Siapa Sih yang Ngajarin Bangga Jadi Playboy dan Tukang Ghosting? Perbuatan Jahat Kok Disombongin

ilustrasi Siapa Sih yang Ngajarin Bangga Jadi Playboy dan Tukang Ghosting? Perbuatan Jahat Kok Disombongin mojok.co

ilustrasi Siapa Sih yang Ngajarin Bangga Jadi Playboy dan Tukang Ghosting? Perbuatan Jahat Kok Disombongin mojok.co

MOJOK.CO – Bisa-bisanya ada orang yang nggak malu dapat predikat playboy dan tukang ghosting. Kalian mudeng kejahatan menyakiti orang lain nggak sih?

Biasanya, ada aturan nggak tertulis di masyarakat bahwa siapa pun yang punya kelakuan merugikan, adalah orang-orang yang nggak patut ditiru. Mulai dari kriminal kayak pencuri, koruptor, pembunuh, sampai merugikan dalam level moral kayak tukang gosip, tukang fitnah, dan tukang ngibul. Semuanya adalah label buruk dan barang siapa dicap sebagai salah satu yang merugikan, biasanya mereka bakal malu dan dikucilkan. Tapi, mengapa oh mengapa, kalau merugikan dalam level hati dan perasaan kayak playboy dan tukang ghosting, kok bisa-bisanya sih jadi kebanggaan?

Sebuah video yang wara-wiri di lini masa media sosial saya memperlihatkan cowok yang bertanya kepada cowok lain perihal apakah ia pernah ngeghostingin cewek. Tak dinyana, dengan bangga si cowok yang ditanya pun menjawab bahwa memang “level” dan seleranya itu tinggi dan ghosting adalah makanannya sehari-hari. Jujur saya nggak pengin bagi-bagi videonya karena saya takut pembaca Mojok jadi nggak tahan buat ngatain jamet.

Bekat video itu, saya jadi mikir, kok bisa sih playboy, tukang ghosting, pemain hati, dan berbagai perbuatan yang merugikan perasaan itu masih punya citra yang “keren” di masyarakat?

Suatu saat kawan saya yang kerap dijuluki “predator” karena nemplok sana-sini, cuddle sana sini, sekarang si A besok sama si B, saya tanyai perihal petualangan cintanya. “Kok bisa gitu kamu hari ini sama A besok sama B, gonta-ganti pasangan, apa nggak pernah ada yang baper?”

“Ya sering, Yeng.” Jawabnya santai kayak nggak punya dosa. Begitu tahu saya kenal playboy sebejat itu sebenarnya saya agak menyesal. Kok ya orang ini saya kawani sih. Namun, sebab masih penasaran, saya mencoba mengulik percintaan dan perlendiran yang ia hadapi.

“Bagiku cewek itu kayak piala. Kalau dia sudah kuajak masuk kamar, dia bisa aku ‘pajang’. Cewek yang baper memang merepotkan, tapi mereka tetap piala. Suatu kebanggaan ketika bisa menaklukan orang lain.”

Rasanya pengin ngamoook seketika karena si kawan saya ini menyamakan perempuan dengan piala, dengan sebuah benda, tapi emang anggapan masyarakat yang seprimitif ini masih nemplok di masyarakat. Objectifying other persons at its finest. Saya nggak bisa melawan kebobrokan pola pikirnya. Saya cuma bisa misuh, badjiguuur!

Saya benar-benar nggak tahu sejak kapan menjadi playboy, tukang ghosting, tukang selingkuh, dan sebagainya itu jadi hal yang bisa dibanggakan di tongkrongan, bahkan oleh kawan saya sendiri di seolah-olah mengoleksi piala. Tapi, saya tahu dengan pasti bahwa mempermainkan hati orang adalah perbuatan abusif yang dampaknya nggak main-main. Masih mending kalau cewek yang diajak “ngamar” sama kawan saya itu penganut hidup bebas yang nggak peduli apa pun sehingga perasaannya tidak tersiksa karena baper. Lah, kalau malah dapat yang menuntut adanya komitmen gimana? Waktu ditagih penjelasan, nanti kabur lagi kabur lagi. Hadeeeh, udah playboy, tukang ghosting pula. Pusing.

Tukang selingkuh juga nggak beda jauh. Apa pas lagi selingkuh mereka nggak mikir ada orang lain yang sedang menunggunya pulang dengan pelukan? Apa nggak kasihan sama pasangan yang menyayangi dengan tulus, tapi malah ditinggal yang-yangan sama orang lain? Mikir dah woy.

Sebenarnya, konsep menyombongkan diri sebagai heartbreaker juga berlaku dalam hubungan yang kandas. Mereka yang “diputusin” seolah-olah dianggap lebih hina daripada mereka yang “mutusin”. Padahal kita nggak pernah tahu siapa yang sudah berjuang paling keras selama ini. Heartbreaker itu setidaknya memenuhi syarat sebagai orang yang punya kelakuan merugikan di masyarakat. Meskipun levelnya personal, mereka tetap sudah membuat orang lain menderita. Jika tindakan yang dilakukan heartbreaker ini keterlaluan, akibatnya bisa bikin pasangan atau orang lain mengalami hambatan psikologis. Mulai dari nggak percaya diri, menyalahkan diri sendiri, sampai keinginan untuk mengakhiri hidup. Makanya kalau punya hubungan interpersonal, kita perlu hati-hati dan nggak sakpenak udele dhewe. Ada aturan dan kesepakatan yang dibentuk di awal. Cara dalam berkomunikasi juga harus benar. Bilangnya sih teman biasa, tapi tiba-tiba kecup kening, tanya udah makan apa belum, ngajakin bahagia bareng. Duh, smash aja laklakannya.

Seharusnya mulai sekarang orang-orang udah paham betul bahwa yang namanya heartbreaker ya perbuatan merugikan. Jadi playboy dan tukang ghosting bukanlah sebuah predikat yang layak dibanggakan. Tukang selingkuh apalagi. Di tongkrongan, orang-orang yang berbangga diri jadi buaya darat kayaknya perlu diperiksa lagi isi kepalanya. Mana ada perbuatan merugikan orang lain jadi kebanggaan? Aneh.

Lagi pula, nggak semua heartbreaker itu cakep, ini adalah stigma sesat. Justru, kebanyakan heartbreaker adalah mereka yang nggak good looking, tapi mencari legitimasi karena bisa mencampakan orang lain. Mereka mungkin punya masalah dengan diri mereka sendiri sehingga prestasi yang dia banggakan hanyalah dengan menyakiti orang. Hadeeeh, pengin dianggap good looking kok harus merugikan.

BACA JUGA Pengakuan dari Pelaku dan Korban Ghosting: Apa yang Kamu Lakukan Itu Jahat! dan tulisan rubrik POJOKAN lainnya.

Exit mobile version