Sosial media saat ini semakin berkembang dengan berbagai inovasi yang menarik. TikTok misalnya yang dulunya mungkin dihina dan dianggap sebagai aplikasi milik orang alay nyatanya bisa melakukan gebrakan hingga akhirnya mendapatkan pasar yang sangat luas. Selain itu, ada pula WhatsApp yang dulunya kalah saing dengan BBM, namun akhirnya bisa mendominasi dan mungkin sekarang hampir semua orang menginstall aplikasi ini dalam ponsel pintar mereka.
Ketika ada aplikasi yang mendominasi, tentunya berdampak pula terhadap aplikasi lain yang semakin menurun jumlah penggunanya. Aplikasi Line yang dulunya ikut bersaing di papan atas sosial media bersama WhatsApp dan Instagram, kini malah semakin ditinggalkan oleh penggunanya. Line dulunya dianggap menarik karena menyajikan stiker lucu dan juga banyak terhubung dengan banyak game menarik seperti Let’s Get Rich dan Cookie Run.
Sampai sekarang, saya sendiri masih menggunakan aplikasi ini karena banyak grup di kampus seperti organisasi yang masih menggunakan grup ini untuk berkoordinasi walaupun intensitas saya dalam menggunakan aplikasi ini memang berkurang drastis sejak satu tahun belakangan. Saya pun mengamati jika sudah banyak pengguna aplikasi ini yang akhirnya beralih dan nggak menjadikan aplikasi ini sebagai sosial media utama yang mereka mainkan.
Hal itu bisa saya simpulkan dengan banyaknya teman saya yang menuliskan nomor handphone di status agar dapat menghubungi mereka lewat aplikasi lain. Padahal, sebenarnya mereka bukan orang yang penting-penting amat, tapi sok aja ngasih nomor telepon aja hehehe~
Kemudian, saya bertanya kepada beberapa teman saya tersebut untuk menanyakan alasan mereka slow respon di aplikasi ini. Hal menarik yang saya temukan adalah mayoritas dari mereka memiliki jawaban yang cukup mirip.
Semakin rumit
Update yang ditawarkan semakin lama memang semakin rumit hingga akhirnya menghilangkan kesan simpel yang dulunya dimiliki aplikasi ini. Menurut saya Line justru malah berfokus ke Line Today sehingga menggabungkan fitur ini ke dalam aplikasi yang menurut saya cukup membingungkan.
Line sendiri memberikan fitur timeline agar penggunanya bisa share sesuatu, tetapi secara bersamaan juga menawarkan artikel singkat yaitu Line Today yang juga digabungkan ke satu aplikasi. Mungkin maksud dari developer adalah ingin membuat penggunanya semakin betah untuk tetap menggunakan aplikasi ini, tetapi justru fitur timeline yang dulunya menjadi kekuatan tertutup dengan hadirnya Line Today.
Menurut pendapat saya pribadi, Line Today adalah sebuah terobosan yang baik. Akan tetapi, mungkin ada baiknya jika Line Today tidak dijadikan sebuah fitur tambahan di dalam aplikasi agar nggak mengurangi keseruan timeline sendiri yang sebenarnya masih menarik untuk diikuti.
Kehilangan identitas
Mungkin alasan yang satu ini masih berhubungan dengan alasan pertama di mana semakin bertambahnya fitur, akan semakin membuat ciri khas menghilang. Line yang dulunya dikenal dengan aplikasi remaja khas dengan stiker lucu dan timelinenya yang ramai tiba-tiba hilang begitu saja. Line berubah menjadi aplikasi rumit dengan banyak fitur baru gaje yang malah membuat aplikasi ini makin kehilangan jati dirinya.
Menengok aplikasi lain seperti WhatsApp yang tetap mempertahankan ciri khasnya yaitu sosial media simpel tanpa embel-embel seperti fitur dan timeline yang rumit sampai-sampai dijuluki aplikasi khas orang tua karena fiturnya yang benar-benar simpel. Namun, nyatanya WhatsApp malah semakin digemari karena identitas yang dimilikinya tersebut, bahkan oleh anak muda sekali pun.
Line sepertinya kudu memutar otak untuk mengembalikan jati diri yang hilang tersebut. Sekarang, untuk dibilang aplikasi chatting, aplikasi ini memiliki Line Today yang punya fungsi informatif. Akan tetapi, jika mau menganggap Line sebagai aplikasi informatif pun belum pas juga karena masih memiliki fungsi chatting. Kalau begini terus, Rizal Armada cuma bisa nyanyi, mau dibawa kemana aplikasi ini.
Memakan memori hape
Masih berhubungan dengan alasan sebelumnya, semakin bertambahnya fitur, memori yang termakan pun akan semakin banyak. Beberapa teman saya mengaku bahwa memori yang mereka habiskan untuk aplikasi Line mencapai lebih dari tiga giga. Padahal, intensitas chatting mereka di aplikasi ini nggak sesering di aplikasi lain.
Hal tersebut menyebabkan para pengguna menjadi pikir dua kali untuk tetap menginstall aplikasi ini di dalam hape mereka. Pikiran mereka kurang lebih “daripada memori hapeku penuh gara-gara aplikasi yang jarang dipakai, mending tak uninstall sekalian aja”, begitu kira-kira. Kebanyakan dari mereka akhirnya akan lebih memprioritaskan aplikasi lain yang lebih sering mereka pakai.
Apalagi untuk seorang cowok yang pastinya membutuhkan banyak penyimpanan kosong untuk nantinya diisi dengan video aneh-aneh. Video anak yang dikutuk menjadi ikan pari misalnya. Pokoknya aneh-aneh, deh~
Meski begitu, saya tetap mengakui bahwa aplikasi ini adalah salah satu media sosial yang saya sukai karena keunikannya. Saya cuma bisa berharap bahwa Line akan melakukan perubahan agar nantinya aplikasi ini tetap hidup. Saya pengin Line kembali dengan bahasan-bahasan menarik lainnya yang pastinya jauh dari netizen pantat tipis dan para SJW.
BACA JUGA Bagi Saya, Operasi Masker Itu Sangat Tidak Efektif atau tulisan Muhammad Iqbal Habiburrohim lainnya.