Upin Ipin punya sisi menarik yang nggak ada habis-habisnya untuk dibahas. Latar ceritanya yang menyorot keseharian warga kampung terasa relate bagi kebanyakan penonton Indonesia. Selain itu, alur certinya yang sederhana membuat tontonan ini mudah dicerna oleh berbagai kelompok usia. Nggak heran kalau serial TV anak-anak asal Malaysia ini berumur panjang di pertelevisian Indonesia, layaknya Doraemon sebagai pendahulunya.
Asal tahu saja, Upin Ipin saat ini memiliki durasi tayang hingga 8 jam sehari di MNCTV. Walau penayangannya diulang-ulang hingga ratusan kali, nyatanya masih banyak yang setia menonton serial dengan tokoh utama dua anak kembar botak itu. Saya kadang curiga, jangan-jangan duo botak itu lebih populer di Indonesia dibanding negara asalnya.
Upin Ipin memang berhasil memberikan warna baru untuk tontonan anak-anak di Indonesia. Secara teknis gambar, serial ini semakin baik dari tahun ke tahun. Sementara dari sisi cerita, banyak pesan moral yang bisa dipetik. Namun, di balik semua sisi positif itu, Upin Ipin tetap menimbulkan beberapa kerasahan bagi penonton Indonesia.
Daftar Isi
Upin Ipin membuat anak-anak lebih fasih berbahasa Melayu
Di awal kemunculannya, Upin Ipin pernah dicap sebagai tontonan yang dapat melunturkan nasionalisme anak-anak Indonesia. Penggunaan bahasa Melayu dalam serial ini sering ditiru oleh anak-anak Indonesia. Sebenarnya wajar sekali sih kalau kartun ini menggunakan bahasa Melayu, wong asalnya saja dari Malaysia.
Bahasa Melayu memiliki banyak kemiripan bahasa Indonesia karena berasal dari satu rumpun bahasa. Oleh sebab itu, penonton asal Indonesia bisa memahami dan meniru dialog dalam serial itu tanpa harus belajar bahasa Melayu dulu. Barangkali itulah yang menjadi alasan mengapa kartun ini tidak disulih suara ke dalam bahasa Indonesia, melainkan hanya menampilkan subtitle terjemahan saja.
Masalahnya, penonton anak-anak memiliki kecenderungan untuk meniru apa yang mereka tonton. Jadilah anak-anak meniru gaya berbicara Upin dan Ipin dengan logat Melayunya yang khas. Padahal orang tua penonton anak-anak ini nggak pernah mengajarkan bahasa Melayu di rumah. Terkadang, anak-anak penonton setia Upin Ipin lebih fasih bertutur dalam bahasa Melayu ketimbang bahasa Indonesia.
Klaim budaya Indonesia secara halus
Upin Ipin bukan sekadar animasi hiburan saja. Lambat laun ia menjelma menjadi alat diplomasi budaya yang ampuh bagi Malaysia. Serial ini kerap mengangkat budaya asal Malaysia. Otomatis, duo kembar ini berperan sebagai alat promosi kebudayaan Malaysia secara halus.
Upin Ipin pernah menayangkan beberapa kebudayaan Indonesia dalam beberapa episodenya. Misal, lagu Rasa Sayange, batik, keris, wayang kulit, lemang, hingga rendang. Penikmat Upin Ipin dari luar Indonesia bisa dengan mudah menganggap bahwa semua kebudayaan itu asli dari Malaysia. Jika dibiarkan, negara kita akan kalah pengakuan di tingkat internasional.
Malaysia dan Indonesia memang punya sejarah panjang soal klaim budaya. Memiliki akar sejarah yang serumpun sebagai bangsa Melayu membuat dua negara ini punya kemiripan budaya. Di Indonesia, kemiripan ini sangat mudah dijumpai di Pulau Sumatera yang secara geografis lebih dekat dengan Negeri Jiran.
Sebenarnya, selisih paham tentang klaim kebudayaan ini menarik untuk dibicarakan. Alih-alih saling ribut, perwakilan Indonesia dan Malaysia harusnya bisa duduk bersama untuk mempelajari sejarah nenek moyangnya bangsa Melayu. Dengan begitu, akan muncul rasa saling menghargai kebudayaan satu sama lain.
Bikin anak-anak kecanduan makan ayam goreng
Sudah menjadi rahasia umum bahwa ayam goreng adalah makanan yang paling disukai oleh si kembar. Kegemaran Upin dan Ipin pada ayam goreng telah disebutkan berkali-kali dalam serial itu. Bahkan, digambarkan dalam adegan meja makan yang menggugah selera. Saking cintanya dengan ayam goreng, mereka pernah menolak makan karena hari itu Kak Ros tidak menyajikan ayam goreng di meja makan.
Repetisi scene Upin dan Ipin makan ayam goreng jadi semacam doktrin bagi penonton anak-anak. Di benak mereka terbentuk narasi bahwa ayam goreng itu lezat, makan nggak akan lengkap tanpa kehadiran ayam goreng. Akibatnya, anak-anak yang hobi nonton Upin Ipin jadi kecanduan sama ayam goreng. Mereka meniru tabiat si kembar yang malas makan kalau nggak ada ayam goreng.
Paling ekstrem, anak-anak jadi susah disuruh makan sayur dan buah. Coba saja dari awal Upin dan Ipin diceritakan hobi makan sayur sop, pasti anak-anak jadi ikut-ikutan suka makan sayur yang nutrisinya lebih kompleks.
Upin Ipin memang memiliki sederet dampak negatif yang sulit dihindari. Sebagai orang dewasa, sudah menjadi tugas kita untuk mendampingi anak-anak agar mereka tidak salah memahami apa yang mereka tonton. Meski demikian, harus diakui jika tayangan asal Malaysia ini memang memiliki banyak pengajaran yang baik bagi anak-anak.
Hingga saat ini belum ada animasi asal Indonesia yang bisa menyaingi kualitas Upin Ipin, terutama dari segi materi ceritanya. Tidak mengherankan kalau duo botak ini masih akan menjadi idola bagi anak-anak dan masyarakat Indonesia.
Penulis: Erma Kumala Dewi
Editor: Kenia Intan
BACA JUGA 4 Hobi yang Membuat Upin Ipin Bocil Paling Sibuk Se-Kampung Durian Runtuh
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.