Setelah membahas 3 lagu lawas Indonesia yang liriknya bikin bingung pada artikel sebelumnya, kini saatnya kita beranjak ke lagu-lagu lain yang tak kalah bikin pening dari masa yang berdekatan. Perasaan saya gampang bingung ya sama khazanah lagu yang gitu-gitu aja.
Yah, biarin lah ya kalau khazanah musik saya gitu-gitu saja. Tapi, semasa SD, salah 1 hobi saya adalah mendengarkan radio. Sehingga, mau tak mau, lagu lawas Indonesia yang gitu banget bisa keluar dan masuk telinga begitu saja. Mau suka atau nggak ya pokoknya masuk aja dulu.
Oke, ketimbang makin absurd, mari kita mulai mendata lagu lawas Indonesia yang sama-sama absurd.
#1 Once Mekel, Kucinta Kau Apa Adanya (2007)
Kau boleh acuhkan diriku
Dan anggap ku tak ada
Tapi takkan merubah perasaanku
Kepadamu
Lagi-lagi penggunaan kata “acuh” yang sama sekali nggak tepat. Persis kayak lagu “Cinta Ini Membunuhku” dari d’Masiv. Mau dimaklumi, kok, kejauhan. Seratus delapan puluh derajat, lho, bedanya. Kayaknya lagu masa pra-KBBI daring memang acap mengalami ini, ya.
Namun, bukan hanya itu saja yang membuat “Kucinta Kau Apa Adanya” masuk ke daftar lagu lawas Indonesia ini. Yang bikin saya gatel adalah pemilihan kata “merubah” alih-alih “mengubah”.
Lho, katanya nggak menyoal yang beda tipis gini karena dianggap selingkung?
Sebentar. Masalahnya, kata “merubah” ini bisa memberi makna lain lho, kalau kita ngikutin EYD. Kata itu bisa diartikan ‘menjadi rubah’.
Rubah sendiri, selain bermakna hewan, biasanya juga digunakan sebagai metafora dari sosok yang licik, penuh tipu daya, atau sebagai hewan yang memiliki kekuatan sihir. Hmm, gimana ya, perasaan Once kalau disamain sama rubah?
#2 Ungu, Para PencariMu (2007)
Mari abaikan dulu tentang ejaan di judul yang nggak sesuai EYD. Toh, kalau didengarkan terasa nggak ada bedanya juga. Kecuali jika ditulis dengan huruf kapital, jadi “Para PencariMU” gitu misalnya. Kan jadi jelas, itu lagu lawas Indonesia yang ditulis fans… Madura United.
Namun begitu, tetap ada yang mengganjal dari lirik lagu ini. Yaitu, ada di bagian refrain-nya.
“Akulah para pencari-Mu, Ya Allah”
Seperti yang sudah biasa kita gunakan sehari-hari, “para” adalah kata penyerta yang menyatakan pengacuan ke kelompok. Sehingga, kata ini digunakan untuk merujuk ke orang banyak. Sementara, “aku” hanyalah terdiri dari 1 orang. Membingungkan. Maunya gimana, sih, ini Ungu.
Akan tepat jika semisal liriknya berbunyi: “Kamilah para pencari-Mu” atau; “Akulah yang mencari-Mu”.
Namun, boleh jadi, saat sedang menyanyikan lagu ini, sebenarnya Pasha nyambi melancarkan kagebunshin no jutsu. Kita saja yang nggak bisa liat.
#3 Vierra, Rasa Ini (2007)
Secara general, bagi saya, lagu lawas Indonesia keluaran Vierratale,utamanya saat masih membawa nama Vierra, memang sering absurd secara diksi. Lagu “Rasa Ini” adalah salah satunya.
Ku tak percaya kau ada disini
Menemaniku… di saat dia pergi
Sungguh bahagia kau ada disini
Menghapus semua…
Sakit yang kurasa
*
Mungkinkah kau merasakan
Semua yang kupasrahkan
Kenanglah kasih…
**
Kusuka dirinya mungkin
Aku sayang
Namun apakah mungkin
Kau menjadi milikku
Kau pernah menjadi
Menjadi miliknya
Namun salahkah aku
Bila kupendam rasa ini
Ngomong-ngomong, liriknya saya dapatkan dari video musik resmi yang ada di Musica Studio. Saya tulis utuh plek-ketiplek beserta tanda bacanya. Perhatikan saja pronomina yang digunakan. Kata ganti “kau” dan “dia” yang digunakan di lagu ini menimbulkan pertanyaan: “Ini nulisnya inkonsisten padahal merujuk ke satu orang atau memang mengacu 2 orang yang berbeda, sih?”
Namun, rasanya aneh banget kalau merujuk 2 orang yang berbeda. Masa gini: Anda suka sama orang yang kemudian meninggalkan Anda. Di saat seperti itu, Anda dihibur oleh seseorang yang adalah mantannya orang yang Anda sukai tadi.
Anda memang bilang senang ditemani dia, tapi nggak pernah menyatakan suka dengannya. Alih-alih, Anda malah bilang bahwa masih suka dan bahkan mungkin sayang dengan orang yang telah meninggalkan Anda. Tapi tuh Anda bertanya-tanya, “Bisa nggak, ya dia jadi milikku? Soalnya dia tu mantannya orang yang lagi aku suka eh, ya masio dee ninggal aku~~~.”
Duh, tanpa perlu menyoal gender ketiga tokoh yang disebut di lagu tadi, karena mungkin memang nggak untuk dipersoalkan, tetapi begini saja dah cukup pusing. Katanya suka C, kok malah nanyanya “Bisa nggak ya pacaran sama si B”. Hadyeh. Mbuh, lah.
Memaklumi selingkung penulis lagu
Benar, bahasa di lagu lawas Indonesia ini nggak kaku dan yang penting dapat tersampaikan. Hanya, jika memang arti sebaliknya yang dimaksud, ini agak fatal. Bagaimana mau dipahami dan pesannya dapat sampai, jika kode yang dikirim bertolak belakang. Jadi gagal emosional saat menikmati lagunya.
Mungkin, problematika seperti ini kini bisa diminimalisasi karena KBBI sudah bisa diakses daring. Namun, saran saya untuk penulis lagu, nulisnya pas malam saja. Kalau siang, KBBI daring sering ngadat.
Itu tadi 3 lagu lawas Indonesia, yang liriknya bikin bingung. Mungkin akan nambah lagi kalau saya ingat, mungkin juga nggak. Saran saya, untuk nggak lupa menadaburi EYD dan KBBI daring, ya, kakak-kakak penulis lagu. Bhy!
Penulis: Annisa Rakhmadini
Editor: Yamadipati Seno
BACA JUGA Kenapa sih Kangen Band Suka Pakai Kata Bintang pada Lirik Lagunya?