5 Risiko Seram Jika DPR Ngotot Cetak Uang 600 T dan Disetujui BI

risiko cetak uang inflasi depresiasi DRP 600 triliun usulan cetak uang BI harga barang nilai tukar rupiah pandemi mojok.co

risiko cetak uang inflasi depresiasi DRP 600 triliun usulan cetak uang BI harga barang nilai tukar rupiah pandemi mojok.co

MOJOK.CO Pertanyaan kayak gini harusnya dibahas di bangku SD. Kalau Indonesia punya banyak utang, kenapa nggak cetak uang? Ya karena banyak risiko seram di baliknya.

Nilai tukar rupiah sedang lemah-lemahnya, bahkan pernah menyentuh angka Rp16 ribu tempo hari. Seharusnya kita cari cara biar angka ini nggak semakin merosot. Eh, malah ada usulan dari DPR untuk cetak uang sebanyak Rp400-600 triliun buat mengatasi pandemi. Kocak sekali.

Walau bukan ahli ekonomi pun, saya udah kebayang bakal jadi apa negara ini karena inflasi melambai-lambai di depan mata. Ibaratnya gini, kalau keuangan kalian seret padahal kalian bekerja setiap hari, yang perlu dilakukan adalah bukan menambah penghasilannya. Tapi mengontrol pengeluarannya karena kebebalan ada pada diri kalian, bukan pada nominal.

Dengan mengucap bismillah mari kita bersama membayangkan skenario seandainya usulan ngawur DPR ini beneran disetujui BI (untungnya sih masih banyak yang waras di BI).

Risiko seram cetak uang #1 Inflasi

Jika ada uang beredar lebih banyak daripada yang dibutuhkan, maka otomatis akan terjadi inflasi. Menurut DPR, mencetak Rp400-600 triliun nggak akan bikin tingkat inflasi besar-besaran. Menurut perhitungan yang terhormat wakil rakyat, hanya akan ada inflasi sebesar 5-6% saja. Hmmm, yakin nggak sih?!

Keputusan DPR ini mungkin nyontek kebijakan ekonomi di Amerika kali ya. Tentu saja bagi Amerika mencetak uang untuk menolong kebutuhan nggak akan bermasalah karena nilai tukar mata uang mereka masih kuat. Lha kalau rupiah?

Kebijakan cetak uang sebenarnya diambil juga oleh Zimbabwe sekitar 14 tahun yang lalu. Alih-alih menolong, nilai tukar dolar Zimbabwe justru langsung terjun bebas.

Risiko seram cetak uang #2 Harga barang naik

Kalau uang yang beredar jadi banyak di pasaran. Semua orang bisa kaya raya dong? Iya.

Nah, kalau semua orang jadi kaya, barang-barang di pasaran lantas dinaikkan harganya. Ini adalah hukum ekonomi. Sementara itu, musim pandemi bikin daya beli masyarakat menurun. Misalnya di sektor kebutuhan sandang yang nggak urgent-urgent amat. Masyarakat cenderung menahan untuk nggak bermewahan di situasi yang serba prihatin.

Risiko seram cetak uang #3 Tabungan kalian nggak ada artinya

Beberapa diantara kalian mungkin sudah nabung bertahun-tahun buat beli rumah, buat beli mobil, dan kebutuhan-kebutuhan lain. Jika inflasi naik, harga barang naik, maka tabungan kalian nilainya jadi nggak seberapa. Bayangin aja, akibat hiperinflasi, orang Zimbabwe yang bawa uang berkarung-karung banyaknya cuma untuk belanja kebutuhan pokok sehari-hari. Saking banyaknya uang yang beredar. Apa nggak pusing tuh?

Risiko seram cetak uang #4 Depresiasi nilai tukar rupiah

Inflasi bakal menghasilkan efek domino yang berturut-turut terjadi. Kalau semua orang jadi kaya, maka akan terjadi tingkat permintaan yang begitu banyak. Tingkat permintaan ini akan membuat produsen kewalahan karena tidak bisa memenuhi permintan. Akibatnya produsen bakal menaikkan harga barang untuk menutup biaya produksi atau mengurangi produksi agar permintaan menjadi normal.

Alih-alih jadi normal, harga barang dan kebutuhan pokok makin meningkat. Belum lagi jika ada pihak kurang ajar yang menimbun barang biar harganya makin meroket. Padahal kita sama-sama tahu, masker sama hand sanitizer aja ditimbun apalagi sembako.

Risiko seram cetak uang #5 Negara makin kacau, pemerintah main dagelan

Belum hiperinflasi saja negara kita benar-benar lagi kacau. Apa nggak capek setiap bangun pagi menunggu kegoblokan pejabat apa lagi yang tersaji? Sementara kondisi ekonomi yang buruk memicu pemerintah makin bikin kebijakan aneh-aneh.

Keadaan genting bikin orang semakin kalap. Nggak menutup kemungkinan ekonom akan bentrok dengan pemerintah untuk merumuskan kebijakan yang sekiranya nggak bikin merugi. Keadaan yang sudah kacau juga berpengaruh dengan penawaran dan permintaan di pasar. Negara kita pernah mengalaminya di tahun 1998 di mana terjadi krisis moneter dengan tingkat inflasi sebesar 70%. Ngeri bosque!

Kita nggak bisa asal cetak uang kayak di film Money Heist lalu menjadi kaya raya setelahnya. Kecuali kalau para wakil rakyat itu mau kabur duluan bawa uang dan ditukar dolar, nah itu baru ngawur sakpole.

BACA JUGA Nilai Tukar Rupiah Melemah sampai Rp1.000 dalam Sehari: Mengapa dan Apa Dampaknya atau artikel lainnya di POJOKAN.

Exit mobile version