Untuk membuat segelas minuman, biasanya saya hanya membutuhkan kunyit dan kencur masing-masing sebanyak satu ruas jari telunjuk. Sedangkan untuk jahe, hanya setengah ruas jari. Bahan-bahan tersebut dikupas kulitnya, dipotong kecil-kecil, kemudian direbus dengan dua gelas air sampai kira-kira air rebusannya cukup untuk satu gelas.
Jujur aja, kalau dibandingkan ramuan pertama dan kedua, yang ketiga ini rasanya paling aneh. Pahit, langu, bau tanah. Sumprit, nggak enak banget. Untuk bisa tertelan semua biasanya saya menahan napas dan langsung glek-glek aja. Saya pun masih perlu ngemut permen setelahnya untuk menetralkan rasa yang menurut saya nyangkut forever di mulut.
Kadang Ibu suka menambahkan satu sendok kecil madu sebagai pemanis. Namun, untuk hal ini saya nggak sependapat. Buat saya, penambahan madu hanya membuat rasanya semakin nggak karuan. Jadinya nano-nano versi gagal.
Ketiga bahan ini diklaim memiliki banyak manfaat untuk kesehatan. Kencur mampu mengobati batuk, meringankan stres, mengobati diare, dan mencegah karies gigi. Sementara jahe ampuh mengatasi masalah pencernaan, mengurangi mual, mengatasi nyeri pada tubuh, dan mencegah penyakit kulit. Kunyit sendiri berkhasiat untuk mengatasi maag, peradangan, dan perut kembung.
Kalau suatu saat kalian pengin nyoba bikin ramuan berkhasiat ini, perlu diperhatikan dua pantangan berikut. Pertama, pantang pakai bumbu dapur yang sudah digiling. Kedua, pantang pakai bumbu dapur dalam bentuk serbuk. Jangan cuma mikir praktisnya saja. Kita kan nggak tau pasti di dalam bumbu instan itu ada campuran apa aja.
Saya menyadari bahwa ramuan ini belum tentu cocok untuk semua orang. Bisa jadi, saya pun tersugesti dari pengalaman mengonsumsi ini selama puluhan tahun. Tapi, kalau sugesti tersebut bikin saya merasa lebih sehat dan “enakan”, nggak ada salahnya juga kan. Mencoba ramuan bumbu dapur jelas lebih minim risiko dibanding obat-obat kimia.
BACA JUGA 3 Pertanyaan Basa-basi Busuk di Talkshow yang Seharusnya Nggak Perlu Ada dan tulisan Dessy Liestiyani lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.