MOJOK.CO – Satpol PP, tugasmu menjadi pamong. Jadi, tolong asuh kami, didik kami, tapi jangan bentak kami. Perut kami lapar ketika lapak kami dibuat bubar.
Ketika melihat potongan video Satpol PP memukul pemilik warung yang tengah hamil, saya merasa biasa saja. jujur saja, saya tidak merasakan kegeraman atau kesedihan. Saya juga heran kenapa merasa seperti ini. Butuh waktu agak lama bagi saya untuk menemukan jawabannya.
Salah satu pikiran yang melintas di benak saya adalah betapa dekatnya Satpol PP dengan anggapan galak. Yah, tentunya kamu bisa menebak dari mana pikiran ini berasal. Betul, sejarah penertiban PKL, misalnya. Banyak yang terekam oleh kamera wartawan ketika para petugas melakukan perusakan dagangan.
Jujur ya, saya tidak tahu SOP dari Satpol PP. Apakah memang harus menunjukkan ketegasan sampai melakukan perusakan? Saya sendiri tidak yakin ada perintah seperti itu. Apakah hanya karena ingin terlihat tegas sampai harus merusak dagangan? Saya juga tidak tahu.
Satu hal yang pasti, ketika Satpol PP melukai pemilik warung yang tengah hamil, pemikiran saya tidak salah. Yaitu mereka terlalu dekat dengan anggapan galak, bahkan, ya maaf, bengis. Apakah memang harus begitu? Harus dengan show of force?
Ternyata tidak harus begitu, kok. Di Semarang, ketika PPKM, Satpol PP bisa bekerja dengan hati yang riang dan benar-benar memberi rasa aman.
Adalah Fajar Purwoto, Kepala Satpol PP Kota Semarang, melakukan penertiban dengan cara yang asyik. Fajar memborong dagangan milik Menik, pemilik lapak di Jalan Kolonel Sugiono, Kelurahan Dadapsari, Semarang Utara. Tidak ada yang dibentak, tidak ada yang merasa terintimidasi.
Nggak cuma memborong dagangan Menik, Ketua Satpol PP itu juga membeli lapak milik Menik. Total, Fajar membayar Rp1.200.000 untuk makanan dan lapak milik Menik. Kata Fajar: “Pedagang di sini butuh hasil, makanya saya beli.”
Saya tidak ingin membenarkan atau menyalahkan aksi Ketua Satpol PP Semarang ini. Yang ingin saya tegaskan adalah menertibkan pedagang itu bisa dilakukan dengan cara yang asyik, nggak perlu membentak, apalagi memukul.
Kebetulan, di dekat rumah saya, ada seorang ibu yang membuka lapak angkringan. Beberapa kali saya mampir untuk membungkus gorengan dan es teh. Dulu, angkringan ini buka sampai hampir tengah malam. Kini, cuma buka dari siang sampai pukul 19.30.
Penjual angkringan ini sadar kok kalau lapaknya berpotensi membuat kerumunan. Oleh sebab itu, dia selalu menganjurkan pembeli untuk membungkus makanannya dan menutup angkringan tepat waktu. Kenapa begitu?
Ternyata, beberapa hari yang lalu, salah satu petugas Satpol PP Kota Jogja yang tengah tidak bertugas, pernah mampir untuk jajan. Petugas yang tidak diketahui namanya itu mengajak ngobrol pemilik angkringan. Tentu saja, salah satunya soal PPKM dan anjuran untuk tidak membuka angkringannya sampai tengah malam.
Hasilnya, pedagang mau “menurut” dengan anjuran itu. Semua pembeli disarankan untuk membungkus dan angkringan itu tidak lagi buka sampai malam. Artinya, pesan dari petugas, yang mewakili pemerintah daerah, bisa tersampaikan dengan baik dan pegadang tidak kehilangan pemasukannya.
Intinya, pesan yang disampaikan dengan baik, akan lebih diterima ketimbang disampaikan dengan suara tinggi dan kepalan tangan. Saya juga sadar kalau Satpol PP juga cuma melaksanakan perintah dari atasan. Sementara pedagang butuh pemasukan. Jadi, seharusnya, ada diskusi sehat di sana, bukan membentak, merusak, bahkan memukul.
Dear Satpol PP, pedagang tidak akan bandel terus berjualan jika negara ini menjalankan “tugasnya”. Ketika lapak mereka ditutup dengan paksa, apakah negara memberikan kompensasi? Bansos saja dikorupsi. Yang jahat tidak dihukum mati, malah minta belas kasih atas nama anak dan istri.
Ingat juga, sebagian besar lapak yang digulung petugas itu milik rakyat di bawah garis kemiskinan. Perut mereka kenyang hanya karena berdagang. Tidak ada sumber pemasukan lain.
Jadi, sesuai kata “pamong” di dalam unsur Satpol PP, tolong ‘asuh’ dan ‘didik’ kami para pedagang dengan cara-cara manusiawi. Tugasmu menjadi pengayom, tolong jangan bentak kami.
BACA JUGA Mereview Panther Dinas Polisi dan Kijang Satpol PP dari Kursi Belakang dan tulisan lainnya dari Yamadipati Seno.