Unpopular Opinion: Melarang Teman Menikah karena Dia Memang Belum Pantas Menikah

MOJOK.CO Bukannya nggak mau melihat teman bahagia, tapi kalau kamu merasa perlu melarang teman menikah, kenapa nggak beneran dicoba aja?

Terlepas dari membosankannya pertanyaan “Kapan nikah?” dan kabar soal teman menikah yang frekuensinya meningkat memasuki usia 25, gagasan akan sebuah pernikahan memang sedikit banyak menggoda kaum manusia. Sayangnya, beberapa pernikahan yang sudah ada justru menjadi contoh buruk yang mengerikan.

Coba ingat-ingat, sudah berapa banyak berita soal kekerasan yang dilakukan suami kepada istrinya (atau sebaliknya) yang pernah kamu baca? Yang terbaru, ada dua kasus yang bakal bikin kamu bergidik: Seorang suami tega membunuh dan membakar istrinya sendiri.

Di Banjarnegara, seorang suami bersikap sangat egois. Karena nggak mau sendirian terbakar api (cemburu), lelaki ini menyiramkan bensin ke tubuh istri sirinya, yang langsung disambar dengan lampu sentir menyala.

Iya, dia membakar istri sirinya sendiri.

Lelaki lain, di Kramat Jati, Jakarta Timur, melakukan hal yang tak kalah membangkitkan emosi.  Setelah membunuh istrinya sendiri gara-gara cekcok, ia berniat bunuh diri bersama anaknya yang masih kecil. Tapi ujung-ujungnya, dia memilih untuk menyelamatkan diri dan meninggalkan buah hatinya terbakar hidup-hidup—meski akhirnya bisa diselamatkan dengan 80% luka bakar di hidupnya.

Maksud saya, dari banyak hal di dunia ini yang bisa dibakar, kok ya ada-ada saja sih laki-laki yang memilih membakar istri dan anaknya sendiri? Heran!

Kejadian-kejadian ini bukan kejadian yang benar-benar asing. Sekali lagi, ada banyak berita-berita KDRT di media massa, mulai dari yang berakhir luka-luka hingga meninggal dunia. Kalau sudah begitu, apa iya niat menikah orang-orang, termasuk kamu-kamu sekalian, tetap kokoh dan tidak goyah??? Hmm???

Kalau menurut saya, daripada kita terus-terusan “memproduksi” pelaku dan korban KDRT, solusi paling awal yang bisa dilakukan adalah…

…melarang teman menikah.

Tunggu, tunggu, jangan protes dulu. Lagian buat apa, sih protes-protes, ha mbok sekali-sekali kontrates-kontrates. Hehehe.

Oke. Itu garing. Lanjut.

Apa yang dimaksud dengan “melarang teman menikah”? Lagian apa, sih, hak masing-masing dari kita untuk ngelarang-larang teman menikah???

Percayalah, walau saya menulis “melarang teman menikah”, saya tetap ingin teman-teman saya menikah dan bahagia (yang sudah mereka lakukan). Hanya saja, ada beberapa teman dekat yang sudah kita pahami betul baik dan buruknya, bahkan kadang kitanya sendiri jauh lebih memahami dirinya, daripada ia memahami dirinya sendiri—apalagi calon istri atau suaminya.

Karena sudah paham sifat dan wataknya, kita seolah sudah bisa menebak kelakuan si teman dalam menghadapi masalah. Dari tebakan ini, kita pun bisa memperkirakan seberapa besar sabar yang harus dimiliki pasangannya. Tentu bagus kalau mereka sabar beneran, tapi gimana kalau nggak?

Tidak semua teman menikah saat siap. Beberapa hanya melakukannya karena target menikah yang mengada-ada atau sebab gengsi. Sebagian orang merasa menikah adalah pencapaian, sementara sebagian lain melakukannya karena menikah adalah agenda formal yang harus dilewati.

Dan, sadar atau nggak, perasaan-perasaan inilah yang bisa mengancam pernikahan di masa depan—termasuk nasib pernikahan teman kita.

Jadi, demi keberlangsungan kedamaian masyarakat dan minimalisasi pelaku serta korban KDRT, kalau kamu punya teman yang kamu tahu betul bahwa sesungguhnya dia belum siap menikah, plis, tolong pegang pundaknya keras-keras. Tatap matanya dalam-dalam. Ajak bicara empat mata sambil pesan es kopi di coffee shop ternama sekalian, biar tetap kekinian kayak mahasiswa.

Dengarkan pikirannya. Kalau kamu merasa dia cuma bakal berkontribusi dalam kejadian-kejadian bodoh dan brengsek di dunia setelah pernikahan, tolong buat dia memikirkan ulang rencanya pernikahannya yang buru-buru.

Kalau kamu tahu betul dia belum siap menikah, yakinkan dia untuk melakukannya HANYA saat dia benar-benar ingin dan siap.

Yah, itung-itung, gerakan “melarang teman menikah” demi kebaikan ini juga bisa sedikit menguntungkanmu, kan? Kalau ada yang tanya (lagi) “Kapan nikah?”, kamu jadi nggak perlu menderita sendiri. Hehe.

Exit mobile version