Insentif Guru Pengurus MBG Membuktikan Ternyata Negara Bisa Menyelesaikan Masalah Kesejahteraan Guru, Cuma Nggak Mau Aja

Insentif Guru Pengurus MBG Membuktikan Ternyata Negara Bisa Menyelesaikan Masalah Kesejahteraan Guru, Cuma Nggak Mau Aja

Insentif Guru Pengurus MBG Membuktikan Ternyata Negara Bisa Menyelesaikan Masalah Kesejahteraan Guru, Cuma Nggak Mau Aja (Unsplash.com)

Saya beri kalimat yang ironisnya setengah mati: guru yang jadi PIC (mengurusi) MBG akan dapat insentif.

Oke, kalian mungkin merasa itu nggak ada yang salah. Nggak ada yang buruk tentang itu. Pekerjaan tambahan, wajib diberi insentif, dan saya amat setuju dengan itu. Masalahnya adalah satu: kenapa bisa ada insentif untuk guru terkait MBG, tapi kalau ngomongin kesejahteraan guru, terlebih guru honorer, pemerintah kayak selalu punya 1000 alasan terkait itu?

Insentif guru terkait MBG ini, menunjukkan satu hal. Pemerintah, nyatanya bisa banget menyelesaikan masalah kesejahteraan guru. Dengan mudah, malah. Nyatanya, uangnya selalu ada. Uangnya selalu siap, kapan pun, tinggal dibuat surat edaran. Yang nggak ada cuma satu: kemauan untuk menyejahterakan, entah apa alasannya.

Kenapa masalah kesejahteraan guru nggak pernah kelar?

Dari dulu saya selalu heran dengan masalah kesejahteraan guru ini. Saya menerima alasan macam nggak berguna buat pemerintah, atau tidak memberikan keuntungan politik. Masalahnya, alasan kayak gitu ya terdengar goblok bagi saya. Justru dengan menyejahterakan guru, malah bikin untung karena kan ada profesi yang benar-benar merasa terbantu, dan jadi loyalis.

Misalnya rezim Prabowo ini menaikkan gaji guru minimal 10 juta. Saya yakin sih, pemilu selanjutnya udah di tangan Prabowo. Kan ini aneh. Segalanya kan tentang keuntungan, tapi kenapa ini nggak dijalanin, malah bikin insentif guru MBG? Nggak masuk beneran.

Bukan saya menolak insentif guru MBG, tapi ini bikin saya merasa memang pemerintah dari dulu tak pernah peduli nasib guru, terlebih guru honorer. Selalu ada alasan untuk menolak, selalu ada pembenaran kenapa mereka tidak melakukan itu. Bahkan ketika saat ada keuntungan politik yang begitu jelas terlihat di mata.

Dan kini, nyatanya uang tersebut ada. Tapi hanya untuk memuluskan program yang jelas-jelas tidak perlu.

Insentif guru MBG tetap perlu

Meski begitu, insentif guru MBG ini perlu. Amat perlu. Sudah sewajarnya para guru mendapat bayaran atas pekerjaan yang bukan urusannya. Mengurusi seperti ini sudah jelas bukan pekerjaan guru. Well, MBG bahkan tak pernah seharusnya ada.

Mereka sudah harus mengurus administrasi tanpa ujung, asesmen ini itu, mengurusi pekerjaan lain, lalu mengajar murid yang beragam jenisnya itu, kini harus ditambah mengurusi nampan, membayar dendanya jika hilang, plus harus mencicip serta deg-degan jika muridnya kenapa-kenapa.

Wajar saja jika generasi muda tak mau jadi guru. Pekerjaan tanpa nasib karier yang jelas, kesejahteraannya dijegal, dan bertaruh maut di tiap harinya. Gelarnya Sarjana Pendidikan, tapi kesehariannya udah mirip pendekar murim.

Insentif guru MBG ini setidaknya ya, hal yang agak positif lah mengingat betapa berat kerja mereka. Meski ya sebenarnya risikonya tak sepadan dengan insentifnya, setidaknya ada gantinya lah.

Cuma ya, semoga insentif yang masih jadi wacana ini nanti disalurkan dengan amanah. Nggak dirapel, nggak disunat siapa pun. Biasanya kalau ada gini-gini, tiba-tiba ada aja “biaya administrasi dan pajaknya”. Sampe heran sendiri, kayak nggak rela aja orang dapet duit di sini.

Tapi ya itu tadi, insentif guru MBG ini membuka fakta bahwa sebenarnya masalah kesejahteraan guru itu bisa diselesaikan kapan saja. Asal ada political will dan kesadaran bahwa guru adalah pilar penting negara ini.

Itu kalau mau, itu kalau sadar. Dan kalian para pembaca sudah tahu jawabannya apa.

Penulis: Rizky Prasetya
Editor: Intan Ekapratiwi

BACA JUGA Selama Gaji Guru Tidak Naik, Universitas Pendidikan macam UNY Hanya Akan Jadi Pencetak Orang Miskin Baru dan catatan menarik lainnya di rubrik POJOKAN

Exit mobile version