MiChat, aplikasi perpesanan yang berpusat di Singapura ini sering digunakan untuk platform prostitusi, booking online atau dikenal open BO. Namun, ada juga yang menggunakan aplikasi ini untuk menipu orang dengan menjadi pacar online. Ujung-ujungnya, korban diperas uangnya.
Mojok berbincang dengan mantan penipu yang menggunakan MiChat sebagai media yang ia gunakan untuk menipu korban-korbannya. Ratusan juta rupiah ia dapatkan dari aktivitas yang hanya bermodalkan smartphone tersebut.
***
Hari sudah menjelang sore saat secara tak sengaja saya bertemu dengan Fandi (25), sebut saja begitu. Teman saya ini mantan narapidana yang belum lama bebas dari jeruji besi karena kasus penyalahgunaan narkotika.
Namun, bukan kisahnya sebagai penghuni lapas yang membuat saya tertarik dengannya, tapi aksi penipuan yang ia lakukan berkedok pacaran online.
Fandi langsung menghampiri dan menegur saya yang saat itu duduk seorang diri. Kami memesan kopi susu dan seporsi pisang goreng.
Warkop sore itu tampak sepi, hanya terisi tiga orang di pojok sana. Sebuah lagu You’re Gonna Live Forever in Me milik John Mayer mengalun di udara. Sambil menunggu pesanan datang, saya membuka perbicangan basa-basi tentang kehidupannya selepas keluar dari lapas.
Saya berusaha memancingnya untuk menceritakan pengalamannya saat masih mencari uang dari menipu orang-orang secara online terutama melalui aplikasi chatting MiChat.
“Awalnya saya belajar secara otodidak, tapi belum berani melakukan aksi itu. Baru setelah mengenal orang-orang yang sudah lama menggeluti aksi penipuan semacam itu, saya mulai berani mencoba,” kata Fandi membuka cerita soal praktik tipu-tipu ini.
Praktik penipuan pacaran online semacam ini menurutnya hanya satu dari sekian banyak praktik penipuan yang ia ketahui. Ada banyak jenis penipuan seperti: penipuan berkedok jasa marketing tiket pesawat, motor bodong, jual tiket penginapan secara online, dan pembelian smartphone dalam bentuk resi palsu. Apa yang dikatakan Fandi senada dengan data Kepolisian Republik Indonesia (Polri) pada September 2020 yang menyebutkan penipuan online adalah tindak kejahatan siber yang banyak dilaporkan.
Namun, menurut Fandi dari semua jenis penipuan itu, ia lebih memilih pacaran online karena minim risiko.
“Penipuan jenis pacaran online risikonya lebih rendah ketimbang jenis penipuan lain, sebab umumnya korban akan merasa malu melaporkan ke pihak berwajib jika menyangkut hal sensitif,” tutur Fandi.
Untuk memulai aksinya, Fandi cukup menyediakan aplikasi dan layanan sederhana seperti fake GPS, Magic Call, foto perempuan, dan MiChat.
“Magic call merupakan layanan yang disediakan oleh Telkomsel untuk mengubah suara ke bentuk lain, termasuk suara perempuan,” pungkas Fandi.
“Sedangkan fake GPS dan MiChat bisa di-download di PlayStore atau di App Store. Untuk foto perempuan, saya tinggal ambil di Instagram. Saya juga mengoleksi foto seksi dan video perempuan lagi masturbasi yang saya ambil dari Twitter,” tambahnya.
Jika semua persiapan sudah matang, selanjutnya mengatur lokasi palsu menggunakan aplikasi fake GPS dan mencari korban lewat aplikasi MiChat.
Seorang perempuan datang membawa pesanan, tangannya cekatan menempatkan kedua cangkir dan sepiring pisang goreng ke atas meja. Dari dalam gelas mengepul asap tipis, terbang sebentar, kemudian lenyap. Lagu Everybody’s Changing milik Keane, menggantikan lagu sebelumya. Mengalun lirih melalui pengeras suara yang terpasang di setiap sudut ruangan dengan model semi outdoor ini.
Di aplikasi MiChat, Fandi akan berperan seolah-olah dia adalah perempuan. Di sinilah foto-foto yang ia ambil dari Instagram atau Twitter jadi alat untuk memancing cowok-cowok.
“Sehari biasanya bisa mencapai hampir seratus orang yang menyapa di MiChat. Saya kemudian meladeni mereka satu persatu. Mengirim pesan singkat ‘open BO, Kak?’ ada yang langsung menanyakan tarif, tapi ada juga yang ngomong ‘maaf cuma mau kenal lebih dekat’ seperti itu,” kata Fandi.
Menurut Fandi mereka yang membalas dengan kalimat semacam “cuma mau kenal lebih dekat” saat ditawari open BO, punya kemungkinan jadi korbannya. Jika komunikasi sudah terbangun, Fandi kemudian memancing korban dengan meminta tolong.
“Biasanya saya minta tolong langsung pada mereka, saya tanya ‘Saya boleh minta bantuan?’ Jika diiyakan, saya akan minta yang kecil-kecil dulu. Kadang saya minta untuk dibelikan kuota, atau minta dikirimi uang buat beli makan, atau beli obat dengan alasan saya lagi sakit,” kata Fandi yang sejurus kemudian mengangkat gelas dan menyesap kopinya.
Menurut Fandi, ia lebih gampang memperoleh uang dari korbannya saat minta bantuan ketimbang saat menawarkan open BO. Saat saya bertanya kepada Fandi apakah selama berhubungan dengan korbannya ada yang punya permintaan macam-macam.
Mojok pernah membuat liputan soal cara PSK melakukan penipuan lewaat MiChat. Tulisannya bisa dibaca di sini, Cara PSK Menipu Calon Pelanggannya Menggunakan MiChat.
Ia menjelaskan jika memang kebanyakan lelaki yang ia temui di MiChat meminta hal demikian. Baru kenal beberapa saat mereka langsung meminta foto atau video telanjang miliknya, akan tetapi Fandi akan berusaha keras untuk menolak permintaan itu.
Ada juga lelaki yang baru minta hal semacam itu saat mereka sudah mengabulkan permintaan Fandi. Semisal sudah mengirimi Fandi uang dengan nilai besar. Jika demikian biasanya Fandi tidak bisa menolak. Namun, untuk kondisi semacam itu, Fandi sudah mempersiapkan jauh-jauh hari sebelumnya.
“Misalnya, lelaki ini minta foto payudara saya, maka saya akan kirimi dia foto payudara seorang perempuan yang sudah saya potong bagian kepalanya. Saya bisa buat alasan macam-macam untuk itu. Misalnya saya katakan ‘Nanti fotonya disalahgunakan’. Pokoknya tinggal kita yang pintar-pintar cari alasan,” pungkas Fandi.
Jika korbannya meminta untuk melakukan panggilan suara, menurut Fandi itu hal mudah. Ia bisa memanfaatkan layanan Magic Call. Namun, yang agak ribet menurut Fandi ketika si korban meminta melakukan panggilan video call. Sebab Fandi harus menyediakan dua sampai tiga handphone sekaligus.
“Cara kerjanya sederhana, pada saat panggilan video call berlangsung, yang kita sorot bukan wajah kita, melainkan layar smartphone yang sedang menampilkan video perempuan lagi ngomong,” pungkas Fandi
“Sebab itu saya tidak sembarangan memilih akun Instagram yang fotonya akan saya ambil. Saya memilih akun Instagram perempuan yang punya banyak video lagi ngomong dalam ruangan,” lanjutnya sambil mengambil sepotong pisang goreng, kemudian buru-buru memasukkan ke dalam mulutnya. Ia mengunyah, kemudian melanjutkan.
“Kedua handphone kita tempatkan di-stand masing-masing agar saat panggilan video call berlangsung, handphone-nya nggak goyang. Sebelum panggilan diterima saya tutup dulu kamera belakang handphone saya dengan jari telunjuk. Jika sudah terhubung dengan korban, telunjuk akan perlahan-lahan saya pindahkan agar kameranya fokus ke layar hape yang saya sorot,” kata Fandi.
Kebingungan mengisi kepala saya. Mengusir itu, saya melontarkan pertanyaan kepada Fandi bagaimana ia bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan korban jika ia hanya mengandalkan sebuah rekaman video.
Fandi mengangkat gelas, menyesap kopi kemudian menjawab. “Jadi sebisa mungkin saya bikin alasan supaya saya bisa membisukan suara saat melakukan panggilan video,” kata Fandi.
“Misalnya, saya bikin alasan kalo Mami lagi ada di dekat saya, atau ngomong sedang banyak orang, sehingga kondisinya tak memungkinkan. Pokok pintar-pintar kita cari alasan bagaimana agar korban percaya saat kita membisukan panggilan,” lanjutnya.
“Gerak mulut yang tak sesuai saat menjawab pertanyaan korban tentu akan membuat korban merasa curiga,” tanyaku kepada Fandi.
Menurut Fandi, selama ini saat melakukan panggilan video call, ia sebisa mungkin membuat jaringan miliknya terkesan jelek.
“Saya usahakan agar panggilan video call tidak berlangsung lama. Caranya dengan membuat seolah-olah jaringan saya jelek. Itu juga yang mungkin bikin mereka tetap percaya meski gerak mulut saya berbeda,” tutur Fandi.
“Untuk membuat jaringan hape saya terlihat jelek, saya bisa mem-pause rekaman video atau sesekali mengubah jaringan ke mode pesawat saat video call berlangsung. Namun saat menggubahnya ke mode pesawat, saya tutup kembali kameranya dengan telunjuk. Jangan sampai hape saya bergerak saat melakukan itu,” tambahnya.
Menurut Fandi jika korban memaksa untuk berbica saat video call, Ia sudah mengantisipasi hal itu. Jauh-jauh hari sebelumnya ia sudah mengoleksi rekaman suara dari teman-teman perempuannya.
“Saya suruh ngomong dengan kalimat yang sudah saya perintahkan. Terus saya suruh kirim pakai voice note. Jadi saya mengoleksi sebanyak mungkin voice note dari teman-teman perempuan yang isinya kalimat-kalimat umum yang mungkin akan ditanyakan oleh lawan bicara saya,” tutur Fandi.
Fandi kemudian memanfaatkan rekaman suara yang sudah ia koleksi untuk diputar saat sedang video call-an.
“Jadi saat lawan bicara bertanya sesuatu, saya langsung buka koleksi rekaman saya. Tapi sesekali tetap saya pause atau alihkan jaringan ke mode pesawat agar korban tidak curiga saat kelamaan nyari rekaman. Intinya saya akan berusaha membuat proses video call ini berjalan singkat, dengan seolah-olah membuat jaringan hape saya jelek. Jaringan jelek juga bisa menjadi dalih ketika suara dan gerak mulut saya tidak sesuai,” jelas Fandi
Jika korbannya minta video macam-macam semisal video masturbasi, Fandi sisa membuka dan memutar koleksinya. Video perempuan yang tak tampak bagian wajahnya.
“Saya tutup lagi kameranya, kemudian saya buru-buru ganti video yang menampilkan seorang perempuan lagi ngomong dengan video perempuan lagi masturbasi. Saya sudah siapkan videonya dengan wajah yang tidak tampak, atau sudah saya edit sebelumnya,” tutur Fandi.
“Jika korban minta saya menunjukkan wajah saat sedang masturbasi, bisa ngomong, ‘nanti videonya disebar atau disalah gunakan’. Intinya kita hanya perlu pintar-pintar bikin alasan. Namun, sebelum melakukan itu kita harus tetap perhatikan posisi handphone kita jangan sampai ikut goyang,” pungkas Fandi.
Saya kemudian bertanya kepada Fandi apakah pernah ada dari korbannya yang mengetahui jika selama ini ia ditipu, lantas menyampaikan protes atau kekesalan. Fandi kemudian menjelaskan jika selama ini tidak tahu apakah korbannya di MiChat mengetahui aksinya atau tidak. Namun, beberapa dari korbannya yang sudah berhubungan lama biasanya hilang tanpa jejak.
Selama berhubungan dengan orang-orang yang menjadi ‘pacar online’ tidak ada kata jadian. “Beberapa korban biasanya hanya mengutarakan permintaan untuk menjadi teman hidup,” kata Fandi.
Paling sebentar, ia menjalin hubungan dengan ‘pacar online’ sekitar 3 bulan, sedang paling lama dua tahun. Dari praktik penipuan ini, Fandi sudah berhasil meraup uang hingga ratusan juta rupiah.
“Paling sedikit saya dikirimi seratus ribu, tapi pernah juga dalam sehari saya dikirimi uang sampai lima belas juta. Saat itu saya buat alasan mau bikin usaha, sehingga butuh modal banyak,” tutur Fandi.
“Uangnya kemudian saya pakai buat bayar cicilan motor, ngasih ke orang tua, dan pakai buat nyabu,” tambahnya.
Menurut Fandi untuk tidak terjebak dalam praktik penipuan semacam ini cukup sederhana. Jika ingin memastikan bahwa yang kita ajak ngobrol bukan seorang penipu, kita ajak saja bertemu.
Namun, jika terkendala dengan jarak, tinggal minta saja foto dengan pose yang sesuai dengan keinginan kita. Bisa juga saat video call-an, kita meminta ia melakukan gerakan-gerakan tangan atau mimik muka tertentu.
Sebelum menutup perbincangan sore itu, saya melontarkan pertanyaan kepada Fandi apakah ia akan menekuni lagi praktik semacam itu. Ia menjawab jika saat ini ia belum berminat kembali melakukan itu dan sementara fokus memperbaiki diri.
“Kasihan orang tua, apalagi saat kemarin masuk penjara bikin mereka repot berat. Saat ini saya fokus kerja yang halal-halal dulu, belum kepikiran mau balik seperti dulu,” kata Fandi sambil mengguratkan senyum di bibirnya.
***
Saya menghubungi Sopian Tamrin, Dosen Sosiologi Universitas Negeri Makassar (UNM) untuk bertanya, mengapa ada saja orang-orang yang tertipu dengan penipuan melalui MiChat yang dilakukan oleh pelaku seperti Fandi.
Menurutnya, apa yang dilakukan oleh para korban bisa disebut sebagai cybersex. Mereka berharap mendapatkan kepuasan seks secara virtual dengan teman chatnya. “Hanya saja, para korban ini bisa disebut gagap teknologi digital karna begitu mudah percaya bahwa lawan chattingnya adalah akun asli,” ujarnya ketika dihubungi Mojok, di awal Juli 2022 lalu.
Menurutnya penting bagi siapa saja untuk meliterasi diri untuk berbagai pemanfaatan teknologi digital agar bisa memahami potensi penyalahgunaannya. Seseorang harus lebih mawas untuk melihat berbagai potensi penipuan atau semacamnya. “Interaksi virtual memang kadang lebih menyenangkan dari kehidupan nyata itu sendiri. Tapi kita juga harus tetap aware untuk berbagai macam hal, termasuk penipuan,” kata Sopian Tamrin menutup perbincangan.