MOJOK.CO – Kata siapa di dunia kerja nggak ada yang tanya soal skripsi?! Gini nih kalau terlanjur menganggap skripsi formalitas buat lulus doang.
Beberapa mahasiswa yang sudah hampir nggak ada harapn sering dapat perkataan, “Udah lah, nggak usah terlalu idealis yang penting lulus.”
Kalimat itu ada benarnya, tapi bukan berarti ngerjain skripsi formalitas buat lulus doang, lalu hasilnya dilupakan dan dihempas dari ingatan. Orang yang bilang begitu ke kamu maksudnya ingin menghibur dan membantu memotivasi biar tugas akhirmu segera selesai.
Saya rasa konsep soal ‘skripsi formalitas’ yang sebenarnya cuma alat buat lulus doang itu menyalahi keluhuran ilmu. Wuuush. Tapi seriusan, saya akui sebenarnya ngerjain skripsi adalah sebuah fase hidup dan cara pendewasaan yang baik.
Kesabaran buat revisi, mengakui kesalahan, mandiri buat ambil data penelitian, dan bertanggung jawab buat menyelesaikannya adalah seminim-minimnya hikmah dari ngerjain skripsi. Makanya kalau boleh kasih saran sih, mending kamu ngerjain skripsinya yang serius, Bor. Sambil dihayati dan mawas diri gitu.
Perkara ada orang yang bilang skripsi aslinya cuma formalitas, mending jangan didengerin. Sejauh ini, hingga bertahun-tahun saya lulus, skripsi perjuangan yang hasilnya nggak seberapa masih sering ditanyai. Judul skripsi yang pernah kamu bikin memang nggak perlu dicantumkan di CV, tapi kemungkinan bakal ditanyai saat wawancara kerja.
Utamanya jika kamu mendaftar kerja yang sesuai dengan jurusanmu, seberapa kamu mencintai bidang itu bakal kelihatan dari jawabanmu soal skripsi. Biasanya HRD bakal tanya, “Dulu jurusannya HI ya, Mas, wah keren. Skripsinya soal apa ngomong-ngomong?”
Pertanyaan kayak gini kalau dijawab asal bisa langsung dicoret dari daftar kandidat.
Menggali data, menarik kesimpulan, dan mempelajari metode-metode penelitian itu berguna banget jika suatu saat kerjaan kalian berkaitan dengan literasi. Kalau pun nggak berkaitan, setidaknya kemampuan nalar terasah dengan baik gitu lo, Cah. Maka jadilah tenaga kerja handal yang sebulan kerja bisa dapet promosi.
Belum lagi kalau kamu memutuskan untuk melanjutkan kuliah pascasarjana. Mau itu duit beasiswa atau biaya sendiri, pertanyaan dosen mata kuliah Metode Penelitian bakal sama; dulu waktu S-1 skripsinya ngebahas apa? Lalu kamu disuruh presentasi singkat dan cerita ke semua teman sekelas soal skripsimu. Kalau skripsi cuma formalitas dan dari judulnya aja udah nggak niat, malu dong, Hyung.
Begini, menyelesaikan skripsi lebih cepat memang lebih baik. Semua harusnya setuju dengan ini. Kelamaan di kampus selain buang-buang waktu juga buang duit buat biaya kos dan semesteran. Tapi bukan berarti skripsi itu ajang kebut-kebutan dan pokoknya asal kelar terus dahlah bubar. Percuma ngambil 6 SKS ditambah proposal cuma buat ugal-ugalan.
Seharunsya pujian buat teman-teman sarjana itu bukan “lulus tepat waktu” tapi “lulus di waktu yang tepat”. Perkara ngerjain skripsinya lama karena males dan bisanya rebahan sepanjang tahun, maaf ini beda lagi pembahasannya, ini berarti ndableg.
Ngerjain skripsi secara konkret mengajarkan kita buat bisa melakukan penelitian dan riset dengan serius. Kita juga dituntut buat ngasih urgensi kenapa kita pilih topik-topik tertentu. Ini mengajarkan bahwa sesuatu yang kita lakukan dengan serius harusnya punya tujuan yang jelas. Masa udah ngerjain susah-susah tapi nggak ngasih kontribusi apa-apa sama keilmuwan, mending nyanyi lagunya Maudy Ayunda. Untuk apa~
Skripsi formalitas adalah cara orang-orang bersembunyi dari ketidakmauan buat belajar. Kalau sudah terlanjur ngerjain asal ya paling nggak kamu harus tumbuh sebagai orang kaya raya. Biar nanti kamu bisa membeli ‘waktu dan kesempata’ yang sempat kamu sia-siakan waktu ngerjain skripsi.
BACA JUGA Akibat Pandemi, Motivasi Mahasiswa buat Wisuda juga Ikutan Surut atau artikel lainnya di POJOKAN.