Publik baru saja dihebohkan dengan peristiwa tembok Keraton Kartasura yang dirobohkan warga. Padahal tembok ini merupakan situs cagar budaya peninggalan Keraton Kasunanan Surakarta.
***
Peristiwa jebolnya tembok Keraton Kartasura ini terjadi hari Kamis (21/4/2022) di Kampung Krapyak Kulon RT 002/ RW010, Kelurahan Kartasura, Kecamatan Kartasura, Sukoharjo. Kejadian ini bikin geger. Pasalnya penggempuran tembok dilakukan dengan menggunakan eskavator besar.
Saat Mojok.co datang ke lokasi pada Senin (25/4/2022), tembok yang digempur sudah ditutup dengan seng. Sehingga dari sisi luar, tidak terlihat sisi lain dari tembok. Tembok setebal 1,5 meter dengan tinggi 3 meter ini dijebol sekitar 4-5 meter.
Perwakilan keluarga pemilik tanah, Bambang Cahyono mengaku bahwa tanah ini baru saja dibeli sekitar sebulan belakangan oleh orang yang berdomisili di Lampung. Tanahnya seluas 682 meter persegi, dibeli dengan harga Rp850 juta.
“Ini pemiliknya Ibu Linawati, rumahnya dulu di sini tapi sekarang ikut suaminya ke Lampung. Tanah ini milik beliau,” katanya.
Ia mengatakan rencananya tanah ini akan digunakan untuk usaha indekos. Sayangnya, tidak ada yang memberitahu jika kawasan ini merupakan bagian dari cagar budaya.
“Saya sudah izin RT dan warga untuk membersihkannya. Katanya suruh dibongkar karena menghabiskan kas RT untuk membersihkannya,” ucapnya.
Bahkan dari cerita Bambang, rencananya tembok benteng ini nyaris dibongkar dua kali dengan menggunakan alat berat. “Tapi ternyata tidak boleh karena katanya milik purbakala. Tapi kok tidak ada plang peringatannya sampai sekarang,” kata Bambang.
Sementara saat ditanyakan pada Ketua RT 002/RW 010, Kelurahan Kartasura, Kecamatan Kartasura, Sukoharjo, Sumani menyatakan sudah memperingatkan pemilik tanah untuk tidak menyentuh tembok tersebut. Pasalnya tembok ini sudah berusia ratusan tahun dan menjadi cagar budaya.
“Mereka izinnya hanya membersihkan tumbuhan dan semak yang ada di lahan kosong di sana. Bahkan saya sudah memperingatkan untuk berhati-hati agar tidak menyenggol tembok,” katanya.
Mengingat pada 2010 lalu, ada kejadian serupa, dimana pemilik lahan hampir merobohkan tembok. Namun diperingatkan pemerintah karena tembok ini merupakan cagar budaya.
“Jadi saya nggak mengizinkan untuk merobohkan tembok. Saya memang memberi izin, tapi untuk membersihkan semak dan ranting-ranting pohon di sana. Dan memang benar selama ini yang membersihkan RT dan dengan kas RT,” katanya.
Selama ini lingkungan di sekitarnya sudah tahu jika tembok tersebut merupakan situs warisan cagar budaya. Meskipun, dulunya sebelum ditetapkan sebagai situs cagar budaya, banyak warga yang merobohkan bata dari tembok ini.
“Dulu biasanya digunakan untuk semen boto (semen yang terbuat dari tumbukan batu bata). Tapi itu dulu, waktu saya masih kecil,” ucap pria yang berusia 78 tahun ini.
Terkait hal ini Tim Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Balai Pelestari Cagar Budaya (BPCB) Harun Al Rasyid mengatakan bahwa tembok itu dulunya merupakan benteng Keraton Kartasura. Tembok ini memiliki panjang 65 meter. Sedangkan yang dijebol, sepanjang 7,4 meter dengan lebar 2 meter dan tinggi 3,5 meter.
Tembok ini dulunya tembok benteng Kartasura yang dibangun dengan metode tatanan batu bata yang dibuat sekitar tahun 1680. Jika ditemukan ada unsur pidana untuk perusakan, maka akan diberikan sanki sesuai dengan UU nomor 11 tahun 2010 mengenai Cagar Budaya.
Dalam Pasal 105 Jo Pasal 166 ayat (1) setiap orang yang dengan sengaja merusak cagar budaya sebagaimana dimaksud Pasal 66 ayat (1) dipidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 15 tahun dan atau denda paling sedikit Rp 500 juta dan paling banyak Rp 5 miliar.
“Kami masih melakukan penyelidikan dan masih mendalami apakah ada penyelewengan atau tidak,” katanya.
Sementara itu, Bupati Sukoharjo, Etik Suryani mengaku kecewa dengan peristiwa ini. Sebab situs ini sudah didaftarkan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Sukoharjo sebagai cagar budaya yang dilindungi.
“Sangat kecewa sekali, menyayangkan kenapa pelakunya warga apalagi penduduk asli dari Kartasura tapi tidak tahu sejarah di sini,” katanya.
Menurutnya sebagai warga asli daerah, seharusya bisa ikut membantu pemerintah menyosialisasikan keberadaan situs peninggalan Keraton Kartasura ini. Ia juga mempertanyakan sertifikat tanah dalam kawasan cagar budaya ini. Sebab menurutnya tanah di dalam keraton tidak bisa bersertifikat.
“Hanya menempati bangunan saja, istilahnya magersari. Kok bisa punya sertifikat. Ini yang saya pertanyakan,” katanya.
Etik berharap peristiwa dijebolnya tembok situs Keraton Kartasura ini bisa diselesaikan sesuai dengan aturan yang ada. “Mereka tidak bisa mengembalikannya secara utuh. Batu batanya saja lebih dari satu kilo. Kita beli bata seperti itu tidak bisa, tidak ada di sini,” katanya.
Pascakejadian ini Pemkab Sukoharjo akan melakukan inventarisasi terhadap situs-situs peninggalan sejarah yang ada di Sukoharjo. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi kejadian serupa. “Nanti hasilnya kami laporkan ke BPCB Jawa Tengah,” katanya.
Peristiwa ini rusaknya situs bersejarah ini menarik perhatian nasional. Bahkan perwakilan dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) langsung datang ke lokasi untuk melihat kondisi situs ini, empat hari setelah peristiwa terjadi. Direktur Jenderal Kemendikbudristek Hilmar Farid mengatakan jika tembok ini merupakan situs cagar budaya peninggalan Keraton Kartasura.
Untuk menyelamatkannya pun, ia sudah meminta Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) untuk menyelamatkan objek yang diduga cagar budaya ini. Ia meminta agar TACB segera menyerahkan hasil kajiannya pada Bupati Sukoharjo.
“Karena situs ini diduga cagar budaya, berarti UU nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya sudah berlaku. Saya sudah koordinasi dengan Bu Bupati dan teman-teman BPCB (Balai Pelestari Cagar Budaya) mengenai hal ini,” ucapnya.
Ia berharap kerjasama dari semua pihak untuk merawat situs ini. Sebab situs ini berada satu lingkungan dengan tempat tinggal masyarakat. Sehingga perlu ada pemberitahuan jika mereka hidup dalam satu kawasan cagar budaya.
“Misalnya mau membangun ya tidak bisa. Harus mengecek ke Ibu Bupati sebagai pemilik wilayah dan ke tim ahli cagar budaya,” katanya.
Lebih lanjut, Hilmar menambahkan bahwa tembok Benteng Keraton Kartasura yang dijebol akan direstorasi untuk dikembalikan seperti aslinya. Menurutnya perusakan belum terjadi terlalu jauh. Nantinya dari BPCB akan mempelajari bentuk batanya.
“Jika memungkinkan akan dikembalikan seperti aslinya,” ucapnya.
Sejatinya tembok Keraton Kartasura ini sudah ditetapkan sebagai situs cagar budaya. Hal ini berdasarkan pada kajian TACP berdasarkan UU nomor 11 tahun 2010. Baru pada 31 Januari 2022 ini resmi dan memiliki sertifikat kompetensi.
“Kajiannya sudah selesai dan kami serahkan ke bupati untuk direkomendasikan sebagai cagar budaya tingkat kabupaten, atau diusulkan ke provinsi dan nasional,” kata Ketua Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Tunjung W Sutirto.
Ada beberapa bagian yang dikaji oleh TACB, yakni struktur benteng cepuri Keraton Kartasura, struktur benteng Baluwarti sisi barat, struktur gedong miring, struktur sumur bandung, bangunan masjid hastana Keraton Kartasura, bangunan struktur makam sedah mirah dan struktur makam Haryo Panular.
Menurut sejarah, situs Keraton Kartasura ini dibangun pada 1680 lalu pada masa pemerintahan Amangkurat II. Dulunya tempat itu bernama Desa Wonokerto. Setelah menjadi keraton, kemudian dinamakan Keraton Kartasura. Pemindahan ini dipicu karena hancurnya Keraton Pleret.
Keraton ini memiliki luas 1,28 kilometer persegi dan ditinggali selama 60 tahun. Kemudian Keraton dipindah ke Desa Sala karena geger pecinan.
Reporter: Novita Rahmawati
Editor: Purnawan Setyo Adi
BACA JUGA Berburu Harta Karun di Pasar Babebo, Surganya Baju Bekas di Jember dan liputan menarik lainnya di Susul.