Ingat dan Camkan: Tidak Semua Buku Bekas Bisa Kamu Donasikan ke Taman Baca

buku bekas

MOJOK.COMendonasikan buku bekas adalah langkah yang baik, namun harus diingat bahwa tidak semua buku bekas bisa didonasikan. 

Melalui akun twitternya, Dicky Senda, pegiat taman baca Lakoat Kujawas di Mollo, Timor, mengungkapkan “kesedihannya” tentang donasi buku bekas yang diterima oleh taman baca yang ia kelola.

“Sebagai pengurus perpustakaan, kadang sedih ketika dapat kiriman donasi buku isinya buku diktat kuliah, fotocopian kuliah, buku komputer, pengembangan diri ala ala Mario Teguh dll, yang sampai sini lewat jalan jauh, tidak berfungsi dan cuma jadi sampah. Padahal kami minta hanya buku fiksi, buku anak.” Begitu kata Dicky.

Twit tersebut langsung mendapatkan atensi yang luas dari pengguna Twitter lain. Dugaan saya, kesedihan (atau mungkin kekesalan) yang dirasakan oleh Dicky Senda memang sudah menjadi kekesalan kolektif banyak pengurus perpustakaan atau taman baca yang lain.

“Buku komputer pun yang jadul terbitan 10-15 tahun. Buku pengembangan diri pun yang tebal-tebal tapi tidak ada isinya. Buku pelajaran anak yang kurikulumnya juga beda. Njuk aku kudu piye? Hahaha. Mending buku itu dikasih ke tukang loak, didaur ulang. Dari pada tempuh perjalanan jauh, misalnya dari Jawa ke Timor dengan ongkir super mahal tapi sampai sini cuma jadi sampah.” Lanjut Dicky.

Kejadian-kejadian seperti yang dialami oleh Dicky dan taman baca yang ia urus pada kenyataannya memang sudah sangat sering terjadi. Hal tersebut terjadi salah satunya karena pengetahuan dan pola pikir orang-orang akan praktik donasi buku bekas yang memang masih sangat minim. Orang hanya tahu tentang berdonasi buku, namun tidak paham dengan demografi penerima buku.

Ibarat menyumbang, banyak orang yang menyumbang sesuatu yang justru bikin repot yang disumbang. Ia tak ubahnya memberikan kompor minyak kepada orang yang tinggal di daerah di mana tidak ada penjual minyaknya. Sudahlah tidak bisa dipakai, masih harus memberikan kerepotan pada yang disumbang untuk melaksanakan tugas moral dengan menjaga kompor tersebut.

Orang-orang menganggap bahwa taman baca yang butuh sumbangan buku bekas adalah entitas yang diposisikan sebagai pihak yang amat sangat membutuhkan uluran tangan dan belas kasihan dari kita dalam bentuk buku bekas, sehingga, sebagai pihak yang membutuhkan, apa saja buku yang mereka dapatkan dari hasil donasi pastilah diterima dan disyukuri.

Logikanya, orang miskin yang sangat kelaparan itu, kalau diberi nasi putih saja pasti sudah sangat berterima kasih.

Pada kenyataannya, taman baca yang butuh donasi buku itu tidak bisa disamakan secara konteks dengan orang yang kelaparan.

Taman baca memang butuh donasi buku, tapi buku yang dibutuhkan tentu saja harus tetap sesuai dengan minat bacaan para pembacanya. Koleksi buku bacaan yang ada pun harus yang implementatif dan berguna bagi target pembaca.

Lha bayangkan, di masa ketika Windows 11 sudah diumumkan, masih saja ada orang menyumbangkan buku tentang “Panduan menginstall Windows 95”. Atau buku “Tips personal branding dengan Friendster” ketika Friendster itu sendiri sekarang sudah kukut sebagai media sosial.

Sudah seharusnya para penyumbang buku memerhatikan detail sederhana ini, bahwa penyortiran buku amat penting dalam proses donasi buku bekas.

Buku-buku yang akan didonasikan hendaknya memang buku yang bisa dibaca dalam periode panjang, misal buku cerita, buku dongeng, novel, kumcer, kumpulan esai, dan buku-buku sejenis. Kalaupun harus buku yang sifatnya buku terapan, juga harus dipertimbangkan apakah ilmu dalam buku terapan itu masih relevan atau tidak.

Kalau kata orang, konon katanya semua buku itu bagus, tapi bukan berarti semua buku itu baik untuk dibaca semua orang.

Buku-buku Enny Arrow itu bagus, adegan-adegan seks di dalamnya bisa dituliskan dengan sangat naratif dan sentimentil. Kurang bagus apa coba? Tapi tentu saja buku-buku seperti itu jelas tidak bisa didonasikan ke taman baca desa atau taman baca untuk anak-anak.

Benar buku diktat tentang ilmu nuklir itu bagus dan penuh dengan ilmu, namun ya tentu saja buku seperti itu tidak bisa didonasikan untuk taman baca, buku semacam itu hanya bagus kalau dikasih ke mahasiswa teknik nuklir.

Benar bahwa buku Juz Amma itu buku yang bagus, namun tentu saja buku tersebut tidak bisa didonasikan untuk perpustakaan yang dikelola oleh gereja, misalnya.

Intinya, donasi itu harus sesuai dengan kebutuhan dan demografi penerima. Bukan asal ngasih buku bekas. Ingat, taman baca itu berbeda dengan tempat loakan yang bisa menerima jenis buku apa saja asalkan masih terbuat dari kertas.


BACA JUGA Mari Berbisnis Buku Bajakan: Cara Cepat Jadi Kaya, Tanpa Risiko, dan Dipuja Banyak Orang dan artikel AGUS MULYADI lainnya. 

Exit mobile version