Katalog HP di Tabloid Pulsa sempat Jadi Patokan Imajinasi untuk Umat Kere Indonesia

Imajinasi yang muncul hanya dari pajangan hape beserta informasi harga bekasnya.

Nokia N-Gage, Gaming Phones Terbaik pada Zamannya tapi Saya Cuma Bisa Main Biliar di Hape Konyol Ini MOJOK.CO

Nokia N-Gage, Gaming Phones Terbaik pada Zamannya tapi Saya Cuma Bisa Main Biliar di Hape Konyol Ini MOJOK.CO

MOJOK.COKatalog HP di tabloid Pulsa sempat jadi primadona pada zamannya untuk berimajinasi. Nokia 6600 atau N-Gage? Kamu pengin punya mana dulu nih?

Zaman ketika spesies Nokia 6600, Nokia N-Gage, sampai Sony Ericsson Walkman masih jadi kembang desa, dunia masih berkutat pada dunia nyata doang, kata-kata seperti “netizen”, “followers”, atau “viral” belum digunakan, dan orang kalau mau beli hape bekas harus datang langsung ke toko hape atau lihat reviewnya di tabloid.

Zaman kejayaan OS Symbian itulah tabloid Pulsa sempat merajai loper-loper koran di mana-mana. Berjaya bersama tabloid Bola, Soccer, atau majalah Gadis, Hai, atau Aneka Yess! tabloid Pulsa jadi primadona karena punya satu rubrik sejuta umat, yakni kolom handphone atau biasa disebut “katalog HP”.

Buat kamu yang lupa-lupa ingat dengan rubrik itu, ini saya kasih sedikit gambarnya.


Pada dasarnya tabloid Pulsa dibeli atau dibaca bukan semata-mata karena isinya berupa review-review soal hape-hape terbaru. Tabloid ini seperti majalah dewasa yang menjual imajinasi tingkat tinggi—terutama untuk orang-orang yang pengin punya hape bagus tapi nggak punya duit untuk membelinya.

Maklum, zaman segitu, sekitar periode awal 2000-an, hape dengan harga di atas 1 jutaan masih menjadi barang yang cukup mewah. Kebutuhan orang punya hape juga sekadar untuk “bisa dihubungi”. Anu, soalnya, saat itu, bisa menelepon orang lain tanpa merasa khawatir pulsa tersedot masih jadi kemewahan tiada tara.

Dan di kolom handphone tabloid Pulsa berjejer bak makanan yang menggairahkan selera. Dari kolom berwarna ungu untuk hape dengan harga di bawah 1 juta, kolom warna oranye untuk hape di kisaran 1-2 juta, warna hijau untuk 2-3 juta, sampai warna pink untuk hape harga di atas 4 juta.

Kadang-kadang imajinasi kita akan melayang tinggi ketika melihat hape-hape andalan pada zamannya nongol di katalog tabloid Pulsa. Seperti Nokia 6600 yang menggambarkan ketajiran anak muda pada 2000-an. Hape yang sempat jadi bahan ghibah tingkat dewa di pergaulan banyak remaja saat itu.

Bagi orang seperti saya, yang saat itu hanya mampu beli Siemes C45, melihat Nokia 6600 itu seperti orang yang punya mobil Kijang buntut terus punya mimpi pengin bisa beli Toyota Alphard. Mimpi kewanen yang nyaris tak tergapai.

Nah, imajinasi-imajinasi itulah yang—secara tidak disengaja—justru ditawarkan oleh tabloid Pulsa. Bagi orang yang hanya mampu punya hape Nokia 3310 atau Nokia 3315 (itu lho hape yang diklaim “tanpa antena” pertama), melihat hape Nokia 9210i Communicator di katalog tabloid Pulsa pasti bakal kemecer juga.

Lalu tiba-tiba bayangan saat melihat hape itu membentuk imajinasi seolah-olah memilikinya. Terus perasaan bangga karena bakal jadi pusat perhatian di mana saja muncul di kepala.

Lah piye? Nokia 9210i Communcator yang kayak punya PC portable memang punya citra itu jeh zaman dulu: eksekutif, elegan, premium.

Ya wajar sih, meski Nokia Communicator dirilis sejak 1996, serinya pada 2002 yang yang bernama Noki 9210i itu dihargai 9 jutaan saat itu. Itu angka yang kelewat mahal karena duit segitu bisa untuk beli motor atau bakwan kawi segerobak-gerobaknya sama abang-abangnya.

Apalagi hape-hape kelas teri seperti merek Siemens seri-C juga ngeluarin hape-hape yang harganya bisa di bawah 600 ribuan. Perbandingan harga yang sebenarnya juga menggambarkan betapa lebar jurang kemampuan beli masyarakat Indonesia soal hape.

Jurang kemampuan beli hape itulah yang kemudian bikin banyak orang suka aja melihat katalog hape di tabloid Pulsa. Mimpi-mimpi yang tak terbeli, memang asyik kalau dirasani sambil dilihatin.

Apalagi kalau sudah sampai tahap membanding-bandingkan harga terbaru dengan harga bekasnya. Seolah-olah kalau sudah muncul harga bekasnya, merasa bisa beli. Padahal kalau lihat angkanya yang masih jutaan ya ngimpi aja. Nggak bakal mampu, Marwoto, nggak bakal.

Lalu kita menangis dalam hati, merasa diri ini tak berarti, tapi imajinasi itu terus dikasih makanan aja tiap hari. Sambil terus ngebayangin diri tiba-tiba dapat hadiah hape terbaru dan kalau nanti beneran dapet tiba-tiba jadi soksokan berpikir keras bagaimana cara memamerkannya ke teman-teman. Mimpi-mimpi banyak orang kere kelas menengah Indonesia.

Meski begitu, hal kayak gitu bisa dipahami sih. Dalam bayangan banyak orang pada era itu, tabloid Pulsa dengan katalognya itu seperti halnya akun Instagram Sisca Kohl atau akun YouTube Atta Halilintar pada zaman sekarang. Dengan jutaan followers dan subscribers-nya. Ada mimpi-mimpi kekayaan yang terwakili bagi banyak masyarakat kere dan itu jadi tontonan yang terus nagih.

Jika Sisca Kohl dengan makanan-makanan mewahnya atau Atta Halilintar dengan mobil beserta rumah mewahnya, maka tabloid Pulsa hadir memberi makan imajinasi dengan pajangan ponsel-ponsel melalui lembaran kertas yang cuma mampu dibolak-balik sepanjang hari.

BACA JUGA Membandingkan GadgetIn untuk Awam dan Jagat Review untuk yang Expert atau tulisan Ahmad Khadafi lainnya.

Exit mobile version