MOJOK.CO – Kesalahan grammar bahasa Inggris dan kesalahan berbahasa Indonesia seharusnya hal yang wajar saja. Tapi, kita berubah jadi hakim ketika kesalahan itu terjadi.
Kenapa bullying karena salah grammar bahasa Inggris dan Indonesia masih aja terjadi? Salah satu yang bikin sedih banget ketika seseorang “sedang berusaha” adalah dirundung. Namanya aja usaha, pasti belum sampai ke titik sempurna. Wajar kalau masih sering terjadi kesalahan.
Kita semua tahu kalau Bahasa Inggris bukan bahasa pertama orang Indonesia. Bagi beberapa orang, bahasa ini malah jadi bahasa ketiga atau keempat setelah bahasa ibu. Misalnya, saya orang Jogja, tentu bahasa ibu yang pertama saya pelajari adalah bahasa Jawa. Setelah itu, baru bahasa Indonesia. Bahasa Inggris menjadi bahasa terakhir yang saya pelajari.
Lha gimana mau menguasai grammar bahasa Inggris, masih banyak dari kita yang kesulitan menguasai bahasa Indonesia. Misalnya dari yang dasar seperti penulisan sebuah kata baku, lalu pemahaman pentingnya keberadaan predikat di dalam sebuah kalimat, kesalahan penggunaan tanda baca, dan lain sebagainya.
Misalnya di pengalaman saya sendiri sebagai penulis artikel sepak bola. Banyak bahan berguna yang hanya bisa saya temukan di media luar. Tentu saja, media luar nggak mungkin pakai bahasa Jawa. Mereka pakai salah satu bahasa yang paling banyak digunakan di dunia, bahasa Inggris. Menerjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia bukan perkara gampang.
Menerjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia yang “bisa berbunyi” butuh pengalaman. Memahami konteks paling utama, bukan menerjemahkan kata per kata. Makanya, Google translate bukan alat paling baik untuk belajar. Kalau sekadar untuk “mengetahui” saja memang sudah cukup. Mengalihbahasakan menjadi sesuatu yang bisa dipahami itu masalah lain.
Oleh sebab itu, sering terjadi sebuah akun fans sebuah klub membagikan berita dengan susunan kalimat yang sulit dipahami. Kritik menjadi penting karena membuat kita tahu apa dan bagaimana memperbaiki kesalahan. Ingat, ya, kritik, bukan meledek, bahkan merundung. Kalau sudah merundung itu namanya brengsek betul.
Salah grammar bahasa Inggris itu wajar
Kesalahan grammar bahasa Inggris itu dibedakan menjadi dua. Ini bukan menurut saya, tetapi istri saya yang kok ya kebetulan guru bahasa Inggris. Menurut dia, kesalahan grammar bahasa Inggris dibagi menjadi dua, yaitu error dan mistake.
Kesalahan dalam konteks error adalah kesalahan yang lazim terjadi kepada orang yang sebetulnya sudah menguasai dasar-dasar bahasa Inggris. Misalnya dia berusaha ngomong dengan susunan grammar bahasa Inggris yang benar. Tapi, terjadi sebuah kesalahan dan langsung dia koreksi sendiri.
Sementara itu, konteks mistake, misalnya terjadi kepada orang yang memang belum tahu atau menguasai grammar bahasa Inggris yang benar. Kenapa? Biasanya, sih, disebabkan oleh kurangnya pemahaman akan grammar bahasa Inggris atau memang belum mendapatkan pelatihan yang cukup. Singkatnya, kurang pengalaman.
Nah, semakin jelas, bukan. Kata pengalaman artinya sebuah proses manusia menyerap sesuatu dan menjadikan sebuah pengetahuan sebagai miliknya sendiri. Seperti yang saya jelaskan di atas, di sini sangat rentan kok kalau kesalahan terjadi. Makanya, jadi wajar kalah salah grammar bahasa Inggris sering terjadi.
Masalahnya adalah, kesalahan sebagai bagian dari proses nggak dipikirkan oleh orang-orang yang merasa sudah jago. Dari sini lahir yang namanya “polisi bahasa”. Kalau sekadar dibetulnya, sih, wajar. Sesuatu yang salah memang harus dibuat betul. Namun, karena alasan tertentu, orang yang lebih jago memilih kalimat yang justru menyakiti.
Contohnya kaya ini. pic.twitter.com/Ai7wAShHCV
— Mariza (@iamMariza) April 16, 2019
Terkadang, alasan tertentu yang saya maksud adalah buat caper aja. Mengumpulkan likes dan RT sebanyak mungkin dari mencari kesalahan orang lain. Orang yang merasa sudah melakukan kesalahan grammar bahasa Inggris menjadi minder. Kalau sudah minder, gimana mereka mau menggunakan pengetahuannya untuk praktik?
Sering terjadi juga, lingkungan yang tidak mendukung menjadi alasan. Terutama kita bicara media sosial yang dijejali “hakim manusia”. Menurut istri saya, bullying karena kesalahan berbahasa Inggris sangat jarang terjadi di lingkungan pendidikan. Logikanya, pengetahuan mereka akan grammar saja kurang, ngapain mau meledek orang lain.
Media sosial memuat banyak orang dengan latar belakang usia dan level of grammar skill. Makanya, sangat wajar kalau satu dan lainnya berbeda kemampuan. Sudah begitu kenyataanya, tetapi banyak yang caper dengan menghakimi seseorang karena kemampuan bahasa.
Dari penjelasan di atas bisa ditarik sebuah kesimpulan:
“Kadang it’s not fair kalo org nge-judge grammar org lain kalo belum liat dari background grammar skill-nya dulu,” kata my love.
BACA JUGA Harus Banget, ya, Menegur Grammar Bahasa Inggris Orang Lain? Atau tulisan lainnya dari Yamadipati Seno.