Normalize Menegur Emak-emak Rese Tanpa Tuduhan Anak Durhaka

ilustrasi Normalize Menegur Emak-emak Rese Tanpa Tuduhan Anak Durhaka mojok.co

ilustrasi Normalize Menegur Emak-emak Rese Tanpa Tuduhan Anak Durhaka mojok.co

MOJOK.COSudah lama emak-emak selalu dapat stigma buruk. Anak muda yang menegur seringnya dibilang nggak sopan bahkan dituduh sebagai anak durhaka.

Agak risih rasanya melihat meme emak-emak yang beredar di media sosial tentang betapa “ngawurnya” perbuatan mereka. Wacana emak-emak rese yang viral ini kembali muncul ke permukaan setelah insiden seorang ibu-ibu ngatain “blok goblok” ke kurir, ibu-ibu yang ngatain “anjing” ke polisi, dan ibu-ibu yang melawan saat ada cegatan mudik. Parahnya, emak-emak viral ini disandingkan dengan bapak-bapak viral yang entah mengapa lebih banyak menghibur daripada makan hati.

Sejak era emak-emak gigit polisi tiga tahun silam, stigma emak-emak rese seolah-olah tumbuh subur di kalangan masyarakat. Nggak jarang anak muda yang juga menguatkan stigma ini dengan pengalaman mereka diserobot emak-emak saat antre. Ditambah lagi, emak-emak yang terciduk nyalain lampu sein kanan, tapi belok kiri maupun sebaliknya, buktinya sudah tidak terhitung.

Yang bikin sebal adalah ketika para anak muda mencoba untuk menegur perilaku emak-emak rese, seringnya mereka dicap nggak sopan. Norma di masyarakat kemudian menggiring orang-orang yang berani melawan ibu-ibu dengan sebutan anak durhaka. Padahal, emak sendiri saja bukan.

Saya rasa emak-emak itu bukan dewa, bukan pula golongan manusia yang selama hidupnya harus menghadapi pemakluman di masyarakat. Ketika mereka menyerobot antrean, itu tandanya mereka curang. Kalau para pemuda kemudian nyolot dan berusaha merebut kembali keadilan dalam antrean, tentu dia bukan anak durhaka, justru apa yang dia lakukan adalah yang seharusnya.

Saya tidak sendiri. Youtuber Eno Bening ternyata mengajak followernya untuk berhenti memaklumi perbuatan emak-emak yang salah. Anak muda harus berani melawan tanpa takut disangka anak durhaka. Kalau kena semprot, saya rasa beradu argumen juga sah-sah saja dilakukan. Mau emak-emak, bapak-bapak, om-om, semua adalah bagian dari lapisan masyarakat dan makhluk yang bersosialisasi kok.

Benar bahwa banyak emak-emak yang salah yang kalau ditegur justru lebih nyolot. Dia yang salah, dia juga yang emosi. Yang sudah ditegur saja begitu, apalagi yang dibiarkan, bisa kebiasaan dapat angin segar.

Jangan kira bahwa emak-emak tidak punya siasat untuk mengelabui anak muda. Contoh paling mudah adalah saat antre. Suatu saat saya pernah diserobot ibu-ibu saat beli makanan di warung. Beliau mohon untuk didahulukan karena sudah terburu-buru. Katanya lagi, anaknya sudah menunggu. Tanpa menunggu persetujuan saya, si ibu pun melaksanakan praktik serobot antrean begitu saja. Saya keki, tapi cuma bisa diam karena apa yang dikatakan si ibu benar-benar manipulatif. Kalau saya tolak permintaannya, saya dikira anak durhaka, nggak sopan, nggak tenggang rasa sama ibu-ibu. Tapi, tahukah si ibu kalau saya juga terburu-buru dan ditunggu? Bedanya, saya nggak minta excuse, si ibu minta dimaklumi. Kacau.

Saya pun tidak mengerti mengapa sebagian ibu-ibu kompak dalam meminta pemakluman publik. Meskipun saya tahu masih banyak ibu-ibu waras yang tertib di luar sana, tapi tipikal ibu-ibu yang begini lebih mudah ditemukan.

Menyandang status sosial sebagai ibu memang terdengar istimewa, tapi bukan berarti status ini bisa jadi sebuah privilese untuk dimaklumi dalam segala hal. Anak muda punya tanggung jawab lebih besar untuk menegur siapa pun yang ngawur dalam kehidupan bermasyarakat. Tidak peduli itu ibu-ibu atau orang tua, kalau mereka ree, ya rese aja. Nggak ada pemakluman. Sudah, nggak usah hiraukan sebutan anak durhaka karena pada dasarnya itu cuma upaya gaslighting yang bikin kita merasa salah padahal apa yang kita lakukan itu benar.

BACA JUGA Meme ‘Blok Goblok’ dalam Semesta Emak-emak Boomer dan Tanggung Jawab Generasi Milenial dan tulisan AJENG RIZKA lainnya.

Exit mobile version