Harun Masiku dan “Kenyataan” Bahwa Tempo Lebih Jago Ketimbang Negara

yasonna laoly harun masiku imigrasi pdip korupsi suap kpu pelarian imigrasi bohong pln mojok.co

yasonna laoly harun masiku imigrasi pdip korupsi suap kpu pelarian imigrasi bohong pln mojok.co

MOJOK.CONegara yang diwakili oleh Imigrasi, KPK, dan seorang Yasonna Laoly kalah jago sama jurnalis Tempo ketika ngejar jejak Harun Masiku. Kalau negara kerjanya kalah sama media, gimana kita bisa percaya?

Saya pikir Indonesia itu negara yang hebat. Punya aparat dan alat kelengkapan paling Tangguh sedunia. Nggak mungkin lah ada buronan bisa menyelinap tanpa tertangkap. Apalagi Ketua KPK sekarang Pak Polisi. Sudah ketua KPK, ditambah Pak Polisi, dibantu negara lagi. Tikus pun nggak mungkin bisa menyelinap ke “lumbung negara”.

Namun, saya sedih dibuatnya. Ternyata, Tempo lebih jago ketimbang negara. Ketimbang KPK, Imigrasi. Bahkan lebih jago ketimbang Yasonna Laoly, seorang Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. Bagaimana bisa, sekumpulan jurnalis dari Tempo, bisa lebih jago ketimbang negara terkait “misteri” Harun Masiku? Sedih nggak, sih.

Berikut kronologinya sesuai investigasi Tempo:

Satu:

Pada 14 Januari 2020, tim penindakan KPK datang ke Tower Edelweiss di Thamrin, Jakarta Pusat. Tower Edelweiss adalah tempat Harun Masiku tinggal. Tim penindakan KPK langsung naik ke kamar nomor 31 EC. Sayang, kamar itu sudah kosong. Operasi yang katanya “senyap” ini gagal.

KPK, dengan sangat yakin, menyatakan kalau Harun Masiku sudah berada di Singapura sejak 6 Januari 2020. Pernyataan itu dikemukakan atas dasar laporan data lalu lintas orang Imigrasi. Imigrasi seperti “membenarkan” pernyataan KPK. Arvin Gumilang, Kepala Bagian Humas dan Protokol Imigrasi, menegaskan kalau Harun Masiku belum kembali ke Indonesia.

Dua:

Tidak lama berselang, Yasonna Laoly juga mengamini pernyataan KPK dan Imigrasi. “Pokoknya belum ada di Indonesia,” kata Yasonna Laoly seperti dikutip oleh Tempo.

Tiga:

Tempo merespons pernyataan KPK, Imigrasi, dan Yasonna Laoly dengan melakukan investigasi. Hasilnya ditemukan kalau Harun Masiku memang minggat ke Singapura pada 6 Januari 2020. Pak Harun memesan tiga tiket Garuda Indonesia untuk penerbangan yang berbeda di hari yang sama. Ketiga tiket tersebut adalah GA 824, GA 830, GA 832. Pak Harun pakai tiket GA 832, berangkat pukul 11.30, sampai di Singapura pukul 14.20.

Nah, di Singapura, entah karena bosan atau mungkin kangen rumah, Pak Harun Masiku memutuskan pulang pada 7 Januari 2020.  Beliau pakai pesawat Batik Air ID 7156 dan Lion Air JT 155. Statusnya di pesawat adalah no show atau tidak tampak. Mungkin Pak Harun orangnya low profile dan pemalu.

FYI, Pak Harun sampai di Indonesia pada 7 Januari 2020 pada pukul 17.03. Beliau mendarat di Bandara Soekarno-Hatta. Pulangnya Pak Harun terekam kamera CCTV dan salinannya bisa didapatkan oleh Tempo. Alig!

Pak Harun tertangkap CCTV mengenakan kaus lengan panjang warna biru tua dan celana serta sepatu sport. Beliau menenteng tas laptop dan tas belanja. Ohh, mungkin Pak Harun cuma mau beli tas branded yang mihil bingit di Indonesia tapi agak miring harganya di Orchard Road, Singapura.

Empat:

Setelah mendarat di Indonesia, Pak Harun Masiku menuju apartemen Thamrin Residence. Tempo berhasil mewawancarai seorang pegawai apartemen yang melihat kedatangan Pak Harun.

Pada Rabu, 8 Januari 2020, Pak Harun keluar dari apartemen sambil membawa sebuah koper. Beliau tidak naik mobil Toyota Camri miliknya. Pak Harun naik MPV pagi itu. Rabu petang, KPK mulai “mengendus” jejak Pak Harun.

Pada Rabu itu juga, Pak Harun, dibonceng Nurhasan naik motor. Nurhasan adalah penjaga kantor Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto. Keduanya menuju Perguruan Tinggi Ilmu Polisi (PTIK). Tempo menulis kalau di PTIK diduga Pak Hasto berada. Tim penindak KPK juga memastikan kalau Pak Hasto berada di sekitar tempat tinggal petinggi intelejen.

Setelah itu, pembaca sudah tahu sendiri kalau KPK gagal menangkap Pak Harun Masiku dan Pak Hasto. Petugas KPK dihalangi sejumlah polisi.

Lima:

Kamis, 9 Januari 2020, KPK menetapkan Wahyu Setiawan, Agustiani Tio Fridelina Sitorus, Harun Masiku, dan Saeful Bahri sebagai tersangka suap. Nama Pak Hasto nggak ada tuh. “Siapa yang berani Hasto tersangka? Enggak ada, kan?” Kata salah satu pejabat KPK.

Enam:

Pada 17 Januari 2020, Ketua KPK, Pak Firli Bahuri tetap keukeuh bilang kalau Pak Harun Masiku masih di luar negeri. Apa yang dilakukan KPK selanjutnya? Mereka mencopot penyidik yang terlibat dalam operasi tangkap tangan. Yang gagal itu.

Tujuh:

Dilansir Detik, pada Rabu 22 Januari 2020, Direktur Jenderal Imigrasi, Ronny F Sompie, mengakui kalau Pak Harun Masiku sudah ada di Indonesia sejak 7 Januari 2020. Betul, kamu nggak salah baca, jauh sebelum Imigrasi mengakui hal tersebut, Tempo sudah bikin laporannya. Bahkan ketika Imigrasi mengakui keberadaan Pak Harun, Ketua KPK malah: no idea. Pie je….

Selain Imigrasi, istri Pak Harun, Hilda juga menegaskan kalau Pak Harun sudah landed di Indonesia pada 7 Januari 2020. “Tanggal 6 Januari ke Singapura, dia sempat kirim kabar. Kalau tanggal 7 Januari dia sudah balik Jakarta. Dia sempat kasih kabar jam 12 malam, katanya sudah tiba di Jakarta. Itu terakhir komunikasinya,” kata Hilda.

Gini ya pembaca. Saya itu masih meyakini kalau aparat kita kelas wahid. Bisa dong memburu tersangka suap yang nggak punya basic pelatihan militer kayak James Bond atau Ethan Hunt. Kalau Pak Harun memang secret agent seperti Bond atau special agent seperti Hunt ya maklum kalau aparat Indonesia selalu kehilangan jejak.

Lha ini cuma orang yang dulunya anggota DPR lalu cuma pergi ke Singapura aja susah betul diketahui lokasinya. Negara malah kalah sama media. Jadi, masuk akal dan tentu saja diizinkan, bukan, kalau saya hehehe sama aparat Indonesia?

BACA JUGA Dugaan Kebohongan Publik Soal Harun Masiku, Firli Bahuri: Silakan Tanya ‘Tempo’ atau tulisan lainnya dari Yamadipati Seno.

Exit mobile version