MOJOK.CO – “Bagiku cowok yang begini udah red flag banget sih!” “Ah, bagiku nggak sih.” Berdebat saja sampai kiamat, maka kalian nggak akan sepakat.
Ada sebuah konten yang pernah menampar saya dan kawan-kawan penganut hubungan platonik di dunia ini. Seorang mbak-mbak tampak mantap menyatakan bahwa orang yang telah bertahun-tahun tidak menjalin ikatan pacaran, baginya adalah tanda-tanda red flag. Eh, macam mana ini jika bertahun-tahun yang lalu dia memang masih SD gimana dong? Lagian mereka yang memang pengin jomblo dan memang belum ada yang “melirik” seringnya nggak punya pilihan lain selain melajang. Begitu salah ya?
Buat yang nggak catch-up sama istilah kekinian, saya perlu kasih pemahaman dulu soal red flag. Secara literal memang artinya bendera merah. Jika kamu hobi nonton MotoGP, bendera ini sering dikibarkan saat cuaca tiba-tiba hujan deras nggak tertolong, atau ada beberapa rider yang kecelakaan dan dikhawatirkan membahayakan rider di belakangnya. Dengan kata lain, red flag dalam MotoGP berarti instruksi agar balapan dihentikan.
Red flag dalam hubungan punya arti yang sama walau konteksnya berbeda. Jika salah satu dari dua orang yang sedang pacaran maupun PDKT, merasakan sesuatu yang janggal sehingga mereka harus menghentikan hubungan, kejanggalan itulah yang disebut red flag. Istilah ini memang seringnya merupakan indikator intuitif seseorang tentang sesuatu yang perlu dipertanyakan. Sederhananya, jika kamu merasakan ada hal yang nggak bener dari partner romantismu, artinya kamu sedang ketemu bendera merah dan mendingan kamu berhenti.
Sayangnya istilah ini diartikan begitu saklek belakangan. Setelah muncul dalam produk hiburan, istilah “red flag” diartikan tidak secara lugu, seolah-olah ini sebuah istilah yang paten. Media sosial punya peranan besar dalam mempromosikan istilah yang ujung-ujungnya bikin pemahaman jadi ambyar. Seolah-olah seseorang dengan orang lain itu punya indikator yang sama soal hubungan interpersonal.
Banyak netizen yang kemudian membagikan pengalaman mereka soal batasan red flag yang mereka yakini. Setelahnya, mereka berdebat di kolom komentar bahwa hal itu bukanlah sebuah hal negatif bagi netizen lainnya.
Misalnya, netizen yang merasa bahwa PDKT dengan cowok jomblo yang saya ceritakan di awal. Sampai kiamat mungkin doi bersikeras nggak mau menjalin relasi personal romantis dengan seorang cowok yang sudah bertahun-tahun “vakum” yang-yangan. Tentu saja pernyataan ini kayak sengaja mengundang hujatan dari orang banyak, terutama dari mereka yang memang bertahun-tahun susah cari pacar.
Belum lagi argumen kontra yang menganggap bahwa jomblo tidak menurunkan kualitas seseorang dalam menjalani hubungan. Ini muncul sebagai bensin yang bikin persoalan red flag semakin membara.
Jika boleh saya katakan, saya jelas nggak setuju sama pernyataan bahwa yang pernah bertahun-tahun jomblo itu nggak layak dipacari. Menjalin hubungan nggak kayak menempuh pendidikan dasar yang kalau kamu mandeg, disarankan kejar paket buat mengejar ketertinggalan.
Tapi, lagi-lagi, itu adalah hak seseorang dalam menentukan mana hal yang baginya red flag dan mana yang bukan. Mau diperdebatkan sampai cepirit juga jawaban dia sama, jawaban kita sama. Apalah hak kita buat mendikte preferensi intuitif seseorang.
Di media sosial, istilah red flag jadi sesat karena menjamah hal-hal receh dalam hubungan. Selain sering didebat, ia juga terlalu banyak digunakan pada terma-terma nggak penting. Saya nggak sekali dua kali mendengar bahwa seseorang dituduh sebagai “cowok red flag” hanya karena nggak gercep balas WhatsApp. Bahkan cap “red flag” itu sendiri terdengar menyeramkan karena seolah-olah menyifati seseorang dengan saklek. Layaknya cap fakboi dan sadboi yang juga sudah overused itu. Seseorang dengan cap bendera merah dianggap nggak layak dikencani. Padahal konsepnya kan nggak begitu, Maemunah!
Hubungan interpersonal itu nggak punya guideline teori yang pasti kayak matematika. Seseorang yang buruk buatmu mungkin bisa sangat dicintai orang lain. Entah karena si orang lain punya sikap narimo ing pandum atau memang mereka punya kesamaan dalam keburukan.
Yang goblok itu berdebat soal batasan-batasan red flag, padahal indikator di dalamnya bersifat intuitif. Kecuali nih, kalau memang pasangan kalian sudah bolak-balik bohong, ghosting, sampai nggak ngasih kepastian dan kalian tetap mengibarkan bendera hijau. Artinya yang pegang bendera memang lagi mabok ciu, cinta untuk u.
BACA JUGA Terlalu Banyak Red Flag dalam Hubungan, Seorang Pacar Kibarkan White Flag dan artikel AJENG RIZKA lainnya.