MOJOK.CO – Konsistensi Jokowi untuk tidak konsisten, ditambah serangan-serangan kepada kaum golput bisa bikin Prabowo dan Sandiaga Uno menang di Pilpres 2019 nanti.
Supaya mudah dipahami, saya mau pakai analogi dunia sepak bola.
Begini. Ketika Barcelona bisa mengumpulkan enam piala dalam satu tahun kalender dan Real Madrid bisa juara Liga Champions tiga kali berturut-turut, ada satu aspek yang selalu terasa. Satu aspek yang saya maksud adalah konsistensi.
Terkadang, sebuah klub tidak perlu bermain indah sesuai filosofi mereka. Sebuah klub hanya perlu unggul jumlah gol dari lawan. bagaimana caranya? Ya bikin gol, tanpa kebobolan. Sangat sederhana. Namun, keberadaan tim lawan membuat sepak bola menjadi rumit. Membuat tim kamu tidak akan mudah memetik kemenangan.
Gol, dan ujungnya adalah kemenangan, didapat ketika sebuah tim secara konsisten bermain lebih baik ketimbang lawan. Tanpa konsistensi, ya tak perlu dijelaskan. Sebagus apapun Lionel Messi atau sejago apapun Cristiano Ronaldo, kalau klubnya tidak konsisten, gelar juara tidak bisa diraih, kepercayaan suporter akan memudar, hingga posisi pelatih terancam.
Nah, analogi itu cocok betul dilekatkan kepada Jokowi akhir-akhir ini. Jokowi, yang didampingi Kiai Ma’ruf Amin di Pilpres 2019 tengah berhadapan dengan dua front, yaitu kubu oposisi dan banyak orang yang memutuskan untuk golput. Ketika kubu petahana “menyerang” golput, mereka justru akan mendapatkan serangan balik yang sulit dibendung.
Sudah menyerang banyak orang yang memutuskan untuk golput, Jokowi justru seperti terjebak di dalam dinamika timnya sendiri. Sebuah dinamika yang membuat Jokowi menjadi sungguh konsisten untuk tidak konsisten. Contoh terbaru adalah polemik pembebasan Ustaz Abu Bakar Ba’asyir.
Yusril Ihza Mahendra sudah siap mengawal bebasnya Abu Bakar Ba’asyir ketika Menkopolhukam, Wiranto, meminta presiden tidak grusa–grusu dan mengkaji ulang kebijakan pembebasan sang ustaz.
Ini seperti kamu sedang berusaha melakukan pendekatan kepada seorang gadis cantik. Kamu minta bantuan ke teman yang pandai berbicara dan membuka jalan. Ketika jalan itu sudah terbuka dan kamu akan kencan untuk kali pertama, teman yang lain mengingatkan “Jangan dulu! Pikir lagi. Yakin mau pacaran? Nanti kamu lupa sama teman-temanmu.”
Masalahnya, teman yang mengingatkan ini adalah teman yang selalu siap berdiri di depan ketika kamu di-bully oleh “teman-teman lain”. Kamu tidak bisa berangkat “kerja 3x” dengan nyaman tanpa perlindungan teman jagoan satu ini. Hayo, kamu mau bagaimana? Pilih pacar atau teman jagoan yang bikin hidup kamu agak tenteram?
Diiringi tuduhan pencitraan dan sebagai usaha dangkal merangkul suara Islam radikal, Jokowi justru menambahi bahan bakar bagi kubu oposisi. Masyarakat saat ini memang sudah cukup melek politik. Namun, citra yang terlihat tak bisa dipungkiri akan menentukan preferensi capres dan cawapres di Pilpres 2019. Antara memilih Prabowo dan Sandiaga Uno atau menambah jumlah golput.
Puthut EA, Kepala Suku Mojok, memprediksi bahwa menjelang akhir Januari ini, golput bisa bertambah hingga 5 persen, bahkan lebih. Bagian itu, mengiris jumlah pemilih petahana karena serangan kepada golput dan manuver Jokowi yang dianggap tidak konsisten dan mudah dipengaruhi. Ketika bisa secara terbuka bilang “presiden tidak boleh grusa-grusu”, memberikan gambaran besarnya pengaruh Menkopolhukam di dalam pemerintahan Jokowi.
Jika Januari saja kaum golput sudah bertambah 5 persen, dengan Jokowi masih konsisten untuk tidak konsisten dan bikin manuver berbahaya, bisa kamu bayangkan berapa pertambahan golput ketika masuk April.
Saya sih bukan menakut-nakuti. Namun, pihak petahana perlu berembug dahulu sebelum melakukan sebuah manuver. Terkadang, semua baik-baik saja ketika tidak diucapkan. Situasi ini mengingatkan kita akan pentingnya seiya sekata terlebih dahulu sebelum pergi berperang. Kalau sudah tidak konsisten, bagaimana mau mengejar gelar juara untuk kali kedua?
Kalah? Bisa jadi.