Jogja terbuat dari Rindu, Pulang, Angkringan, dan Baliho Reno Maju

baliho reno

Kalau saya ditanya siapa tokoh yang wajahnya kini selalu berseliweran melintas di hapadan pandangan mata saya, maka saya tak akan ragu untuk menyodorkan satu nama: Reno Candra Sangaji, lurah Condongcatur yang kini namanya sedang naik baliho itu.

Lha gimana nggak, dalam setiap perjalanan dari rumah saya di sekitaran Jalan Kaliurang atas ke berbagai tempat yang sering saya kunjungi, saya hampir selalu menyaksikan baliho besar bergambar wajah Pak Reno Sangaji dengan caption andalannya itu: Reno Maju.

Beberapa baliho lain bergambar wajahnya terpasang dengan caption yang lebih eye catching namun tetap simpel: Lurahe Condongcatur.

Tentu saja saya tak pernah kenal siapa Reno. Satu-satunya Reno yang saya tahu adalah Oppo Reno yang balihonya juga banyak tapi tak sekolosal baliho Reno yang “Maju”.

Tapi belakangan, mau tak mau, saya memang harus mulai berkenalan dengan Reno. Sebab mulai banyak orang yang bertanya kepada saya tentang siapa Reno itu.

Bayangkan, dari rumah saya di Jalan Kaliurang KM 10, saya bakal ketemu sama baliho Reno. Sampai di perempatan Kentungan dekat Superindo, saya ketemu lagi sama baliho Reno. Belok kiri menuju ke perempatan Condongcatur, jelas ketemu lagi Baliho Reno. Nanti dekat Hartono Mall, ketemu lagi sama baliho Rano. Menembus ring road, sampai selokan Mataram, ketemu lagi sama baliho Reno. Pokoknya, tiada hari tanpa Reno.

Saking seringnya saya bertemu dengan baliho Reno, saya sampai punya semacam permainan aneh yang sering saya mainkan bersama istri saya. sebuah permainan yang saya beri nama: “Menghitung Reno”.

Tiap kali mau mengunjungi sebuah tempat, misal toko jilbab, cafe, atau working space, saya dan istri saya sering menghitung berapa baliho Reno yang kami temui sepanjang perjalanan.

Sungguh, kalau Anda adalah warga Jogja, tak ada salahnya mencoba permainan ini.

Wajah Bapak Reno perlahan mulai menjadi top of mind di ketika saya memikirkan sosok yang sering saya lihat wajahnya di baliho. Ia mulai menggantikan posisi Anton Photo di dalam hati dan otak saya.

Saking banyaknya jumlah baliho Reno, sampai-sampai sudah pantas kalau Jokpin merevisi kutipan terkenalnya itu menjadi “Jogja terbuat dari Rindu, Pulang, Angkringan, dan Baliho Reno Maju.”

Saya tak paham apa maksud Reno Candra Sangaji memasang baliho bergambar wajah dirinya dengan jumlah yang tidak main-main di banyak titik di Jogja. Maklum saja, tidak ada pesan atau narasi khusus yang dicantumkan di baliho miliknya. Benar-benar cuma “Reno Maju” atau “Lurahe Condongcatur”.

Belakangan, setelah melalui puluhan hari dalam kepenasaranan, akhirnya saya tahu jua alasan Reno memasang baliho tersebut. Usut punya usut, ternyata ia memang berniat maju dalam Pilkada Sleman. Dari berita yang saya baca, ia sudah mendaftar sebagai bakal calon bupati Sleman melalui partai Golkar. Tak heran jika baliho yang ia pasang tidak ada embel-embel atau keterangan yang jelas, sebab memang belum masa kampanye.

Model promosi melalui baliho yang jumlahnya sangat masif ini kemudian mengingatkan saya pada Pilpres 2019. Di masa saat itu, saya bertemu banyak baliho bergambar Muhaimin “Cak Imin” Iskandar yang saat itu memang digadang-gadang bakal menjadi pendamping Jokowi sebagai calon wakil presiden.

Saat itu, tak jauh beda dengan baliho Reno, baliho bergambar Cak Imin juga memenuhi banyak titik jalan di Jogja.

Di sana ketemu Cak Imin, di sini ketemu Cak Imin. Pokoknya ke mana-mana ketemu Cak Imin. Ia sampai mendapat julukan guyonan “Manusia seribu baliho”.

Kelak, waktu kemudian menentukan jalannya. Cak Imin “gagal” menjadi calon wakil presiden Jokowi. Intensitas kemunculan wajahnya pun kemudian kembali menurun seiring dengan makin berkurangnya baliho berwajah dirinya untuk kemudian digantikan oleh wajah Jokowi dan Ma’ruf Amin.

Orang-orang kemudian lupa dengan Cak Imin yang, pada satu titik, sempat menghiasai relung pandangan mata mereka.

Apakah kelak Reno bakal mengikuti jejak Cak Imin yang belakangan sudah membranding namanya dengan Gus Ami itu? Tentu saja tak ada yang tahu.

Namun yang jelas, kelak, seiring berjalannya waktu, baliho bergambar wajah Reno itu pasti akan berkurang drastis untuk kemudian digantikan oleh politisi-politisi lain.

Dari dulu, memang begitulah hubungan antara baliho dan politik.

Namun yang jelas, selagi baliho Reno Maju itu masih ada, mari kita nikmati saja. Nikmati wajahnya yang tampak sumringah itu. Setidaknya selagi bisa. Sebab belum tentu setelah ini ia masih bakal punya senyum yang sesumringah itu.

Ingat! Baliho politisi fana, spanduk rumah makan Pringsewu abadi.

Exit mobile version