MOJOK.CO – Setelah penyataan dr. Terawan kembali jadi judul berita online, ini adalah waktu yang tepat buat bertanya kenapa Jokowi pilih Terawan sebagai Menkes sih?
Setelah pandemi corona mengobrak-abrik negara kita, dr. Terawan sempat tidak begitu eksis di depan kamera dan meladeni pertanyaan wartawan. Padahal sebelumnya, beliau termasuk menteri yang nggak susah buat ditanya-tanya. Saya bahkan sempat skeptis dan mengira dr. Terawan diculik alien dan digantikan sama boddy double-nya. Seriusan saya pernah nulis teori konspirasinya.
Tapi belakangan, pasca aksi marah-marah Jokowi yang jadi kekagetan umat, dr. Terawan tampak kembali ‘terjun’ dan muncul di media. Sayangnya beliau masih sama, pernyataannya sungguh memancing jurnalis untuk bikin judul berita yang menggemaskan. Dan memang gemes beneran sih. Terakhir, dr. Terawan bilang kalau serapan anggaran corona rendah karena pasiennya sedikit.
Hah? Rahang saya jatuh ke lantai.
Sebenarnya momen ini adalah saat yang tepat untuk mempertanyakan; kenapa ya Jokowi pilih Terawan sebagai Menteri Kesehatan? Secara… pandemi corona juga nggak lantas membuat dr. Terawan merancang langkah-langkah yang mencerahkan. Alih-alih mengatasi pandemi, yang kita lihat di televisi lagi-lagi Achmad Yurianto.
Hari ini (16/7) Koran Tempo menyematkan sebuah cover yang begitu mak dheg bertuliskan “Terawan Ditinggal Pasukan”. Sejumlah pejabat eselon 1 dan eselon 2 di Kementrian Kesehatan mengundurkan diri dan beralih menjadi pejabat fungsional dokter ahli. Menurut keterangan dari pihak dr. Terawan, pergantian, promosi, dan mutasi itu hal yang biasa. People come and go lah ya~
Tapi menurut sumber lain, beberapa aksi pengunduran ini justru dipicu karena tekanan kerja yang berat dan tidak sepaham dengan beberapa kebijakan kontroversial dari atasan. Wow. Saatnya bertanya lagi, kenapa sih Jokowi pilih Terawan jadi Menkes?
Kita mundur saja dulu ke tahun 2019, saat sebelum semua kekacauan 2020 ini terjadi. Saat pelantikan menteri, Jokowi pilih Terawan sebagai Menteri Kesehatan karena beberapa alasan. Silakan diperhatikan baik-baik kalimat Pak Jokowi yang disampaikan pada 23 Oktober tahun lalu berikut.
“Menteri ini titik beratnya lebih pada pengelolaan, lebih kepada manajemen. Baik itu manajemen anggaran, baik itu manajemen personalianya yang ada di Kementerian Kesehatan, baik manajemen mendistribusikan anggaran agar betul-betul bisa dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.”
“Kita ini selalu berada dalam posisi bencana dan ancaman endemik di Indonesia masih ada. Saya lihat waktu beberapa kali saya undang, orientasinya adalah preventif. Itu yang akan lebih dititikberatkan. Artinya yang berkaitan dengan pola hidup sehat, pola makan yang sehat, olahraga yang sehat, bukan titik beratnya pada mengurusi yang telah sakit. Membuat rakyat kita sehat. Saya kira itu.”
Nani?
Sebenarnya Jokowi memilih dr. Terawan karena ancang-ancang bakal terjadi endemik. Walau yang terjadi justru lebih parah, yaitu pandemi, tapi orientasi preventif yang dibilang Jokowi seolah nggak ada bau-baunya. Ingatkah kalian waktu negara lain habis shock karena virus corona, negara kita malah berniat mendatangkan banyak wisatawan buat liburan?! Preventif dari Hong Kong!
Tarik napas, menenggak kopi dulu.
Baiklah kalau melihat alasan Jokowi di tahun 2019 cuma memicu kita geleng-geleng, mungkin kita bisa lihat titik terang kalau kepoin profilnya dr. Terawan. Sehingga dari sini bisa dipetakan kenapa Jokowi pilih Terawan sebagai Menkes.
Banyak yang bilang dr. Terawan itu keren, the one and only. Ya betul. Beliau adalah dokter militer yang akhirnya jadi menteri, ini jarang banget terjadi. Terakhir kali dokter militer menjabat di Kemenkes adalah tahun 1978-1988, dr. Suwardjono Surjaningrat dan saya rasa kita maklum karena itu terjadi sebelum reformasi. Sebelumnya dr. Terawan merupakan Kepala RSPAD Gatot Subroto dan Ketua Tim Dokter Kepresidenan. Mungkin udah kenal baik sama Pak Jokowi juga, Guys.
Membahas soal profil dr. Terawan, kayaknya kita nggak boleh melewatkan soal hebohnya Terawan Theory. Terdengar sangar memang, tapi cukup kontroversial pada masanya. Kala itu dr. Terawan membuat sistem ‘cuci otak’ bagi penderita stroke. Prosedurnya memang bukan dengan ngebakar tisu kayak Uya Kuya, lebih ilmiah kok, tapi metode ini sempat membuat Majelis Kehormatan Etik Kedokteran memberi rekomendasi sanksi atas pelanggaran etik berat.
Selain dianggap tidak berhati-hati dalam mengumumkan dan menerapkan penemuan teknik pengobatan baru, metode ‘cuci otak’ bisa menimbulkan kesalahpahaman dan keresahan di masyarakat. Bahkan dr. Terawan dianggap melanggar Pasal 4 Kode Etik Kedokteran Indonesia “Seorang dokter wajib menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat memuji diri.”
Mungkin beliau habis bertanya pada cermin ajaib, “Mirror, mirror on the wall, siapakah dokter paling kece?”
Akibatnya ada pemecatan selama 12 bulan dari keanggotaan IDI sejak 26 Februari 2018 hingga 25 Februari 2019 terhadap dr. Terawan. Walau pada akhirnya metode ‘cuci otak’ ini akhirnya dipatenkan dengan sebutan Terawan Theori. Daebak. Apakah karena ini Jokowi pilih Terawan sebagai Menkes?
Kita nggak akan pernah tahu. Untuk menerapkan positif thinking yang walau ngeselin tapi tetap digembor-gemborkan sama motivator, anggaplah dr. Terawan sekarang sedang bereskperimen. Beliau lagi bodo amat sama omongan publik dan sedang menyusun suatu formula yang bakal sama ampuhnya kayak vaksin Gundala. Beliau lagi cosplay jadi menteri yang sekontroversial teorinya, aslinya mungkin lagi usaha keras banget. Saking kerasnya sampai kita nggak tahu apa yang sebenarnya sedang diusahakan.
Jadi, kenapa Jokowi pilih Terawan jadi Menkes boleh jadi cuma pertanyaan retoris.
BACA JUGA Uang Pemda 170 Triliun Teronggok di Bank, Saatnya untuk Tidak Irit atau artikel lainnya di POJOKAN.