Manuver-Manuver Wagu yang Membuat Masyarakat Semakin Tidak Percaya KPU

kpu

Banyak selentingan yang mengatakan bahwa Pemilu mendatang sebaiknya tidak usah diadakan saja, sebab KPU sebagai lembaga pelaksana pemilu dinilai tidak netral dan tidak kredibel.

Saya sih setuju-setuju saja kalau pemilu ditiadakan. Nanti yang enak akhirnya cebong juga, sebab kalau nggak ada pemilu, yang jadi presiden bakal Jokowi terus. Hahaha.

Namun jujur, soal ketidakkredibelan KPU, sorry sorry to say, saya setuju. Sangat setuju.

Tak bisa dimungkiri bahwa memang KPU belakangan ini tampak menjadi lembaga yang tidak kredibel. Kepercayaan masyarakat terhadap lembaga yang satu ini sudah turun dengan drastis.

Awalnya adalah perkara DPT yang entah kenapa sejak lama selalu saja bermasalah. Baik DPT yang dobel, sampai DPT yang tidak terdata.

Kepercayaan masyarakat terhadap KPU semakin turun saat isu tentang kotak suara kardus (yang sejatinya sudah dipakai sejak pemilu 2014) naik dengan sangat kencang. Aneka lelucon tentang kotak suara ini menyeruak. KPU Sulbar, misalnya, mengadakan uji kedap air terhadap kotak suara tersebut. Pengujian dilakukan dengan cara menceburkan kotak suara ke laut. Pengujian ini menjadi olok-olok banyak orang sebab sebelum dilempar ke laut, kotak suara dibungkus terkebih dahulu menggunakan plastik.

“Kalau begitu yang kedap plastiknya, bukan kotaknya!” begitu sindir para netizen.

Nah, titik terendah KPU dalam penyelenggaraan pemilu 2019 mendatang tentu saja adalah kebijakan KPU terkait dengan debat capres-cawapres.

Kebijakan pertama adalah KPU memperbolehkan visi dan misi capres-cawapres disampaikan oleh tim sukses, bukan langsung oleh capres dan cawapresnya. Kebijakan ini kemudian menjadi bola liar setelah menjadi perdebatan banyak pihak. Pada akhirnya, KPU justru membatalkan agenda pemaparan visi dan misi pasangan calon presiden dan wakil presiden. Langkah yang semakin wagu saja.

Kebijakan yang paling parah tentu saja terkait daftar pertanyaan yang akan ditanyakan saat debat capres-cawapres.

KPU menyatakan akan memberikan daftar pertanyaan kepada calon presiden dan wakil presiden sebelum debat dimulai.

KPU beralasan langkah tersebut dilakukan agar tidak ada salah tafsir dalam proses debat.

“Sehingga supaya tidak ada salah tafsir gitu, jadi ada narasinya dulu, baru pertanyaan kira kira akan dibikin seperti itu rapi,” terang Ketua KPU Arief Budiman.

Ini tentu saja lucu. Sebab, esensi debat capres-cawapres yang paling ditunggu-tunggu sejatinya adalah kecepatan berpikir capres-cawapres untuk memberikan jawaban-jawaban spontan terkait dengan materi debat.

Lha kalau pertanyaan yang akan diajukan sudah diberikan sebelum debat dimulai, kemudian sudah dipikirkan jawabannya oleh Timses, lantas, apa bedanya dengan lomba deklamasi atau lomba baca puisi yang naskahnya sudah disiapkan terlebih dahulu?

Apakah KPU menganggap bahwa capres dan cawapres kita dianggap cukup goblok sehingga tidak bisa menjawab pertanyaan yang diajukan secara dadakan?

Entahlah. Tapi yang jelas, segala langkah unik dan aneh yang dilakukan oleh KPU ini memang sangat beralasan untuk membuat banyak orang tidak percaya dengan pemilu.

Jangan-jangan memang benar apa kata orang-orang HTI: Khilafah Solusinya.

Exit mobile version