Hobi Arthur Irawan yang Berbahaya dan Pentingnya Mendengar Nasihat Orang Tua

King Arthur sedang jadi bahan rasan-rasan paling gurih sepanjang pekan ini. Main nggak becus, tapi selalu "starting line-up" di PSS Sleman.

Arthur Irawan Dipanggil Timnas Bukan Pengalihan Isu Liga 1 Tanpa Degradasi MOJOK.CO

Arthur Irawan Dipanggil Timnas Bukan Pengalihan Isu Liga 1 Tanpa Degradasi MOJOK.CO

MOJOK.COHobi orang kaya memang kadang berbahaya. Tidak di Squid Game, tidak di sepak bola seperti yang dilakukan Arthur Irawan.

Dalam sepekan terakhir, harus diakui Arthur Irawan membuktikan diri bahwa dirinya kini selevel dengan Nicklas Bendtner.

Bukan, bukan dalan level permainan yang sama di atas lapangan tentunya, melainkan kesamaan level pada kemampuan menarik perhatian fans sepak bola. Jika pun ada perbedaan di antara keduanya, paling cuma soal sematan gelar saja. Yang satu bergelar “Lord” yang satu bergelar “King”.

Kehadiran Arthur di kancah sepak bola nasional memang sudah memunculkan cerita-cerita minor. Saat di Persebaya pada 2018 lalu, dirinya justru kerap menjadi beban tim alih-alih berkontribusi. Pun ketika akhirnya Arthur berlabuh ke PSS Sleman.

Kehadirannya sebagai bek kiri, kerap jadi bahan ghibah yang gurih tiap kali PSS Sleman bermain. Seperti yang dilakukan oleh teman-teman di sekitar saya di Sleman. Permainan yang tanpa progres, hanya main aman dengan umpan-umpan ke belakang, dan tak jarang suka berkontribusi membuka ruang untuk lawan.


Kalaupun ada hal positif dari Arthur Irawan, barangkali hanya pada soal kemampuannya membalikkan semua kredo soal permainan sepak bola.

Bahwa dulu, sepak bola dipercaya sebagai sebuah permainan tim. Tapi Arthur Irawan kini membawa kredo baru, bahwa dalam sepak bola, permainan individu seorang pemain bisa menentukan menang-kalah tim.

Bedanya, jika Cristiano Ronaldo atau Lionel Messi bisa menentukan kemenangan timnya, sedangkan Arthur punya kemampuan juga untuk menentukan kemenangan tim, cuma tim yang dia lawan.

Meski begitu, dalam sepekan ini, banyak orang yang mencurigai “kemampuan” Arthur Irawan menjamin dirinya selalu menjadi starting line-up (ketika di saat yang bersamaan ada lebih banyak pemain yang jauh lebih baik) semakin menguat. Terutama mengingat kontribusi minornya di atas lapangan.

Bahkan belakangan, ketika kalah 1-3 lawan Persabaya, fans PSS Sleman muntab karena Arthur diplot menggantikan posisi sang kapten, Bagus Nirwanto. Hal yang bisa dibilang sebagai tindakan paling memancing air keruh sepanjang Dejan Antonic melatih klub ini.

Soal itu, isu bahwa Arthur diduga memiliki koneksi yang bisa menekan dapur taktik pelatih Dejan Antonic agar bisa selalu dimainkan makin kenceng. Meski saya sendiri, yang juga menjadi fans PSS Sleman sejak lahir ceprot, awalnya tidak mudah percaya dengan isu busuk seperti itu.

Sebagai seorang pemain profesional yang sudah malang melintang dari akademi Espanyol, Malaga, Waasland-Beveren di Belgia, sampai Lytham Town di Inggris, tidak mungkin Arthur memainkan cara-cara kotor di balik meja seperti itu.

Masalahnya, belakangan hal-hal nggilani yang ada di atas lapangan membuat dugaan-dugaan betapa berpengaruhnya Arthur ke ruang taktik Dejan Antonic makin kerasa dan tak bisa lagi ditutup-tutupi.

Meski begitu, saya bisa memahami kenapa Arthur kelihatan bermain begitu jelek dibandingkan teman-temannya. Hal yang masuk akal kalau kita melihat ini dari latar belakang Arthur main bola dibandingkan rekan-rekannya di PSS Sleman.

Pertama, Arthur adalah orang yang memang sudah sangat berkecukupan. Soal cerita mengenai seberapa kaya dan berpengaruhnya Arthur ini sudah menjadi foklor yang umum di kalangan fans PSS Sleman sejak pertama kali dia datang.

Mentalitas inilah yang membuat Arthur jadi sangat berbeda dengan beberapa pemain satu timnya. Bagi rekan-rekan Arthur di lapangan, sepak bola adalah mata pencaharian untuk menghidupi keluarganya, sedangkan bagi Arthur, sepak bola hanya sebagai hobi.

Dan, di sinilah permasalahannya bermula.

Jika dari 11 pemain, 10 pemain bermain untuk keberlangsungan karier mereka dan ada satu pemain bermain karena itu adalah hobinya, maka pantaslah kalau komentator televisi pada laga PSS Sleman versus Persebaya kemarin sampai bilang… “Arthur Irawan, lagi-lagi, menjadi titik lemah PSS Sleman pada laga malam ini.”

Kedua, “hobi berbahaya” dari Arthur ini sebenarnya sudah diwanti-wanti oleh orang tua Arthur sendiri. Arthur pernah cerita bahwa dirinya dulu dilarang orang tuanya untuk menjadi pesepakbola profesional.

“Mereka meminta saya untuk menjadi pebisnis,” kata Arthur pada 2012 saat diwawancarai Tribunnews.com. Bahkan Arthur sendiri mengaku bahwa kepergiannya ke Eropa itu, “Bukan untuk bermain sepak bola,” katanya.

Persoalannya, Arthur cukup ngotot untuk melawan balik nasihat orang tuanya kala itu. Ini mentalitas yang benar kalau kamu memang cukup bagus di bidang yang kamu geluti, tapi kalau tidak ya itu bisa jadi backfire yang berbahaya.

“Saya berjanji kepada mereka untuk membuktikan bahwa saya bisa memberikan yang terbaik dan membawa nama keluarga melalui sepak bola. Mereka pun akhirnya mengerti dan mendukung saya.”

Oke, itu wawancara tahun 2012 lalu, masa ketika Arthur Irawan masih digadang-gadang sebagai bakat terbaik Indonesia hanya karena bermain untuk Espanyol. Kenyataannya, hampir 10 tahun kemudian, semua orang kini bisa mengukur sejauh apa kualitas seorang Arthur Irawan.

Anehnya, jika benar dengan kondisi seperti sekarang Arthur masih didukung oleh keluarganya, maka akan ada banyak pertanyaan yang diajukan oleh saya dan juga fans PSS Sleman di luar sana selain, “Arthur Irawan kuwi sopooo?”

Pertanyaan-pertanyaan seperti, “Kenapa orang tuanya malah mendukung hobi berbahaya anaknya?” atau “Kenapa Arthur tidak mendengarkan nasihat orang tuanya saja?”

Sebab, permainan berbahaya Arthur ini tanpa disadarinya bisa mematikan karier sepak bola rekan-rekannya. Karena, jika toh karier Arthur mandek di PSS Sleman, orang-orang seperti dirinya masih bisa dengan enteng pindah-pindah klub karena punya “sesuatu” yang tidak dimengerti oleh orang-orang kecil.

Belum dengan peluang usaha lain sebagai seorang pebisnis. Artinya, secara peluang risiko, hobi berbahaya Arthur ini tidak berbahaya buat dia, tapi bahaya buat rekan-rekannya.

Arthur seolah tidak sadar bahwa orang-orang di dalam timnya sudah kadung memercayakan sepak bola untuk menghidupi keluarganya, jika pertaruhan ini gagal, mereka bisa kelimpungan lagi mencari kerjaan lain.

Sialnya, mereka kini malah dipaksa “mengalah” hanya karena ada orang yang ingin memainkan hobinya dengan riang gembira di atas profesi berisiko orang lain.

Sesuatu yang secara konsep, tak beda jauh dengan mentalitas seseorang yang bikin Squid Game. Sebuah hobi yang sama-sama berisiko dan sama-sama berbahaya.

Oke deh. Punya hobi memacu adrenalin kayak gitu memang nggak apa-apa, tapi hambok plis jangan terus pakainya adrenalinnya orang lain juga. Pakai punya sendiri emang kenapa?

BACA JUGA Arthur Kuwi Sopo: Bahaya Masalah Internal PSS Sleman dan tulisan Ahmad Khadafi lainnya.

Exit mobile version