Kampanye Door to Door Emak-Emak: Nggak Cukup Nyebarin Hoaks Lewat Medsos?

MOJOK.COVideo kampanye door to door emak-emak, bikin rame. Pasalnya dalam video tersebut, tampak mereka jelas-jelas nyebarin hoaks secara langsung.

Perang kampanye antar Cebongers dan Kampreters memang semakin memanas, apalagi saat ini makin mendekati hari H pemilihan. Hari yang digadang-gadang sebagai pesta demokrasinya masyarakat Indonesia. Media sosial kita pun terasa penuh sesak dan bikin sakit mata karena melihat keduanya saling serang dengan membagikan informasi-informasi yang nggak jelas juntrungannya, untuk sebuah misi mulia: menjatuhkan satu sama lain.

Nah, dalam sebuah video viral baru-baru ini, ternyata menyebarkan informasi hoaks tidak hanya dilakukan di media sosial saja, namun ada pula yang melakukannya secara langsung, dengan door to door. Dalam video tersebut, terlihat dua orang perempuan yang sedang mempromosikan calon yang dibanggakan, dan satu orang perempuan yang merekam kejadian tersebut sambil sesekali menanggapi pembicaraan tersebut. Cara mereka membanggakan calonnya, dengan menggunakan cara menjatuhkan calon lainnya. Hal tersebut dilakukan dengan mendatangi sebuah rumah.

Cuplikan video tersebut tentu saja dengan mudah membuat masyarakat geram dan gelisah. Lantaran, bukannya memberikan informasi tentang keunggulan junjungannya, justru mereka memberikan informasi yang tak baik serta tak dapat dipertanggung jawabkan tentang lawan calon presiden yang mereka pilih tersebut.

Dalam video tersebut, terlihat dua perempuan dan berkata dalam bahasa Sunda, “Moal aya deui sora azan, moal aya deui nu make tieung. Awewe jeung awene meunang kawin, lalaki jeung lalaki meunang kawin.”

Mereka mengimbau seorang lelaki paruh baya yang berdiri di depan pintu rumah, bahwa: jika Jokowi terpilih dua periode, maka suara azan di masjid akan dilarang. Tidak akan ada lagi yang boleh menggunakan jilbab, dan pernikahan sesama jenis akan dilegalkan.

Tentu saja, jika infomasi semacam itu diceritakan pada kelompok yang memegang teguh nilai-nilai agama, maka dengan mudahnya akan mengombang-ambingkan perasaan dan psikologis mereka. Membuat mereka marah lantas percaya begitu saja…

…tanpa ada keinginan untuk mengkroscek kembali, apakah yang dikatakan tersebut memang benar adanya? Apalagi, jika hal semacam ini, diceritakan langsung oleh tokoh masyarakat setempat. Yang mana, apa yang dibicarakan, tak ada pilihan respon lain, selain manggut-manggut manut.

Saat ini, Polres Karawang telah mengamankan pemilik akun @citrawida5, yang meng-upload video kampanye penyebar hoaks tersebut. Ia diamankan oleh aparat di kediamannya. Lantas, siapakah sebetulnya mereka ini?

Kemarin (24/02), juru bicara Advokasi BPN Prabowo-Sandiaga, Habiburokhman, mengungkapkan tidak mengenal perempuan tersebut. Ia pun memastikan kampanye tersebut bukan dari BPN. Lantaran jika memang dari BPN, tentu saja pola kampanyenya akan fokus pada penyampaian visi misi program serta mekanisme melawan kecurangan pemilu.

Tetapi, hal ini ditanggapi berbeda oleh juru bicara BPN Prabowo-Sandiaga, Ferdinand Hutahean pada Senin (25/02). Menurutnya, apa yang dilakukan oleh emak-emak tersebut bukanlah kampanye hitam. Melainkan ekspresi emak-emak yang sedang menyampaikan kekhawatirannya serta prasangkanya terhadap sesuatu yang mungkin akan muncul jika rezim Jokowi menang dua periode.

Tidak seperti Habiburokhman yang tidak mengenal siapakah emak-emak dalam video tersebut, Ferdinand justru menyatakan kalau ia mengenal mereka dan mengakuinya sebagai anggota dari relawan Partai Emak-emak Pendukung Prabowo Sandiaga (PEPES) Karawang, yang mana keanggotaan mereka telah disertifikasi oleh BPN.

Hmmm, kok, sesama BPN nggak kompak sih~

Kampanye memang semakin memanas. Mendekati hari pemilihan, kedua tim kampanye tentu saja bekerja dengan lebih keras lagi dalam menggerakkan mesin kampanye mereka supaya lebih tepat sasaran. Ataupun bisa mengambil hati para pemilih yang masih ragu-ragu dengan pilihannya. Waktu yang tidak sampai dua bulan ini, pasti dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya, dengan berusaha bergerak menyentuh akar rumput secara langsung. Misalnya dengan menemui para tokoh masyarakat atau bahkan langsung datang door to door, pada masyarakat di lingkungan sekitar.

Mengandalkan media sosial memang cepat, mudah, dan murah. Sayangnya, ia tidak betul-betul dapat menjangkau masyarakat yang tidak terbiasa menggunakan gadget. Selain itu, ia juga tidak dapat melihat dengan presisi, sudah sejauh mana suara dapat diperoleh. Apalagi ditambah dengan begitu banyaknya akun palsu yang hilir mudik dan paling meramaiakan.

Bagi kubu Jokowi, kampanye door to door ini memang sangat penting. Pasalnya, hal ini akan lebih mengena di hati dan pikiran masyarakat. Oleh karena itu, cara ini dianggap paling ampuh untuk mendulang suara dan kepercayaan. Kampanye door to door Jokowi ini mengandalkan para caleg dalam pelaksanaannya. Jadi, selain mempromosikan dirinya sendiri, para caleg ini juga sekalian mempromosikan tentang Jokowi dan segala program-programnya.

Sementara kubu Prabowo, saking menganggap pentingnya kampanye door to door ini, Prabowo bahkan mengungkapkan, supaya para pendukungnya tidak lagi mudah percaya ke media sosial. Tentu saja dengan alibi bahwa segala pemberitaan yang ada di media sosial saat ini, memang sudah dikuasi oleh petahana yang tidak lain adalah lawan politiknya. Maka, menjadi wajar saja jika dengan narasi ini, masyarakat tidak perlu mudah percaya lagi. Meski berita-berita hoaks kepada kubu petahana masih bermunculan di sana-sini.

Ketika kedua belah kubu sudah semakin menggerakkan diri untuk kampanye door to door, yang perlu menjadi perhatian, jangan sampai hal ini menyebabkan konflik horizontal di tengah masyarakat. Eh, atau jangan-jangan konflik tersebut sebetulnya sudah ada, ya? Berkat polarisasi yang cukup tajam dan ekstrem antara kedua kubu di media sosial.

Keramaian di media sosial saja sudah cukup membuat eneg. Segala informasi hoaks untuk kebutuhan kampanye hitam di media sosial saja, sudah sanggup membuat kita malas, geleng-geleng kepala, dan bertengkar dengan kerabat maupun sanak saudara. Lantas, coba saja bayangkan jika hal sungguh tak ada nyaman-nyamannya ini, terjadi dalam kenyataan kehidupan kita keseharian. Apa jadinya?

Apakah memang, nyaman hanya bisa didapatkan dalam pelukanmu amal ibadah (?) halah.

Exit mobile version