MOJOK.CO – Di dalam berkas gugatan ke MK, BPN Prabowo menyebut Jokowi itu neo-Orba. Sebuah tuduhan yang membuat gugatan ini sebagai yang terburuk.
Beberapa hari yang lalu, ketika tim BPN Prabowo memasukkan gugatan Pilpres ke Mahkamah Konstitusi, netizen menyorot betul soal bukti yang dilampirkan. Total 51 bukti yang dilampirkan, sebanyak 34 bukti berupa tautan berita online. Banyak yang mencibir, terutama pendukung Jokowi, lantaran berita online dianggap tidak bisa mendukung argument ketika persidangan nanti.
Tautan berita online itu digunakan sebagai bukti atas dugaan kecurangan yang meliputi penyalahgunaan anggaran, ketidaknetralan aparat negara (Polri, TNI, dan intelijen), penyalahgunaan birokrasi dan BUMN, pembatasan kebebasan media dan pers, serta diskriminasi perlakuan dan penyalahgunaan penegakan hukum. Intinya BPN Prabowo berusaha meyakinkan hakim bahwa ada kecurangan yang Terstruktur, Sistematis, dan Masif (TSM). Here we go again…
Nah, apakah benar, bukti yang dilampirkan dalam gugatan kecurangan Pilpres itu tidak boleh menggunakan tautan berita online? Jawabannya tentu saja boleh.
Tenang, Pak Prabowo, orang yang insecure duluan memang sering begitu. Sidang saja belum kok sudah congkak, memandang ringan berita online. Apalagi kalau tautan dari VOA-Islam atau Arrahmahnews. Sudah terjamin itu ANUNYA. Heuheuheu…
Lha wong penggunaan berita online itu didukung oleh Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 4 Tahun 2018 tentang Perselisihan Hasil Pemilu Presiden. Fadli Ramadhanil, peneliti pemilu dari PERLUDEM menjelaskan akan hal itu.
“Kalau bisa atau tidak link berita itu dijadikan bukti, jawabannya bisa. Enggak apa-apa, kan memang alat bukti itu ada beberapa jenisnya,” kata Fadli seperti dikutip oleh Tirto.
Fadli juga menjelaskan isi Peraturan Mahkamah Konstitusi yang isinya sebagai berikut: “…alat bukti yang dimaksud bisa berupa surat atau tulisan, keterangan para pihak, keterangan para saksi, keterangan ahli, keterangan pihak lain, alat bukti lain dan atau petunjuk.”
Mahfud MD pun menegaskan kalau penggunaan tautan berita online di dalam gugatan Prabowo itu nggak masalah. Untuk keperluan konfirmasi atau pendalaman, orang yang terlibat atau dibicarakan dalam berita itu bisa dipanggil dan menjelaskan langsung di persidangan.
Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) pun mendukung penggunaan tautan berita online sebagai bukti gugatan Prabowo. Suwarjono, Ketua Bidang Organisasi AMSI, melihat tidak ada masalah, apalagi media yang ditaututkan adalah mereka yang punya kredibilitas dan kualitas seperti Tempo, Kompas, dan Tirto.
“Karena sebelum tayang, berita-berita itu melalui proses panjang. Kerja-kerja verifikasi hingga penyuntingan dengan mengedepankan standar jurnalisme,” kata Suwarjono.
Gugatan Prabowo dianggap terburuk karena tuduhan neo-Orba kepada Jokowi
Soal tautan media online yang digunakan sebagai bukti di gugatan Prabowo harusnya sudah klir ya. Asal menggunakan media yang kredibel dan berkualitas, kamu nggak usah banyak protes dulu. Biar persidangan yang berbicara.
Nah, perkara lain yang mulai muncul dari isi gugatan Prabowo adalah soal tuduhan. Jadi, Prabowo menuduh bahwa Jokowi itu mempraktikkan cara-cara neo-Orba, baik sebelum, saat, dan setelah pemilu. Hmm…Mbak Titiek dan Mas Tommy Soeharto pasti semringah, karya bapaknya masih disebut-sebut sampai sekarang.
Tuduhan ini dirasa tidak seharusnya berada dalam bukti-bukti yang akan digunakan di dalam persidangan gugatan. Asrul Sani, Wakil Ketua TKN Jokowi dan Ma’ruf Amin memandang “tuduhan” ini bukan gugatan melainkan narasi politik. Selain menyebut tuduhan itu dangkal, Asrul Sani memandang 02 sedang melakukan fitnah.
“Isinya bukan saja dangkal dari sisi kebenaran tetapi sudah menjurus kepada fitnah terhadap pemerintahan. Gaya seperti itu merupakan gaya khas BW. Pada saatnya pasti akan kami respons, baik dalam persidangan di MK maupun di luar persidangan.”
Ahli hukum tata negara, Dr. Bayu Dwi Anggono bahkan menyebut gugatan Prabowo ini sebagai gugatan terburuk sepanjang sejarah.
“Mencermati isi Permohonan Paslon 02 ke MK terkait perselihan hasil Pemilu Pilpres 2019 maka dapat dikatakan ini permohonan terburuk dalam sejarah perselisihan hasil Pemilu Pilpres yang pernah dimajukan ke MK,” tutur Dr. Bayu.
Hmm…, ya bagaimana ya Dr. Bayu. Sepanjang sejarah Pilpres di Indonesia, baru ada empat kali paslon yang maju ke MK untuk menggugat hasil. Gugatan Pilpres baru terjadi di tahun 2004, 2009, 2014, dan 2019.
Mau mundur ke belakang? Waktu Orde Baru masih berkuasa? Baru punya ide menggugat ke MK saja hidupnya tiba-tiba susah. Itu masih beruntung kalau enggak tiba-tiba kehilangan pekerjaan, apalagi kalau sampai dikarungin dan dibuang di pinggir jalan tol.
Siapa tahu, kan, tim BPN Prabowo punya rencana yang berlapis. Kalau di sepak bola, tim BPN menunjukkan gelagat menyerang dari sisi kiri, tapi tiba-tiba memindahkan bola dan menusuk dari kanan. Ini namanya taktik positional play, kayak yang dipakai Pep Guardiola dan pelatih-pelatih modern lainnya, kecuali pokoknya pelatih Manchester United. Itu taktiknya cuma menjual jiwa kepada setan lalu pasrah kepada jalan kegelapan.
Disebut terburuk ya nggak papa, Pak Prabowo. Siapa tahu yang terburuk malah bisa menang di MK. Hmm…menangis…