Wisata kuliner menjadi daya tarik tersendiri dari Malang. Selain alamnya yang indah dan udaranya yang sejuk (dibanding Jakarta), Malang juga terkenal akan makanan yang serba enak. Amat disayangkan jika kalian nggak sekalian wisata kuliner saat berkunjung ke Malang.
Walaupun terkenal akan kulinernya yang menarik, nggak semua jenis makanan bisa dijumpai di Malang. Menurut saya, keragaman kuliner di Malang masih kalah dengan kota-kota besar lainnya seperti Jakarta, Bandung, Jogja, dan sebagainya. Misalnya saja beberapa makanan berikut yang akan sulit kalian jumpai di Malang:
Daftar Isi
#1 Nasi uduk bukan olahan nasi utama di Malang
Di daerah Jakarta dan sekitarnya, nasi uduk adalah olahan nasi yang sangat mudah dijumpai. Nasi uduk khas Betawi dengan lauk bihun goreng, tempe orek, sambal, semur tahu, dan kerupuk menjadi menu sarapan harian warga Jakarta. Untuk melengkapinya, kita bisa menambah aneka gorengan, ayam, telur, bahkan semur jengkol.
Kalau kalian adalah warga Jakarta yang tinggal di Malang, siap-siap saja merindukan rutinitas sarapan nasi uduk. Pasalnya cukup sulit mencari keberadaan nasi uduk di Malang. Warga Malang lebih familier dengan nasi pecel, nasi jagung, soto, dan rawon untuk sarapan. Sedangkan nasi uduk lebih sering dipakai untuk acara selamatan di sini. Namanya sego gurih, format lauknya tentu berbeda dengan nasi uduk khas Betawi.
Selain nasi uduk dengan kombinasi lauknya yang khas, olahan nasi ini juga kerap muncul sebagai alternatif di warung pecel lele Jakarta. Namun, bukanlah hal yang umum untuk menyantap lalapan (sebutan pecel lele di Malang) bersama nasi uduk di Malang. Maka dari itu, kalian akan kesulitan menemukan warung lalapan yang menyediakan nasi uduk.
Saya pun baru tau kalau lalapan bisa dimakan dengan nasi uduk setelah kuliah di Jogja. Awalnya saya heran, namun ternyata makan lalapan dengan nasi uduk adalah hal yang lumrah di luar Malang. Berhubung sudah terbiasa dengan kultur Malang, saya lebih suka menyantap lalapan dengan nasi putih biasa agar rasa lauk dan sambal sebagai bintang utama dalam hidangan saya lebih menonjol.
#2 Sulit menemukan beragam makanan Minang selain yang dipajang di etalase rumah makan Padang yang ada di Malang
Semenjak 5 tahun belakangan, bisnis nasi Padang murah semakin menjamur saja. Bahkan di daerah pelosok pun masih bisa dijumpai kedai masakan Padang dengan harga yang bersahabat. Tentunya nasi padang yang banyak bebredar di Jawa sudah mengalami modifikasi sesuai selera lokal. Kalau bagi saya dan orang lokal pada umumnya, cita rasa tersebut masih bisa diterima bahkan bisa memuaskan.
Selain aneka jenis masakan yang terpampang di kedai masakan Padang, sebenarnya banyak masakan Minang yang nggak kalah lezat tapi kurang disorot. Sekali lagi, berkat kuliah di Jogja saya bisa mencoba varian lain dari masakan Minang yang sebelumnya nggak pernah saya kenal. Setidaknya ada sate Padang, soto Padang, lontong pical, nasi goreng rempah, teh talua, dan sala lauak yang pernah saya coba. Semuanya memiliki rasa yang sangat menarik dan baru bagi saya.
Di Malang, variasi makanan Minang semacam itu akan sangat sulit kalian jumpai. Kita harus berpuas diri dengan nasi padang dengan aneka lauk standarnya. Itupun nggak bisa diharapkan autentitas rasanya. Nggak heran kalau sebagian besar perantau asli Sumatera Barat kurang puas dengan masakan Minang di sini.
#3 Warmindo yang vibes-nya berbeda dengan Jogja
Warmindo menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan mahasiswa Jogja. Bahkan eksistensi warmindo bisa kita jumpai di sekitaran kampus area Jawa tengah dan Jawa Barat. Warmindo tidak hanya menjadi tempat makan, tetapi juga sebagai tempat nongkrong yang ekonomis.
Menurut saya, warmindo Jogja punya menu khas yang hampir mirip di setiap tempat. Misalnya saja nasi dengan berbagai lauknya (telur, sarden, dsb), nasi orak-arik, magelangan, nasi goreng, mi dokdok, dan tentu saja Indomie. Tak ketinggalan gorengan dan aneka pilihan minumannya yang melimpah. Menu nasi yang tersedia nggak kalah menarik dan sama pentingnya dengan olahan mie instannya.
Di sisi lain, warmindo Malang terkesan memiliki kesan yang berbeda. Di sini, mie instan menjadi jualan utama yang paling menonjol. Sangat jarang keberadaan warmindo yang memberikan perhatian lebih pada hidangan nasi.
Dari segi kreativitasnya, olahan mie instan di warmindo Malang memang lebih variatif ketimbang warmindo yang pernah saya coba di Jogja. Seolah benar-benar menjalankan marwahnya sebagai warung makan Indomie, ya jualan utamanya harus mie instan.
Ternyata Malang belum menjadi ruang yang cukup untuk menampung keragaman makanan dari luar daerah. Barangkali karena jumlah perantau yang ada di Malang nggak sebanyak Jakarta maupun Jogja, yang menjadi titik lebur berbagai budaya dari segala penjuru nusantara.
Penulis: Erma Kumala Dewi
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA 4 Makanan Khas Malang yang Jarang Direkomendasikan Warga Lokal kepada Wisatawan.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.