3 Masjid di Ciputat yang Tarawihnya Nggak Biasa

masjid di ciputat

3 Masjid di Ciputat yang Tarawihnya Nggak Biasa

Bulan puasa tahun ini, banyak berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Yah kalian tau lah alasan terbesarnya apa. Pandemi Corona. Yang paling berpengaruh bagi saya, tentu lokasinya. 3 tahun belakangan saya menghabiskan Ramadhan di Ciputat, kecamatan rawan macet yang diapit 3 kota 2 provinsi. Tetapi untuk tahun ini, saya menjalaninya di kampung halaman.

Durasi puasa masih sama. Karena Alhamdulillah kampung saya masih berada di dekat lingkar khatulistiwa. Namun, lokasi tanah kelahiran yang jaraknya 600-an kilometer dari timur dari Jakarta, menjadikan waktu sahur maupun buka 15 menit lebih mula dari biasanya. Perbedaan waktu yang sempat saya rasakan ketika hari H mudik lebaran. Sahur dengan waktu Jakarta, dan buka puasa dengan waktu Surabaya. Ada sedikit kebanggaan tersendiri karena hari itu saya berpuasa lebih singkat dari orang-orang. Sayangnya, tahun ini saya tidak bisa merasakan kebahagiaan itu. Karena dari awal Ramadhan, saya sudah #dirumahaja.

Perbedaan yang ‘agak meresahkan’ buat saya adalah karena di kampung halaman, saya tidak bisa memilih masjid atau mushalla untuk salat tarawih. Apalagi, di dekat rumah juga ada mushalla milik kakek. Rasanya agak aneh kalau saya justru memilih mushalla lain untuk tarawih.

Masalah yang sepele dan menyangkut Hak Asasi Manusia itu, bisa menjadi urusan serius dan bahan gosip segar kalau di kampung. Padahal itu hanya urusan perbedaan mushalla. Belum lagi jika saya yang dari kecil sudah diajarkan untuk salat tarawih sebanyak 20 rakaat ini, suatu hari mencoba-coba salat tarawih ke mushalla yang mengadakan tarawih sebanyak 8 rakaat. Wah, saya harus siap-siap untuk dilabeli murtad.

Hal ini sangat berbeda jika saya menjalani bulan Ramadhan di Ciputat. Saya bebas memilih mushalla atau masjid mana yang akan saya datangi. Terkadang karena tidak sengaja, seperti ketika saya sedang main ke kosan teman atau bukber di suatu tempat, lalu sekalian saja saya tarawih di masjid yang tidak jauh dari tempat tersebut. Atau karena didasari motif ekonomi (tahu sendiri lah profesi kita apa), memilih masjid yang menyediakan takjil bergizi dan mengenyangkan lalu tarawih di sana sekalian.

Dari sekian belas masjid di Ciputat yang pernah saya datangi, setidaknya ada 3 masjid dengan tata cara tarawih yang tidak biasa. Saya sebagai makmum ya cukup ikut-ikutan saja meski awalnya merasa aneh dan bertanya-tanya.

1. Masjid Fathullah

Tata cara pelaksanaan tarawih di masjid yang berada di seberang kampus utama UIN Syarif Hidayatullah Ciputat ini cukup demokratis. Karena penganut tarawih dengan hitungan 8 maupun 20 rakaat sama-sama mendapat porsi. Kok bisa? Ya, jamaah akan tarawih seperti biasa sampai rakaat ke 8.

Nah setelah imam mengakhiri rakaat ini dengan salam, jamaah yang biasanya melakukan tarawih 20 rakaat mundur ke belakang. Bukan untuk ke kamar mandi, tetapi karena imam dan jamaah yang tetap di depan sedang melaksanakan salat witir. Setelah salat witir bagi jamaah penganut tarawih 8 rakaat selesai, barulah penganut tarawih 20 rakaat maju untuk melanjutkan salatnya.

Ya tapi tidak menutup kemungkinan yang biasanya melaksanakan tarawih 20 rakaat sekali atau banyak kali juga mengikuti salat tarawih 8 rakaat karena sibuknya mahasiswa siapa yang sangka?

2. Masjid Mujahidin

Masjid yang terletak di belakang pesantren Darus Sunnah Cirendeu ini memiliki keunikan yang mungkin tidak ada di tempat lain. Jumlah rakaat tarawihnya bukan 8 atau 20, tetapi 10 rakaat dengan 5 kali salam.

Lah kok bisa? Ya tentu saja. Jumlah rakaat salat tarawih ini berdasarkan keputusan almaghfurlah KH Ali Mustafa Yaqub, mantan imam besar Masjid Istiqlal yang kediamannya juga berada tidak jauh dari masjid.

Tarawih berjumlah 10 rakaat itu merupakan jalan tengah agar tidak terjadi perselisihan antara masyarakat yang meyakini bahwa bilangan tarawih adalah 8 rakaat dengan yang meyakini jumlahnya 20 rakaat. Sekaligus juga menunjukkan bahwa bilangan tarawih bukanlah hal yang harus diperdebatkan dengan serius hingga menimbulkan perpecahan.

3. Masjid Baiturrahmah Legoso

Dari beberapa macam tarawih yang pernah saya ikuti untuk menambah pengalaman selama di perantauan, mungkin hanya di masjid ini yang sempat membuat saya kecele. Lah bagaimana tidak? Sepengetahuan saya yang masih dangkal ini, berapapun jumlah rakaat tarawihnya, tiap 2 rakaat sekali pasti salam. Tapi di masjid ini kita baru salam setelah salat 4 rakaat dong. Jadi tarawih dilaksanakan sebanyak 8 rakaat dengan 2 kali salam saja.

Saya tidak tahu mengapa tarawih di masjid yang lokasinya berada di bawah jalan tata caranya demikian. Mungkin (karena saya tidak tahu kepastiannya) masjid ini mengikuti Ulama Madzhab Malik yang tarawihnya juga 4 rakaat baru salam. Bedanya jumlah total rakaat tarawih Ulama Malikiyah tersebut masih 20 rakaat. Tetapi masjid ini mengakhiri tarawihnya setelah rakaat 8. Jadi bisa dibilang masjid ini mengikuti Ulama Malikiyah disertai dengan kortingan.

Berapapun jumlahnya, bagaimana pun pelaksanaannya, di mana pun tempatnya, melaksanakan salat tarawih di bulan Ramadhan lebih baik daripada sengaja tidak melaksanakan (meski ada tingkatan keutamaan bagi yang melakukannya). Duh! Padahal rencananya bulan puasa tahun ini ingin safari tarawih di masjid lain di Ciputat. Taunya…

BACA JUGA Panduan Salat Tarawih Minimalis buat yang Modal Hafalan Surahnya Dikit Banget dan tulisan Jazilati Afifah lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Exit mobile version