Bakso yang bikin saya heran
Kalau membicarakan bakso, yang sering muncul di kepala pasti rangkaian kata “bakso” dan “malang”. Saya jarang menemukan istilah bakso Surabaya, bakso Jogja, atau bakso Madura. Ada Bakso Solo, sih, yang juga terkenal dan enak. Namun, kalau bakso, pasangannya pasti Malang.
Dan di Malang, bakso itu bikin saya heran. Heran, karena selama 5,5 tahun tinggal di sana, saya belum pernah menemukan bakso tidak enak. Mohon maaf Jogja, tempat kelahiran saya. Di sini, ada saja bakso yang kurang sedap di lidah.
Jadi, bakso di Malang itu dominan gurih. Meski lidah saya terpasang cap “lidah Jogja”, tapi saya justru kurang bisa mencintai makanan manis. Bisa makan, tapi dikit aja. Makanya, di Malang, saya cocok sama semua bakso. Mau yang punya warung, atau jenis rombong, sama-sama jos jis.
Sudah begitu, ini yang jadi combo mematikan. Sudah gurih, memuaskan, murah pula. Kamu bisa cuma habis Rp10 ribu, makan bakso rombong di kala sore, tapi kenyangnya awet sampai pagi. Bagai mahasiswa rantau seperti saya dulu, ini yang menjadi berkah tersendiri tinggal di Malang.
Kane lop!
Gajah Baru yang mendobrak stigma
Sebetulnya, saya bukan perokok aktif. Waktu kuliah di Malang, saya malah jarang sekali menyentuh rokok. Nah, setelah lama lulus dan kini berkarya di Jogja, saya jadi sering menikmati sebatang rokok, khususnya selepas bersantap. Dan saya girang betul ketika menemukan merek Gajah Baru.
Gajah Baru berasal dari Kecamatan Kepanjen, Kabupaten Malang. Kini, di Kepanjen sana, Gajah Baru menjadi top of mind SKT dan SKM. Dan tidak hanya di Kepanjen, merek ini sudah mulai menguasai pasar Kota Malang. Bahkan sampai di luar daerah seperti Surabaya, Sidoarjo, Jember, sampai Jogja sini.
Dulu, rokok ini lekat dengan stigma rokok murah. Stigma ini yang lantas bikin orang meremehkannya. Namun ternyata, kualitas rasa Gajah Baru yang akhirnya berbicara. Ia mampu menarik minat dan memikat hati para perokok. Khususnya mereka yang sebelumnya juga penikmat rokok Jawa Timur-an.
Kini, di Jogja, banyak teman saya sudah beralih ke Gajah Baru. Kalau tidak benar-benar pindah, biasanya mereka menjadikannya Gajah Baru sebagai rokok pendamping. Kalau bosan yang rasa-rasa atau putihan, pilihan pertama mereka biasanya Gajah Baru.
Fakta ini membuat saya, alumni Malang, tersenyum bangga. Ada juga karya arek Ngalam yang berani mendobrak stigma dengan kualitas mereka. Karena keberanian memang tidak mengurangi umur. Tiga hal inilah yang membuat Malang akan abadi di dalam sanubari.
Penulis: Moddie Alvianto W.
Editor: Yamadipati Seno
BACA JUGA Malang Menyiapkan Banyak Jebakan bagi Mahasiswa Baru yang Nggak Siap dan Tidak Kuat Iman
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.




















