MOJOK.CO – Babi, anjing, dan monyet angkat bicara soal pencemaran nama baik mereka oleh manusia.
Memaki adalah hak segala bangsa. Tak terpatok kultur atau budaya, memaki merupakan aktivitas yang diperlukan—entah untuk melampiaskan amarah maupun melampiaskan keakraban.
Lho? Lho? Kok keakraban?
Ya iya dong, dalam kultur masyarakat kita kata makian yang tersemat dalam kalimat bisa saja menunjukkan keakraban. Meski kata yang dipakai sering dipakai untuk memaki, tapi tensi serta nada bicara juga menjadi pembeda sebuah kata bukan merupakan makian karena lagi emosi melainkan justru menjadi sapaan akrab.
Paling tidak kata-kata makian bisa dikategorikan menjadi tiga bagian. Pertama, makian berdasarkan nama anggota badan atau yang berhubungan dengan itu. Ada ndasmu sempal, dengkulmu mlocot, kwontol, atau nama-nama biji di selangkangan.
Kedua, makian berdasarkan aktivitas jorok. Misalnya ngentot atau jancuk. Kalau mau lebih mantep ya tinggal dibikin nguentot atau jiancuk. Ketiga, makian berdasarkan profesi. Ada bajingan (sopir gerobak sapi) sampai mbahmu kiper (makian combo nih).
Keempat, makian yang berdasar nama-nama binatang. Nah, di Indonesia, makian dengan menggunakan nama binatang ini paling umum. Anjing, babi, monyet. Kalaupun ada modifikasi, mungkin itu disesuaikan dengan bahasa daerah masing-masing. Kalau di Jakarta njing, di Sunda jadi anying, di Jawa jadi asu.
Nah, model makian yang terakhir ini memang paling mudah dikenali karena sekalipun digunakan dalam bahasa Indonesia. Bahkan kita nggak perlu mikir dua kali soal artinya. Beda kalau misal makian jancuk, di mana orang dari luar Jawa Timur belum tentu paham kata itu artinya apa.
Tentu saja menjadi hal yang perlu ditelisik bagaimana tanggapan babi, anjing, dan monyet dijadikan makian di kehidupan sehari-hari kita. Untuk itu kami mewancarai ketiganya dalam sebuah pertemuan yang kami terpaksa rahasiakan lokasi, waktu, dan cara pelaksanaannya.
Sehat, Su?
Anjing : Mas, sampeyan itu manggil siapa?
Babi : Iya nih, wartawan goblok.
Monyet : Kita bertiga di sini nggak ada yang namanya “Su”, ya Mas. Plis deh. Kalau nanya jangan goblok-goblok banget deh.
Oh, maaf. Sudah kebiasaan, di tempat kami “anjing” itu biasa disebut “asu”. Maaf, maaf. Oh iya, Babi dan Monyet sehat?
Anjing : Oalah.
Babi : Iya, sehat. Nggak lihat apa, ini saya lagi gemuk-gemuknya gini.
Monyet : Sehat. Cuma lagi sibuk ini. Lagi trending saya kemarinan itu.
Emang rame kenapa, Nyet?
Monyet : Itu lho, ada manusia-manusia pakein nama saya buat memaki sesamanya.
Yang kasus kemarin di Surabaya itu ya?
Monyet : Iya. Wah gila itu.
Babi : Iya, tuh, aku sama Anjing sampai iri lho, Mas. Monyet femes dadakan itu.
Anjing : …..
Oh, iya, sebelumnya kalian tahu nggak kalau kalian bertiga ini dijadiin bahan makian sama manusia?
Monyet : Ya tahulah. Gimana sih? Itu kan udah terjadi berabad-abad.
Babi : Ealah, goblok amat ini manusia.
Anjing : Tahu ini, lama-lama aku gigit juga ini manusia. Mumpung masih rabies nih.
Ya kami kan cuma nanya. Siapa tahu kalian nggak tahu. Tapi serius ini kami ingin tahu, khusus untuk babi saja, kamu kan sering dibanding-bandingin sama celeng. Kadang suka kebalik tuh kalau ada yang misuh? Gimana menurut kamu?
Babi : Sebenarnya sih aku nggak suka disama-samain sama celeng. Gimana-gimana celeng itu kan liar. Kalau saya kan terawat. Kelas sosial kita itu beda ya. Tapi ya namanya manusia emang suka sembarangan gitu sih. Ya aku sih cuma prihatin aja.
Kalau ini pertanyaan untuk anjing. Ini pertanyaan penting sih. Penasaran aja, kamu tahu nggak kalau namamu jadi makian itu yang paling variatif?
Anjing : Oh, iya? Apa aja emangnya, Mas?
Ya ada anjeng, anjir, asu, anzeeeng, anying. Banyak pokoknya.
Anjing : Oooh…
Berarti kamu baru tahu ini?
Anjing : Guk
Hah? Apaan itu artinya?
Anjing : Itu artinya, iya, Mas. Hadeh, gitu aja perlu dijelasin.
Kalau kebiasaan kamu yang suka kencing mengangkat satu kaki belakang itu? Boleh tahu nggak atas dasar apa sih hal itu jadi kebudayaan di dunia anjing?
Anjing : Ya biar nggak kecipratan aja, Mas.
Emang kenapa kalau kecipratan? Kan nggak apa-apa juga?
Anjing : Ya najis dong. Mas-nya ini gimana sih?
Oh, iya ya.
Anjing : %#$@&%@$@%#$@%!
Kalau monyet, kenapa suka pisang? Kenapa nggak durian gitu?
Monyet : Durian lebih mahal aja sih, Mas.
Ya kali kamu makan durian pakai bayar segala. Jawab serius, Nyeeeet.
Monyet : (Nahan cekikikan) susah dong, Mas, buka duriannya. Emang sampeyan pernah lihat monyet makan durian? Prinsip aku sih yang simpel-simpel aja buahnya.
Nggak tertarik gitu makan daging?
Monyet : Kebetulan lagi ikut program vegetarian sih, Mas. Jadi lagi diet.
Nah, terakhir ini. Kami bangsa manusia itu kan sering pakai nama-nama kalian untuk makian, kalau makian di tempat kalian ada nggak sih?
Monyet : ….
Babi : Ngok.
Anjing : Guk.
BACA JUGA Kami Menemui Pohon Sengon yang Dibela Fadli Zon soal Kriminalisasi Pohon