Kalau kamu tinggal di Jakarta, khususnya Jakarta Timur, spesifiknya di perbatasan Bekasi, pasti tahu Banjir Kanal Timur (BKT). Kanal yang dibangun dari tahun 2003 itu bisa dibilang sangat melekat dengan Jakarta Timur. Ia dikenal sebagai tempat rekreasi tipis-tipis dan jogging, sampai jadi destinasi wisata kuliner mencari kerang ijo.
Sebagai saksi hidup dari dimulainya proses pembangunan Banjir Kanal Timur hingga selesai, ada beberapa perubahan cukup signifikan yang saya cermati. Kehadiran kanal ini memang membawa perubahan bagi orang-orang di sekitarnya.
Meski banyak perubahan, menurut saya Banjir Kanal Timur kini seperti ada dan tiada. Ya kanal ini memang ada, tapi kayak diada-adain. Saya sampai bingung mendefinisikannya. Yang jelas, BKT memiliki banyak kekurangan yang akan saya tulis di sini.Â
Daftar Isi
#1 Pemeliharaannya setengah-setengahÂ
Menurut saya, Banjir Kanal Timur paling bagus saat Joko Widodo masih menjabat sebagai gubernur. Lahan kosong di kanan kiri BKT yang telah diaspal jadi tempat olahraga terbaik di kota. Asri, rindang, dan adem adalah secuil gambaran BKT saat itu. Bayangkan, kanal sepanjang 23,5 kilometer ini begitu bagus dan rapi.Â
Berganti kepemimpinan, mulai ada penurunan pemeliharaan BKT. Ya tetap dipelihara, sih, tapi kok kayak jarang-jarang gitu. Dari berita yang saya temukan saja pemeliharaan BKT ini sudah lama sekali.Â
Jika dilihat dari Cipinang sampai Pondok Kopi, bagian taman BKT memang kelihatannya rapi dan bersih. Utamanya sisi sebelah jalan raya persis, wah, bagus banget tamannya, Gaes. Tapi dari Pondok Kopi sampai Cakung sana, ya Allah saya bisa istighfar kali tiap lewat situ.
#2 Sering disalahgunakanÂ
Sejak kehadirannya, tak dapat dimungkiri kalau Banjir Kanal Timur menjelma jadi tempat rekreasi yang ramai dikunjungi warga Jakarta Timur dan Bekasi. Kalau sekadar rekreasi buat jalan-jalan sore di pinggiran taman, nongkrong sambil jajan cilok, atau main layangan sih nggak apa-apa, tapi kalau sampai rekreasi naik kuda kan lucu juga.
Hah, masa naik kuda di BKT? Eh, tapi beneran ada kuda, Gaes. Di sisi bagian utara yang jadi taman itu ada orang yang menyewakan kuda. Maksud saya, itu kan taman buat orang berolahraga atau sekadar main layangan ya, lha ini mah sampai ada persewaan kuda beneran.Â
Belum lagi kehadiran dua sejoli yang asyik pacaran di pinggiran BKT kalau malam tiba. Buset, deh. Pacaran sih pacaran aja, tapi ya jangan pacaran gelap-gelapan juga di BKT, dong. Maaf maaf saja, nih, kayaknya udah nggak cocok lagi jadi tempat rekreasi warga, tempat mesum mungkin iya.Â
#3 Nggak ramah pejalan kaki
Banjir Kanal Timur memang cocok jadi tempat olahraga. Sayangnya, beberapa orang egois kadang ada yang nggak tahu aturan. Orang-orang main sepeda, skateboard, atau skuter listrik tanpa mempedulikan pejalan kaki yang lewat. Memang nggak semua begitu, ada juga yang tahu aturan dan beraktivitas sesuai jalurnya, tapi yang nggak tahu aturan lebih banyak.Â
Sementara di sisi selatan BKT, jangan harap bisa jalan kaki dengan leluasa di sana. Sepeda motor lalu-lalang dengan leluasa. Pejalan kaki yang nekat jalan kaki di sebelah sini siap-siap saja berhadapan dengan banyaknya pengendara sepeda motor.
Sebenarnya masih banyak uneg-uneg saya soal Banjir Kanal Timur ini, tapi sebagai akamsi yang melihat pembangunan kanal dari kecil, rasanya agak aneh mengkritiknya. BKT dan saya—dan mungkin juga warga Jakarta Timur lainnya—sudah kayak terjebak dalam love hate relationship. Kalau menurut kalian, apa lagi yang kurang dari BKT?Â
Penulis: Nasrulloh Alif Suherman
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA 4 Kelebihan yang Membuat Jakarta Timur Tidak Bisa Dipandang Sebelah Mata.