Keadilan untuk Fredrich Yunadi dari Vonis 7 Tahun Penjara Untuknya

Lucunya Pak Fredrich "Bakpao" Yunadi Membawa Bakpao ke Persidangan

Lucunya Pak Fredrich "Bakpao" Yunadi Membawa Bakpao ke Persidangan

MOJOK.CO – Sempat jadi megabintang tanah air melalui tingkah dan komentar ajaibnya, akhirnya Fredrich Yunadi, mantan pengacara Setya Novanto, harus divonis 7 tahun penjara. Fredrich dianggap secara sah dan meyakinkan sudah melakukan perintangan penyidikan KPK.

Fredrich Yunadi harus menerima kenyataan pahit, usahanya dalam membela bekas Ketua DPR RI, Setya Novanto malah berakhir penuntutan terhadap dirinya. Setelah drama “bakpao”, “saya suka kemewahan”, sampai “tiang listrik”, Fredrich divonis 7 tahun penjara oleh hakim dan denda sebesar Rp500 juta untuk subsider kurungan 5 bulan.

Menjadi pengacara untuk Setnov sejak Juli 2017, Fredrich seperti jadi tameng paling kuat untuk perkara-perkara hukum mantan Ketua Umum Partai Golkar tersebut. Terutama dalam kasus dugaan korupsi E-KTP. Berkali-kali Fredrich menggunakan berbagai cara di luar persidangan, dari acara-acara talk show, debat terbuka, sampai dengan dugaan upaya penghalang-halangan penyidikan dengan cara-cara bak sinetron Indosiar.

Fredrich sendiri sempat membantah bahwa dirinya tidak menggunakan cara-cara licik untuk meloloskan kliennya dari jeratan hukum. “Selama 40 tahun jadi pengacara, saya tak pernah pakai strategi seperti itu. Saya fighter. Siapa pun saya hantam,” katanya.

Perjalanan karier “sinetron” Fredrich dimulai sejak Setnov mengalami kecelakaan tunggal di daerah Permata Hijau pada bulan November 2017. Menabrak tiang listrik yang mungkin lagi nyeberang sembarangan, KPK yang awalnya hendak menangkap di rumah Setnov harus tersenyum kecut karena tidak menemukan yang bersangkutan di lokasi.

Karena kecelakaan luar biasa ini, Setnov dilarikan ke rumah sakit, sehingga membuat KPK harus menunda penangkapan sosok yang pernah masuk ke Mahkaman Kehormatan Dewan karena “pemufakatan jahat” saat dilaporkan Sudirman Said beberapa tahun silam.

Peristiwa inilah yang jadi titik mula kejadian bak sinetron dengan bintang tamu Fredrich Yunadi. Selain kejanggalan-kejanggalan peristiwa yang melatari kasus Setnov, sikap dan perangai Fredrich semakin hari jadi semakin agresif sekaligus defensif. Hal ini justru jadi tontonan yang seru bagi masyarakat, bahkan konon lebih seru daripada persoalan keluarga di acara Rumah Uya.

Sebelum kecelakaan, Setnov juga pernah berhasil mangkir dari panggilan KPK dengan alasan sakit yang bermacam-macam. Tujuh penyakit kelas berat yang langsung sembuh begitu ketuk palu hakim pra-peradilan membatalkan status tersangka sebenarnya sudah jadi tanda bahwa kasus ini memang unik dan menarik. Mungkin layak juga untuk diganjar dengan Piala Citra, sebagai nominasi aktor pria terunik.

Persoalannya, Fredrich tidak pernah menemani Setnov ketika sidang perkara kasus E-KTP karena pengacara asli Surabaya ini malah memilih mundur. Fredrich barangkali sudah mencium gelagat yang tidak baik, beliau memilih mundur agar beberapa dugaan perintangan penyidikan KPK tidak menyasar ke dirinya lagi. Sayang sekali, harapan ini cuma pepesan kosong. Mungkin karena tidak bisa menahan rasa gemas, KPK benar-benar menetapkan Fredrich sebagai tersangka pada Januari 2018 silam.

Sebelum vonis hakim dijatuhkan, Fredrich cuma berpesan agar hakim mau mendengar dan memerhatikan betul pledoinya. “Mudah-mudahan masih ada keadilan,” katanya.

Dan, benar, sesuai dengan harapan Fredrich, keadilan itu pun datang dari Ketua Majelis Hakim Saifuddin Zuhri. “Menyatakan terdakwa Fredrich Yunaid telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah dengan sengaja melakukan merintangi penyidikan KPK.”

Putusan hakim juga menyebut bahwa Fredrich menciptakan rencana agar Setnov bisa dirawat di rumah sakit sehingga kasus dugaan korupsi E-KTP tidak bisa diperiksa oleh penyidik KPK. Fredrich terbukti melanggar Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sayang sekali, Pak Fredrich, ternyata keadilan yang Anda maksud berbeda dengan keadilan versi hakim—sekaligus berbeda dengan kebanyakan masyarakat di negeri ini. Selamat menikmati jeruji penjara, ya Pak. Salam juga untuk koruptor-koruptor di sana. Titip salam; kuapokmu, kapan.

Exit mobile version