Terlepas dari stigma buruk Bangkalan Madura, sebenarnya pemerintah kabupaten ini sudah berusaha membangun image religius. Branding kabupaten ini saja muncul dengan sebutan “Kota Dzikir dan Sholawat”. Julukan “kota santri” juga sering pula dikampanyekan oleh pejabat ujung barat Pulau Garam ini.
Tapi ketahuilah, jika kalian melihat kinerja pejabat pemerintahannya, agaknya julukan-julukan tadi tidaklah berarti sama sekali. Ada saja fakta di lapangan yang membuat rakyatnya berpikir, “Kok pemerintah malah makin nyusahin”.
Sebab, rata-rata hasil kinerja mereka bukannya semakin baik, malah bikin rakyat Bangkalan Madura semakin menjerit. Takut dosa nggak, sih?
Jika kalian tidak percaya, mari saya jelaskan buktinya.
#1 Membuat Perda No.5 Tahun 2016 tentang Perlindungan Pasar Rakyat dan Penataan Pasar Modern
Ini adalah ladang dosa utama pemerintah Bangkalan Madura. Pada Perda No.5 Tahun 2016 tentang Perlindungan Pasar Rakyat dan Penataan Pasar Modern, pemerintah mengatur lokasi pasar modern harus berada di radius 3 kilometer dari pasar tradisional. Tapi, fakta di lapangan berbeda. Banyak waralaba modern yang tetap bebas berdiri di dekat pasar tradisional.
Katanya sih boleh-boleh saja asal jam bukanya berbeda. Tapi tetap saja itu hanya kata-kata. Waralaba yang ada di dekat pasar tradisional tetap buka di jam yang sama.
Nah, masalah ini sudah ada sejak lama, dan pemerintah Bangkalan Madura tetap diam saja. Buktinya tidak ada apa-apa, entah menindaknya atau merevisi Perda. Padahal, waralaba modern cukup memengaruhi penghasilan para pedagang kecil di pasar tradisional.
Haduh! Entahlah, masa nggak mikir kalau setiap rupiah yang masuk ke toko modern yang dekat dengan pasar tradisional (bahasa lainnya ilegal), tentu pejabat pemerintah kabupaten ini juga akan mendapat dosanya.
Baca halaman: #2 Proyek drainase serampangan, malah bikin air menggenang tengah jalan…
#2 Proyek drainase serampangan, malah bikin air menggenang tengah jalan
Saya heran, setiap apa yang dikelola atas nama pemerintah selalu saja berakhir dengan masalah. Salah satu yang baru saya sadari adalah proyek drainase di jalan Kabupaten Bangkalan Madura tempat tinggal saya ini. Di sini, drainase bukannya menjadi tempat saluran air, eh malah bikin airnya menggenang di tengah jalan.
Teman saya yang pernah berkunjung saja sampai kebingungan. Kok bisa ada drainase tapi di tengah jalan airnya masih menggenang!
Hal seperti ini tentu saja karena proyeknya dikerjakan secara serampangan, dikerjakan asal-asalan. Ya, asal bisa dibuat laporan. Bagaimana tidak asal-asalan, sudah jelas drainase dibangun sebagai saluran air, lah kok ini airnya malah tetap menggenang. Di tengah jalan lagi. Mana jalannya rusak berlumpur.
Tapi toh, selain tak berfungsi, tak sedikit pula drainase yang cepat hancur padahal belum berusia setahun. Yah, ini bukti bahwa proyek drainase di Bangkalan Madura ini hanyalah proyek manipulasi.
Hmmm, betap bejibunnya dosa pejabat, sebab setiap kali rakyat berkendara, mereka harus ekstra hati-hati akibat proyek drainase yang tidak jelas!
#3 Pembangunan tidak merata, masyarakat desa di Bangkalan Madura terus sengsara
Kalau saya boleh berpendapat, dosa paling mengerikan bagi saya adalah dosa yang nggak keliatan. Apalagi yang menyangkut hajat hidup orang banyak.
Nah, demikianlah yang sedang dan terus dilakukan oleh Bangkalan Madura tercinta saya ini. Sudah tahu bahwa sejak Suramadu berdiri, kini pusat kabupatennya makin sepi, eh masih saja tak melakukan perubahan.
Kecamatan lain masih terus dianaktirikan. Hasilnya? Ya ketidakmerataan.
Yang saya maksud terutama masalah pembangunan. Misalnya, terbaru yang sangat membuat saya kesal, proyek pembangunan Perpustakaan Daerah (Perpusda) Bangkalan Madura senilai Rp10 miliar yang sudah direncanakan dibangun di pusat kabupaten.
Lokasinya berada di ujung paling barat Bangkalan Madura, 20 kilometer dari rumah saya, 40 kilometer dari kecamatan Blega, dan 50 kilometer dari kecamatan Konang. Haduh, apakah pemerintah berfikir bahwa warga kecamatan juga tidak butuh bahan bacaan? Gila banget,
Ya itu baru perpustakaan, belum lagi akses pendidikan lain. Pokoknya, setiap kebodohan yang terjadi di Bangkalan Madura, dosanya tidak akan lepas dari pejabat pemerintahnya yang nggak bisa kerja.
Sekian!
Penulis: Abdur Rohman
Editor: Yamadipati Seno
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
