WhatsApp Sudah Normal Setelah Fitur Last Seen dan Online Hilang, Pasangan Insecure Lega

ilustrasi Satu-satunya Cara Melihat Chat WA yang Sudah Dihapus Itu dengan Melupakannya mojok.co

WhatsApp Sudah Normal Setelah Fitur Last Seen dan Online Hilang MOJOK.CO

MOJOK.COWhatsApp down. Fitur last seen dan online menghilang selama beberapa jam. Pasangan insecure langsung gelisah dan masa depan mereka terancam kandas.

Selama beberapa jam, situs Down Detector mencatat 4 ribu laporan karena WhatsApp tumbang. Hingga Sabtu, 20 Juni 2020, pagi, masih ada 73 persen dari 4 ribu pelapor yang mengalami masalah hilangnya fitur last seen. Sementara itu, sisanya, merasa kehilangan fitur yang menandakan pengguna sedang online.

Segera setelah itu, tidak butuh waktu lama, tagar WhatsApp menjadi trending topic worldwide nomor satu dengan cuitan lebih dari 186 ribu. Tidak perlu waktu lama juga, berbagai meme menganggapi keresahan soal tumbangnya WhatsApp membanjiri timeline. Salah satu yang banyak menjadi tema adalah potensi keretakan sebuah hubungan.

Jangan kamu salah mengira, kondisi on dan off fitur last seen di WhatsApp bisa menjadi penentu awetnya sebuah hubungan. Iya, buat mereka yang terlalu gampang merasa tidak aman, insecure, kepada pasangannya masing-masing.

“Kok nggak bales chat, sih? Padahal online sama last seen WhatsApp kamu itu barusan aja!”

“Maaf, sayang, habis baca chat kamu, aku langsung pingsan. Habisnya so sweat banget.”

“iiihhhh…sayang, bisa aja.”

“Tapi barusan kamu tuh update IG Stories!”

“Itu asisten aku.”

Atau…

“Last seen kamu di WhatsApp itu kok 02.30 dini hari, Yang. Bukannya kamu udah pamit bobok di 21.30, ya? Selingkuh ya! Jahat kamu!”

“Enggak, kok, Yang. Itu tuh aku kebangun kepingin kencing.”

Padahal lagi push rank Sudoku.

Nggak jadi marahan. Padahal si cowok kelupaan balesin pesan pacarnya karena sibuk nikung gebetan temen. Kok cowok, sih, yang dijadiin tersangka? Biarin, udah kadung semua cowok tuh semua sama di mata cewek, kok. Sekalian basah!

Media sosial, terutama WhatsApp, udah jadi bagian inheren di kehidupan kita semua. Artinya, jadi bagian yang sangat erat sama diri kita, nggak terpisahkan, kayak kentut sama bau. WhatsApp, nggak cuma jadi media menjaga tali silaturahmi, sekarang bahkan jadi ruang untuk rapat. Nggak hanya pas pandemi corona saja.

Sudah begitu, WhatsApp dijejali sama orang-orang yang suka chat cuma manggil nama, terus menghilang. Grup-grup keluarga yang dikuasai boomers dengan jokes-jokes yang bikin otak jadi kisut. Grup-grup alumni yang sepi banget dan baru ramai kalau ada yang left. Langsung, deh, jadi korban pergunjingan cuma karena left aja.

“Eh, siapa, tuh, yang left?”

“Si Anu, tuh. Kenapa, sih, pakai left segala ya.”

“Iya, sekarang dia kerja apa, sih?”

“Nggak tahu, tuh. Tapi sekarang suka banget ngritik pemerintah.”

“Dia pasti pakai narkoba.”

Lama-kelamaan, WhatsApp jadi media sosial yang bikin capek hati saja. Bagi beberapa orang, mereka yang terlalu gampang insecure, malah sampai mengancam keutuhan sebuah hubungan. Nggak kebayang orang zaman dulu yang kalau mau say hello saja harus nulis surat, beli perangko, nempelin perangko pakai sebutir nasi, jalan ke Kantor Pos, mengantre dulu, baru kemudian dilayani. Udah begitu surat itu sampainya satu minggu kemudian.

Nggak ada, tuh, kegelisahan-kegelisahan seperti:

“Dikau sudah tiada mengirim layang selama 3 minggu, Kanda. Apakah dikau main mata sama noni-noni Belanda itu?”

Dua minggu kemudian sepucuk surat datang. Berisi jawaban:

“Tiada daku main mata, Dinda. Kanda sedang perang aja. Lagi riweh gerilya, nih.”

Hanya karena status last seen dan online, orang jadi semacam “buta arah”. Gelisah. Keringat dingin. Pusing di bagian kiri dan kanan. Pandangan kabur. Ternyata kena vertigo.

Namun, untungnya, puji Tuhan, tidak butuh waktu lama, WhatsApp sudah pulih. Status last seen dan online sudah kembali. Baru pergi beberapa jam saja sudah dikangenin. Sudah merasa jadi korban ghosting. Ditinggal ketika lagi sayang-sayangnya.

Yah, untungnya, pegawai WhatsApp tanggap sama kondisi jiwa manusia-manusia milenial. Manusia-manusia yang saling berpasangan. Pasangan-pasangan insecure yang lega karena WhatsApp memahami kegelisahan mereka. Dasar nggak ada iman.

BACA JUGA Membela Orang yang Mematikan Centang Biru WhatsApp atau tulisan Yamadipati Seno lainnya.

Exit mobile version