Baru beberapa detik menaruh pantat, ibu-ibu penjual kopi memarahi saya. “Mas! Jangan duduk di situ! Wong belinya di samping kok duduknya di tempat saya!” Omelan itu mengagetkan saya. Saya nggak mau bikin ribut dan membalasnya dengan senyuman.
Karena agak kesal, saya langsung pergi menjauh. Saya kira bangku di sepanjang Pantai Pangandaran adalah fasilitas umum. Yah, setidaknya, si ibu penjual kopi bisa “menegur” dengan lebih halus. Semoga tidak semua penjual kopi dan kaki lima di sana mempunyai sifat seperti si ibu, ya.
#3 Sampah yang mewarnai Pantai Pangandaran
Sudah hal lumrah jika sampah akan muncul di mana kerumunan berada. Apalagi di sebuah tempat wisata seperti Pantai Pangandaran. Masalahnya, sampah di sini berserakan dan tidak segera ditangani. Terlebih, kesadaran banyak orang Indonesia untuk nggak nyampah itu sangat rendah.
Apakah fenomena ini terjadi karena ketersediaan tempat sampah yang minim? Saya rasa nggak juga. Hal ini lebih kepada kesadaran masyarakat yang nol besar! Sungguh sangat disayangkan jika mereka yang berlibur bukannya menjaga lingkungan tapi malah mencemarinya dengan berbagai sampah plastik.
Ini kondisi yang tidak baik. Saya yakin pemerintah setempat sudah memikirkan solusinya. Sampah plastik itu akan sangat “mematikan” untuk ekosistem pantai. Sayang sekali, Pantai Pangandaran yang kaya potensi dirusak oleh sampah.
Itulah tiga hal yang membuat saya agak prihatin ketika menyambangi Pantai Pangandaran. Semoga ke depannya bisa kembali ke sini dengan keadaan yang lebih menyenangkan.
Penulis: Yanuar Abdillah Setiadi
Editor: Yamadipati Seno
BACA JUGA Tragedi di Balik Indahnya Wisata Pantai Pangandaran