MOJOK.CO – Bagi penumpang macam saya, menerima hormat kereta sampai dengan membungkuk, justru bikin tidak nyaman dan sungkan.
Ada sebuah video sedang viral di Twitter yang menayangkan tentang hormat kereta petugas porter. Hormat kereta tersebut diberikan pada kereta yang sedang berangkat, dengan sikap membungkukkan badan dan tangan berada di depan dada selama kereta api jalan di depan mereka. Oke, supaya lebih jelas, ini video yang saya maksud tersebut,
I don’t know what it’s called, I don’t know why they do this. One thing I know: I’m touched, thrilled, and I think I had goosebumps seeing this…@KAI121 @keretaapikita pic.twitter.com/RzSILgfGnX
— Elson (@SusiloELS) October 19, 2018
Video yang awalnya diunggah oleh @SusiloELS, menjadi lebih rame ketika di quote tweet oleh akun @MerryMP dengan caption yang berbeda pandangan. Menanggapi hal tersebut, memang tidak asyik rasanya jika tidak menghasilkan pro dan kontra.
Ada yang menganggap bahwa sikap yang dilakukan oleh para porter di video tersebut tidak perlu dilakukan karena tidak menunjukkan kesetaraan. Sangat berlebihan. Seperti kembali ke era feodal yang kental dengan priyayisme, dan sebagainya. Halah.
Namun ada pula yang tidak mempermasalahkan sikap tersebut. Pasalnya, sikap menunduk tersebut memang menjadi salah satu SOP yang harus dilakukan oleh petugas kereta api, tidak hanya porter saja. Gestur tersebut adalah sebuah penghormatan serta apresiasi kepada para pemakai jasanya. Sekaligus mendoakan supaya selama perjalanan dapat berjalan lancar sampai tujuan.
Pihak yang pro menganggap, justru ketika kita mempermasalahkan gestur dalam video tersebut, berarti kita yang punya masalah dengan pantas tidaknya sikap hormat kereta tersebut. Pasalnya, jika mengacu pada budaya Jepang, sikap menunduk tersebut bukan sekedar anggapan lebih rendah dan sebaliknya. Namun secara filosofis hal tersebut merupakan sikap yang menunjukkan pelayanan excellent dari pemberi servis kepada customer-nya.
Dibalik pro kontra yang tersebut, kalau menurut saya pribadi, yang lebih sering menggunakan kereta api dibandingkan bus, pesawat ataupun kapal, meski SOP-nya memang seperti itu, meski dalam budaya Jepang menundukkan badan bukan berarti sedang merendahkan diri, bahkan katanya sebagai bentuk apresiasi kepada pemakai jasanya. Kok, kalau saya sih, kayaknya mendingan nggak usah gitu-gitu amat deh.
Saya pribadi sebagai penumpang, jika diperlakukan seperti itu, justru akan merasa tidak nyaman dan cenderung sungkan. Begini, kita punya budaya sendiri. Kita punya keterbiasaan sendiri. Dalam keterbiasaan di lingkungan saya, sangat tidak elok rasanya jika orang yang lebih tua—apapun pekerjaannya—menunduk kepada saya dengan waktu yang cukup lama—lama yang dimaksud adalah ukuran waktu sampai kereta tersebut tidak lewat di depan mereka lagi.
Sebagai pengguna jasa mereka, saya tentu senang-senang saja ketika pemberi jasa, memberikan sikap ‘penghormatan’ kepada saya. Tapi ya gitu, tidak perlu lah sampai segitunya juga. Apa yang nampak di dalam video itu, benar-benar terlihat berlebihan menurut saya.
Ada juga yang mengungkapkan bahwa gestur tersebut tidak jauh berbeda dengan budaya kita di Jawa. Hadeh, kayaknya di Jawa juga nggak gitu-gitu amat deh. Di Jawa, kebiasaan membungkuk seperti itu, lebih ditujukan kepada orang yang lebih tua dan tinggi kedudukannya.
Iya sih, lantas kalau disahutin dengan kalimat ‘pembeli adalah raja’, nyambung lah. Masalahnya, kalau bungkuk pun biasanya dilakukan melalui kontak mata secara langsung dan tidak dilakukan selama itu juga sih. Palingan satu sampai tiga detik doang. Budaya di Jawa, berbeda jauh dengan sikap yang ditujukan dalam video tersebut.
Beneran deh, saya merasa ada yang berlebihan saja dengan SOP PT KAI itu. Meski pun itu sebuah bentuk apresiasi kepada pelanggan, sebagai bentuk pekerja telah melaksanakan tugasnya membantu memastikan kenyamanan penumpang serta kelancaran perjalanan, serta mendoakan supaya perjalanan dapat berjalan dengan lancar, saya tetap merasa itu adalah gestur yang berlebihan.
Terus ada yang nyinyir, “Halah, Mbak. Kamunya aja yang overthinking, wong petugas kereta apinya oke-oke aja gitu kok.”
Oke-oke aja? Yakin? Jangan lupa loh, yang sedang mereka lakukan ini adalah aturan yang menaungi tempat kerja mereka. Yang mana artinya, tidak bisa dibantah dengan serta merta.
Gini loh, saya paham bahwa itu merupakan gestur totalitas dan dedikasi kepada pengguna jasa kereta api. Tapi gestur menunduk dengan waktu yang cukup lama bahkan sampai kereta api terserbut selesai lewat di depannya, itu terasa mengganjal. Kok harus gitu sih??!11!1!
Sikap tersebut benar-benar membuat saya menjadi sungkan. Kalau saya dikatain, “Ah, kamu memang nggak paham dengan tanda penghormatan.” Iya saya memang nggak paham, karena dalam budaya saya, rasanya bentuk penghormatan juga nggak gitu-gitu amat deh.
Ngomong-ngomong, banyak loh yang merasa sungkan dengan penghormatan segitunya itu, sampai akhirnya memilih nggak ngelihat keluar jendela kalau kereta berangkat. Padahal kan sayang, pemandangan ketika kereta berangkat lalu melihat ke luar jendela itu syahdu dan terlalu sayang untuk dilewatkan~
Nggak percaya kalau itu syahdu? Sayang, terlalu banyak FTV, film bioskop dan novel-novel kita, yang memutuskan memasukkan adegan melihat ke luar jendela ketika kereta berangkat sambil sesekali melambaikan tangan, karena suasana syahdu itu.
Oke kembali lagi. Menurut saya, akan lebih membuat enak di kedua belah pihak, misalnya tidak membuat sungkan penumpang macam saya dan tidak membuat capek petugas karena harus bungkuk cukup lama, jika sikap hormat kereta itu diganti dengan yang lebih sesuai dengan keterbiasaan kita aja?
Misalnya nih, kalau saya pribadi akan lebih menyenangkan kalau petugas kereta api memberikan penghormatan kepada pelanggan dengan,
Pertama, melambaikan tangan sambil menyunggingkan senyum. Nah kalau kayak gini rasanya lebih ada gembira-gembiranya gitu. Rasanya kayak ada yang melepas kepergian kita yang berangkat sendirian dan nggak ada yang nganter itu~
Kedua, menelungkupkan kedua tangan di depan dada sambil tersenyum. Kalau sikap ini lebih mirip-mirip pramugari ketika kita turun dari pesawat. Nggak berlebihan, secukupnya. Namun bisa bikin nyesss ketika ngelihat senyuman tulus dari mereka.
Ketiga, menaruh satu telapak tangan di dada—mirip video tersebut—namun tidak perlu membungkuk. Iya, nggak perlu membungkuk lah. Biar kita bisa lihat wajah-wajah kepuasaan mereka yang telah melayani pelanggannya, seperti filosofinya itu. Justru dengan menunduk atau membungkuk dengan waktu selama itu, kita nggak bisa melihat wajah dan senyum mereka loh. Selain itu, kalau pakai membungkuk dengan waktu selama itu, apa ya nggak pegel punggungnya? Kereta yang berangkat per hari kan nggak cuma satu dua~
Lagian kalau SOP-nya tetep dengan membungkuk seperti itu, bisa-bisa karena saya ini orangnya gampang sungkan dan nggak enakan, nanti malah jadi pengin ikutan bungkuk juga di dalam kereta. Kalau di kereta eksekutif dan bisnis sepertinya tidak terlalu masalah, ya. Tapi bagi saya yang lebih sering pakai kereta api ekonomi, apa ya nggak bakal ngerusuhin penumpang lainnya?