Naiknya Kurs Dolar Bikin Utang Numpuk dan Nggak Bisa Jajan Macem-Macem

MOJOK.CONilai tukar alias kurs dolar Amerika Serikat (AS) terhadap rupiah terus menguat. Bagaimana cara kita mengatasi ini?

Di hari Jumat yang penuh barokah ini, marilah kita mengheningkan cipta sejenak. Lupakan hiruk pikuk tentang pilkada dan piala dunia. Ada sebuah fenomena yang nyata terjadi di depan mata: kurs dolar sedang bermain-main dengan kita. Dengan kemampuan yang tak dinyana-nyana, ia terus menguat dan menggempur rupiah. Tentu ini tak dapat dibiarkan begitu saja.

Pagi ini per pukul 09.00 WIB, nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) terhadap rupiah sudah ada di level Rp 14.410. Rupiah melemah 0,17% dibandingkan penutupan di hari sebelumnya. Meskipun sore ini mulai melemah tipis, tapi kurs rupiah masih tetap diatas Rp14.000.

Ada beberapa akibat yang berpotensi muncul dari melemahnya nilai tukar rupiah ini.

Pertama, utang kita akan semakin banyak. Pinjaman luar negeri memang telah menjadi salah satu sumber pendanaan yang seringkali dimanfaatkan pemerintah untuk menunjang aktivitas perekonomian.

Masalahnya, cara negara meluniasi utang ke luar negeri tentu berbeda dengan cara kalian para mahasiswa melunasi bon ke Aa’ Burjo. Negara ini ngelunasin utang luar negeri musti menggunakan kurs dollar. Jadi, kalau kondisi rupiah terhadap dollar terus melemah, ini akan berdampak pada meningkatnya jumlah utang yang harus dilunasi. Makin numpuk, Beb.

Dari data Bank Indonesia per April 2018 saja, jumlah utang Indonesia mengalami peningkatan yang dahsyat. Ini bisa jadi masalah besar karena semakin membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Perlu diketahui, dalam APBN 2018, pemerintah menetapkan asumsi nilai tukar rupiah pada kisaran Rp 13.400. Ya, bisa dibayangkan berapa pertambahan hutang kita dibandingkan dana yang telah dianggarkan.

Kedua, industri dengan bahan baku impor jelas juga akan terpengaruh. Misalnya, industri makanan dan minuman (mamin). Dengan nilai tukar yang telah mencapai level Rp 14.000 ini, pelaku industri mamin ini masih pikir-pikir menaikkan harga produk pangan olahan hingga 3-6%. Yang itu artinya, kita nggak usah sok-sokan jajan macem-macem dan pertimbangkan untuk rutin makan pecel saja.

Ketiga, kenaikan nilai tukar ini juga mempengaruhi biaya logistik berlabuh padamu pelabuhan. Hal ini disebabkan karena pelabuhan menggunakan tarif dolar meskipun pembayarannya menggunakan mata uang rupiah.

Jika di sektor impor sedang merugi, maka berbeda dengan sektor ekspor yang justru sedang mendulang untung lebih banyak, serasa menang undian. Misalnya saja, para petani yang mengekspor komoditas kopi, karet, maupun sawit.

Oya, jika memang produk impor harganya jauh lebih mahal, kita bisa mengatasinya dengan mulai mencintai produk-produk dalam negeri. Dengan harga yang lebih murah, tetapi mempunyai fungsi yang sama, sudah saatnya sedikit jumawa dengan mengonsumsi produk lokal. Tidak ada alasan untuk tidak memilih barang yang bersahabat di kantong ini. Ditahan dulu ya Beb, gejolak kuat untuk membeli pakaian di olshop-nya!

Eh, tapi kalau produk lokalnya pakai bahan bakunya impor sih, sama aja dong…

Keempat sekaligus yang terakhir, buat situ yang punya hobi traveling dengan uang pas-pasan harus menahan diri dulu untuk berlibur ke luar negeri. Toh, masih banyak tempat di pelosok Indonesia yang kece untuk disinggahi. Ini sekaligus akan membuat sektor wisata dalam negeri semakin meningkat. Para wisatawan akan semakin sering datang ke sini, kemudian beli ini, pesan itu, dan merasa puas betapa murahnya berlibur di Indonesia.

 

 

Exit mobile version