3 Kuliner Malang yang Gagal Total dan Tidak Laku di Jogja

3 Kuliner Malang yang Gagal Total dan Tidak Laku di Jogja

3 Kuliner Malang yang Gagal Total dan Tidak Laku di Jogja (unsplash.com)

Sebagai orang Jogja yang pernah tinggal di Malang selama enam tahun, ada beberapa persamaan antara Jogja dan Malang. Salah satu persamaan tersebut adalah kuliner. Terbukti, ada beberapa kuliner Jogja di Malang atau kuliner Malang di Jogja.

Contoh kuliner Jogja di Malang seperti Lesehan Yogyakarta dan Mie Jogja Pak Karso. Sedangkan kuliner Malang di Jogja adalah Mie Gacoan. Tidak heran, beberapa orang berpendapat bahwa kuliner Malang bisa dibawa ke Jogja. Pun sebaliknya.

Akan tetapi, benarkah rasan-rasan itu? Saya kira tidak sepenuhnya tepat. Terbukti, menurut perhitungan saya, ada tiga kuliner Malang di Jogja, dan itu terkenal, ternyata tidak laku.

Bahkan, ketiga kuliner tersebut berada di jantung kuliner provinsi, yaitu Jalan Kaliurang. Lalu, apakah ketiga kuliner Malang di Jogja yang ternyata tidak mampu merebut lidah orang-orang di Jogja?

#1 Cokelat Klasik, kafe hits di Malang tapi tak bertahan lama di Jogja

Saat saya berada di Malang, periode Arema menjadi kampiun Liga Super Indonesia, Cokelat Klasik adalah minuman yang cukup laris. Bahkan, boleh dibilang menjadi teman paling tepat untuk mengerjakan tugas atau skripsi.

Gerainya berada di mana-mana, dan yang pasti, di setiap kampus pasti memiliki gerai Cokelat Klasik. Harganya di bawah Rp10 ribu dan rasa dari bubuk coklatnya mampu menghadirkan rasa legit dan manis.

Apalagi jika sudah diberi es batu, lengkap sudah. Tenggorokan yang rasanya kering saat siang hari, menjadi adem saat menyesap Cokelat Klasik. Dan barangkali, karena rasa legit dan manis itulah yang menjadikan inspirasi (si franchise?) untuk dibawa ke Jogja.

Jika saya tidak ingkar kepada ingatan, kuliner Malang ini hadir di Jalan Kaliurang Km 5,5 sekitar tahun 2014. Letaknya di sebuah ruko, yang kini sudah berganti menjadi kedai kopi terkenal yang buka dari pukul 07.00-23.00.

Saya kira itu pilihan yang tepat karena menyewa sebuah ruko di situ, yang merupakan jantung kuliner di Jogja. Apalagi, tidak banyak kedai atau warung yang menyediakan kuliner khusus minuman cokelat di sana.

Akan tetapi, namanya juga sebuah pilihan maka tidak selalu benar. Entah tidak laku atau harga sewanya yang terlampau tinggi, kafe Cokelat Klasik tutup. Kalau tidak salah (lagi), cuma bertahan tidak lebih dari dua tahun.

Ternyata rasa manis dan legit, yang cenderung identik dengan lidah orang-orang di Jogja, tidak mampu merebut lidah mereka. Apa boleh bikin.

#2 Mie Setan gagal menggoyang lidah warga Jogja

Sebagai pelopor mie pedas di Malang, Mie Setan mampu menguasai lidah orang-orang di Malang. Sepertinya, Mie Setan tidak menyasar ke target pasar spesifik melainkan semua orang di Malang ingin mencobanya.

Ya, itu bisa terlihat saat pertama kali buka, antriannya mengular. Kamu bisa pesan saat pukul 18.00, tetapi sajiannya datang pada pukul 20.30. Saya yang mengalami pada saat itu.

Mungkin saya dibilang masuk ke era FOMO. Tapi, apa boleh buat. Hanya ada Mie Setan yang mampu menghangatkan tubuh saat Malang sedang dingin-dinginnya, apalagi menu yang disajikan tidak umum. Mie Setan menyediakan level kepedasan dari satu hingga enam puluh cabe.

Harga kuliner Malang ini tergolong masuk akal. Di bawah Rp15 ribu. Maka dari itu, tidak heran jika kuliner Malang yang satu ini akhirnya dibawa ke Jogja.

Berada di perempatan Kentungan, gerai Mie Setan Jogja berdiri megah di sana pada 2018. Dari rasa dan harga pun sama dengan outlet yang ada di Malang. Para influencer di Jogja pun menyambut gegap gempita kehadiran Mie Setan di Jogja. Begitu pula orang-orang Malang yang tinggal di Jogja.

Akan tetapi, sama nasibnya dengan Cokelat Klasik, kuliner Malang satu ini tidak bertahan lama. Padahal harga sudah murah dan lokasi mudah dijangkau. Naas, rasa yang dihadirkan, barangkali, tidak sesuai dengan kenyamanan lidah orang-orang di Jogja.

#3 Ayam Goreng Nelongso, kuliner Malang yang berakhir nelangsa di Jogja

Kuliner terakhir merupakan kuliner sangat oke di Malang. Lha gimana ndak oke, wong seporsi nasi ayam dibanderol goceng. Sudah pasti mahasiswa mengincarnya. Apalagi nasi ambil sendiri. Yasudah perut kenyang, kantong hemat.

Sama seperti Mie Setan, cita rasa yang dihadirkan Ayam Goreng Nelongso adalah rasa pedas. Bedanya, sambal di Ayam Goreng Nelongso bermacam-macam. Mulai dari sambal mentah, matang, bawang, hijau, hingga terasi ada di sini. Pilihan sambal yang beragam juga menjadi daya tarik bagi mahasiswa.

Pedas dan puas. Sepertinya cocok untuk dibawa ke Jogja. Toh, di sini ada makanan berupa ayam yang pedas, yaitu ayam geprek Bu Rum dan penyetan Mas Kobis. Maka dari itu, sebelum pandemi, gerai ayam goreng ini hadir di Jalan Kaliurang Km 6,5.

Sama hype-nya kuliner baru dan terkenal yang muncul di Jogja, antrian pasti panjang. Digadang-gadang akan menjadi kompetitor kuat kedua kuliner papan atas di Jogja. Bahkan, bisa jadi yang utama karena buka 24 jam.

Akan tetapi, nasibnya sama seperti dua kuliner Malang di Jogja yang telah dibahas sebelumnya. Meski bertahan hampir empat tahun, akhir 2023 menjadi kisah nelangsa bagi Ayam Goreng Nelongso. Mereka resmi tutup, dan kemarin saya lihat ada tulisan “tempat disewakan”.

Dari ketiga kuliner di atas, kita belajar bahwa tidak semua kuliner terkenal di Malang bisa laris di Jogja. Meskipun keduanya memiliki kemiripan dari segi kuliner.

Penulis: Moddie Alvianto W
Editor: Intan Ekapratiwi

BACA JUGA 4 Makanan Khas Malang yang Jarang Direkomendasikan Warga Lokal kepada Wisatawan.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version