Sarung, yang Membuat Kiai Ma’ruf Amin Terima Pinangan Jokowi

MOJOK.COKiai Ma’ruf Amin tetap mempertahankan gaya berbusana bersarung. Jokowi mengizinkannya. Gaya berbusana yang cocok untuk Pilpres 2019 mendatang.

Syarat, bagi beberapa orang sungguh perkara yang penting. Apalagi untuk hal-hal besar yang menentukan nasib jutaan manusia. Misalnya ketika seorang calon presiden mencari wakilnya. Seperti Jokowi, ketika “bergerilya” mencari pendamping untuk Pilpres 2019 sebelum akhirnya meminang Kiai Ma’ruf Amin sebagai calon wakil presiden.

Sepertu umumnya kiai, Ma’ruf Amin punya ciri khas berpakaian. Dari bawah, beliau mengenakan slop sebagai alas kaki. Naik ke atas, Ma’ruf Amin biasa mengenakan sarung dengan sebuah sabuk membelit pinggangnya. Tentu supaya sarung tersebut tidak melorot ketika mobile beraktivitas. Lalu, beliau juga suka mengenakan baju koko, jas, dan sorban melilit pundak. Peci tidak lupa tersemat di atas kepalanya.

Saking sudah cirinya begitu, yang ditanyakan Ma’ruf Amin ketika dipinang Jokowi sungguh spesifik. “Ketika diajak jadi calon wakil presiden, saya tanya: apakah saya kalau jadi wakil presiden harus ganti celana?” tanya sang kiai seperti dikutip oleh merdeka.com.

Seperti apa jawaban Jokowi? Ma’ruf Amin menirukan jawaban mantan Gubernur DKI itu secara langsung, “Oh tidak, pak kiai tetap seperti semula (bersarung).” Jawaban yang tentunya sungguh melegakan karena mengubah penampilan, bagi beberapa orang, sungguh sulit dilakukan, apalagi yang sudah menjadi ciri khas dirinya.

Bagi seorang santri, imam, guru, kiai, Ma’ruf Amin sudah nyaman dengan starter pack di atas: bersarung, bersandal slop, surban, dan peci. Jangan heran, cara berbusana ini punya filosofi yang sangat dalam, terutama sarung bagi laki-laki muslim.

Adalah Neyla Hamadah, seorang penulis, mengungkapkan makna sarung yang sangat cocok dengan filosofi Ma’aruf Amin sendiri. Jadi, Mbak Neyla, kurang lebih menulis seperti ini:

“Saya mengartikan filosofi sarung yang tanpa karet, atau tanpa resleting dan kancing. Kain sarung sangat sederhana. Namun, corak kain sarung sangat beragam dan detailnya apik. Seperti seharusnya pemikiran kita dalam bersosialiasai di tengah masyarakat yang kompleks seperti corak sarung. Bahwa kita hanya perlu berbuah baik dengan memberi manfaat kepada sesama,” tulis Mbak Neyla seperti yang ia tuangkan untuk beritagar.id.

“Digambarkan dengan tidak adanya atribut kancing dan resleting yang mengekang pergerakan badan. Artinya, kita semestinya bersikap fleksibel, tidak kaku dalam bergaul. Kemudian adanya ruang ketika kain sarung dipakai adalah sebuah pengibaratan untuk menerima dengan lapang dada apa saha yang menjadi permasalahan umat untuk dirasai bersama.”

“Gulungan kain di perut mengisyaratkan supaya kita tetap kuat menjaga silaturahmi bersama. Filosifi sarung yang penuh makna itu bisa kita jadikan kontemplasi akan kehidupan sosial kita yang makin hari makin gersang oleh kepentingan-kepentingan jangka pendek. Dari sebuah kain bahkan kita bisa belajar akan pentingnya menjaga silaturahmi antarsesama dengan sikap fleksibel. Sehingga memupuk persatuan dan kesatuan bangsa,” tutup Neyla.

Penjelasan Neyla sangat cocok dengan penjabaran Ma’ruf Amin bahwa santri tidak boleh kaku, tetap fleksibel di mana pun dia berada dan bekerja. “Gus Dur bisa jadi presiden. Santri tidak perlu ada rasa minder,” tegas Kiai Ma’ruf Amin. Apalagi, Jokowi, seperti disampaikan sang kiai, akan tetap menjaga tradisi bersarung. Kalau menang di Pilpres 2019, Ma’ruf Amin akan menjadi wakil presiden pertama yang mengenakan sarung di lingkungan istana.

Sang kiai menyampaikan pesan-pesan dalam safari politiknya sembari tetap mengenakan sarung. Beliau mengabarkan pesan bhineka tunggal ika, berbeda-beda seperti corak sarung tetapi tetap satu bagian. Sebagai kiai dan Rais Aam Nahdlatul Ulama, apalagi sebagai orang yang akan bertarung di kontestasi politik yang panas, pesan perdamaian ini sangat penting untuk terus digemakan.

Memberi contoh dengan perbuatan, dengan mempertahankan tradisi berbusana adalah contoh yang baik. Karena yang paling penting bukan semata busana, namun tindakan dan ketulusan hati untuk rakyat. Busana adalah simbol untuk menyampaikan maksud. Sarung, adalah simbol persatuan yang dipertahankan oleh Ma’ruf Amin.

Exit mobile version