Dalam satu tahun terakhir ini, setidaknya ada dua nama pengacara yang benar-benar menjadi sorotan publik. Nama pertama adalah Fredrich Yunadi. Sedangkan nama kedua, tak lain dan tak bukan tentu saja adalah the one and only, Hotman Paris Hutapea.
Jika nama pertama sukses menjadi bahan pemberitaan karena beberapa waktu yang lalu sempat menjadi kuasa hukum bagi Setya Novanto, maka nama kedua sukses menjadi bahan pemberitaan karena kontroversi-kontroversi yang ia buat seputar dunia artis dalam beberapa waktu terakhir: dari mulai membahas keperawanan Nafa Urbach, pengakuannya pernah selingkuh dengan seorang artis, sampai heboh soal acara talkshow-nya yang blak-blakan membahas tentang tarif “short time” para artis.
Kedua pengacara kondang di atas punya persamaan, yaitu sama-sama suka kemewahan. Maklum saja, sebagai pengacara kondang, keduanya tentu punya tarif jasa yang tak main-main.
Nah, di rubrik nafkah kali ini, Mojok Institute akan mengupas salah satu dari dua pengacara penyuka kemewahan tadi. Karena Mojok sudah berkali-kali menulis soal Fredrich Yunadi, maka di kesempatan kali ini, giliran Hotman Paris Hutapea yang akan kita bahasa.
Berbicara soal Hotman adalah berbicara soal kemewahan. Keduanya seakan tak bisa dipisahkan dan sangat layak untuk dibaca dalam satu tarikan napas. Hotman dan kemewahan adalah satu kesatuan.
Sebagai pengacara pilih tanding, Hotman sudah menangani banyak klien dan kasus-kasus terkenal, beberapa di antaranya adalah Manohara Odelia Pinot, Muhammad Nazaruddin, Johnson Yaptonaga, Deddy Corbuzier, sampai Syahrini.
Dengan reputasinya yang sudah sangat mentereng, tarif Hotman sebagai seorang pengacara tentu saja setinggi langit. Kabarnya, untuk satu kasus, ia memasang tarif minimal $100 ribu atau sekitar 1,3 miliar rupiah. Itu adalah angka minimal, dalam kebanyakan kasus, ia bisa menerima jauh lebih besar dari itu. Dalam salah satu kasus tambang di mana ia menjadi kuasa hukum, ia bahkan pernah mendapatkan honor sebesar $12 juta atau sekitar 160 miliar rupiah.
Bisa dibayangkan, jika dalam satu tahun ia menangani dua kasus besar dan lima kasus kecil (walau kasus kecil di mata Hotman bisa jadi adalah kasus yang sangat besar bagi pengacara lain), maka ia bisa mendapatkan penghasilan setidaknya 300 miliar. Angka yang bisa membuat Iqbal Aji Daryono dengan 200 juta per postingnya itu menjadi tampak seperti sedotan Ale-ale belaka.
Selain sebagai pengacara, Hotman juga mendapatkan penghasilan dari bisnis properti. Selama ini, ia memang dikenal sering memborong ruko, sampai-sampai ia dijuluki investor ruko kelas kakap. Saat ini, Hotman punya setidaknya 200 unit ruko di Jakarta yang ia sewakan dengan harga 200 juta per tahun. Itu artinya, dari pendapatan ruko miliknya, ia bisa mengantongi 40 miliar per tahun.
Tak hanya ruko, Hotman juga mempunyai banyak hotel dan villa. Di akhir tahun 2017 lalu, ia mengaku punya 12 unit hotel dan villa. Penghasilan dari hotel dan villa ini diperkirakan minimal mencapai 30 miliar per tahun.
Dengan segala sumber pandapatan yang wah ini, tak heran jika ia punya gaya hidup yang sangat mewah.
Hotman bahkan mendapat julukan pengacara 30 miliar karena harga aksesoris yang dia pakai mulai dari jas, dasi, sepatu, kalung, cincin, jam tangan, jika ditotal mencapai angka Rp30 miliar.
Hotman juga hobi mengoleksi mobil-mobil mewah. Beberapa di antara mobil koleksinya adalah Lamborghini, Hummer, Cadillac, Audi, hingga Ferrari dengan harga rata-rata per unitnya adalah 5 miliar.
Soal kemewahannya ini, Ia menanggapinya dengan santai, Ia mengaku sebagian besar kliennya adalah banker dan pengusaha dari luar negeri, sehingga dia harus selalu tampil elegan dan berkelas di depan para kliennya.
“Kalau saya pakai berlian itu untuk menunjukkan identitas saya bahwa saya itu berkualitas lho, tidak mungkin saya pakai berlian kalau saya tidak berkualitas,” ujar Hotman, “ada alasan bisnisnya. Bukan dalam rangka pamer karena saya setiap hari ketemu konglomerat, banker. Bule itu sangat jeli dengan merek pakaian yang kita kenakan,” tandasnya.
Bagaimana pembaca Mojok? Sudah merasa fakir dan sangat miskin?