Plis Deh, Kenapa Pada Heboh Ngurusin Mati Listrik Jakarta?

MATI LISTRIK

MOJOK.CO Jakarta mati listrik. Keluhan muncul di mana-mana. Padahal di saat yang bersamaan, kita mungkin sedang ditertawai orang-orang luar Jawa.

Jogja nggak mengalami mati listrik waktu lini masa media sosial ramai dengan keluhan soal pemadaman di ibu kota. Jakarta dan sebagian Jawa (khususnya Jawa Barat dan Banten) adalah korbannya.

Seorang kawan di Bandung baru bisa membalas WhatsApp saya menjelang Subuh karena baterai hapenya habis total dan dia harus nge-charge dulu waktu listrik akhirnya nyala sekitar pukul dua pagi. Melalui jawaban pesannya, saya tahu dia kesal setengah mati. Reaksi ini wajar, mengingat di media sosial orang-orang pun marah-marah semua, meski kemudian marahnya pelan-pelan berkurang setelah disodori foto-foto petugas PLN yang lagi di atas tiang listrik.

Kekesalan netizen pun mendadak berubah menjadi tagar romantis: #TerimakasihPLN. Hadeeeh.

Tapi, yah, sekali lagi, Jogja nggak mengalami mati listrik, jadi kekesalan itu nggak relate dengan kami.

Dan, ada lagi yang nggak relate dengan kekesalan netizen Jakarta dan sekitarnya soal mati listrik: orang-orang di luar Jawa dan daerah-daerah lain yang makanan sehari-harinya adalah pemadaman listrik.

Iya, Teman-teman, di luar rumah dan kantor tempatmu duduk dengan santai sekarang sambil memasang charger laptop ke colokan listrik, ada orang-orang yang bahkan terbiasa untuk nggak repot-repot mikirin stop kontak, saking seringnya mati listrik.

Mati Listrik di Luar Jawa

Di tahun 2016, seperti dikutip dari Beritagar, Kecamatan Arut Selatan di Kalimantan Tengah pernah menjadi korban pemadaman listrik bergilir. Menyebalkannya, mati listrik ini terjadi beberapa jam setiap minggunya. Warga di sana sampai pasrah-pasrah saja karena hal ini jadi kebiasaan.

Mati listriknya pun bukan hanya 10 hingga 20 menit, melainkan hingga berjam-jam. Minimal, dalam sehari, selama satu jam penduduknya tak bisa beraktivitas karena tak ada listrik.

Di daerah lain, misalnya Pontianak dan Papua, warganya bercerita kisah serupa. Pemadaman listrik yang terjadi di sana umumnya terjadi berkali-kali dengan durasi lebih dari tiga jam.

Ah, jangankan pemadaman biasa. Desa-desa di Papua saja ada yang baru menikmati listrik tahun 2016, kok. Selepas itu, dengan alasan transmisi listrik yang belum banyak, listrik byar-pet benar-benar jadi kawan akrab para warganya.

Enak nggak? Nggak tahu, sih, tapi yang jelas orang-orang di sana mungkin sekarang lagi senyum-senyum sendiri membaca keluhan-keluhan kita yang bari diberkahi mati listrik setengah hari.

Kompensasi PLN untuk Mati Listrik Jakarta

Dari BBC, Komisi Energi DPR, Kurtubi, menegaskan bahwa terdapat perbedaan signifikan antara mati listrik di Jakarta dengan apa yang terjadi di luar Jawa. Menurutnya, apa yang terjadi di Jakarta adalah di luar kebiasaan karena cakupan wilayahnya luas sekali, bukan lagi hanya satu kecamatan dan kabupaten. Durasinya pun panjang dan lama.

Tapi yang membuat padamnya listrik kali ini benar-benar beda dan di luar kebiasaan adalah adanya kompensasi dari PLN. Pelaksana Tugas (Plt) PLN, Sripeni Inten Cahyani, menyebutkan bahwa pihaknya bakal memberikan kompensasi ke masyarakat atar pemadaman yang terjadi hampir di seluruh Jawa, berdasarkan peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 27 Tahun 2017 tentang standar mutu pelayanan.

Menurut Inten, insentif kompensasi ini akan dihitung berdasarkan formula dengan menghitung lamanya listrik padam dan kelompok kWh pelanggan.

Seolah nggak cukup, media-media juga memberitakan Presiden Jokowi yang menegur pihak PLN mengenai padamnya listrik ini.

Bayangkan—seorang presiden saja sampai turun tangan! PLN-nya juga menjanjikan kompensasi! Kurang “spesial” apa, coba, mati listrik kali ini?

Padahal, kalau mau dipikir-pikir lagi, mati listrik ini kan menunjukkan keseragaman antardaerah di Indonesia. Yah, kalau pembangunan dan pendidikannya masih kacrut dan belum bisa merata, minimal pemadaman listriknya dulu ajalah yang merata.

Gitu, ya, Pak, Bu?

Exit mobile version