MOJOK.CO – Memelihara kucing memang persoalan yang dilematis, apalagi perkara dilema dalam memilih kucing ras atau kucing kampung.
Saya bukan tipikal orang yang sangat menyukai kucing. Bahwa ada sembilan ekor kucing yang tinggal di rumah saya, itu semata karena saya tidak membenci kucing dan selalu mengizinkan siapa pun kucing yang datang untuk menjadikan rumah saya sebagai tempat bernanung. Monggo-monggo saja. Kebetulan saya bukan orang yang melarat-melarat amat sehingga tak mampu membelikan makanan bagi kucing-kucing yang datang untuk berkumpul dan berserikat.
Hal ini sudah saya lakukan sejak dulu. Sejak saya belum menikah dan masih tinggal di kampung, saya sudah sering menampung kucing-kucing yang datang ke rumah saya, baik yang sukarela maupun kesasar.
Orang Islam yang baik kan katanya harus memuliakan tamu. Nah, kucing-kucing yang datang ke rumah saya tentu saya anggap tamu juga. Perkara beberapa dari mereka adalah jenis tamu yang kurang ajar karena kemudian nggak pamit-pamit, biarlah itu menjadi urusan dia dengan Tuhan.
Seluruh kucing yang tinggal di rumah saya adalah kucing kampung. Kucing yang, saya yakin kita semua sepakat, bahwa penampilan mereka tentu tak seimpresif kucing ras. Bulu mereka tak selentik bulu kucing-kucing persia, anggora, siam, ragdoll, dan jenis-jenis kucing “indah” lainnya.
Hal ini berbeda dengan tetangga belakang rumah saya, Prima, yang juga memelihara banyak kucing di rumahnya, namun semuanya jenis kucing ras. Dan selayaknya kucing ras, penampilan mereka lucu-lucu dan menggemaskan semuanya.
Saya jadi sering berinteraksi dengan kucing-kucing milik Prima, sebab kadang, mereka juga sering ikut makan bersama kucing-kucing kampung yang saya pelihara.
Lama-kelamaan, kok ya timbul juga niatan untuk memelihara kucing ras. Kelihatannya kok lucu, gemes, enak diajak main, dan yang pasti, kalau difoto, tentu jauh lebih Instagramable.
Sudah beberapa kali kawan saya yang punya kucing ras menawarkan anak-anak kucingnya untuk saya adopsi, namun saya selalu menolaknya.
Alasan saya satu: saya takut memelihara kucing ras karena konon perawatannya yang sangat kompleks dan repot. Harus dimandiin setiap beberapa hari sekali, makannya harus teratur, selain itu juga harus tepat jenis makanannya agar bulunya tak rontok, dan seterusnya, dan seterusnya. Kasihan kucingnya nanti. Ego estetikanya tercoreng.
Tetangga mbah saya di kampung suatu ketika juga pernah diberi dua anak kucing ras yang amat lucu. Tiap kali mampir ke rumah mbah, saya selalu menguyel-uyel kucing lucu tersebut. Namun beberapa waktu terakhir saat saya datang ke rumah mbah, kucing tersebut ternyata tumbuh dengan sangat buruk. Bulunya memprihatinkan, buluk, tidak impresif. Tentu ini hal yang wajar, sebab memang kucing tersebut diberi makanan sekedarnya oleh mbah saya. Dia tak peduli dengan makanan buat dua kucingnya itu. Yang penting dikasih makan, beres perkara.
Hal itulah yang kemudian membuat saya sampai sekarang masih terus berpikir keras dan ragu untuk memelihara kucing ras.
Namun, tiap kali melihat Prima bermain dengan kucing-kucingnya yang lucu itu, pelan-pelan, keraguan saya saya itu perlahan tertutupi oleh kemolekan dan kelucuan kucing-kucing ras itu.
Tentu ini bukan bentuk main serong dan mengkhianati kucing-kucing kampung yang sudah lebih dulu saya pelihara. Namun memang kelihatannya, godaan untuk memelihara kucing-kucing ras ini terus muncul, seiring dengan makin seringnya kucing-kucing ras milik Prima ikut mampir makan bersama kucing-kucing kampung.
Pasti akan lebih estetik kalau saya memfoto buku-buku jualan saya dengan latar belakang kucing-kucing lucu tersebut. Pasti akan lebih menggemaskan kalau foto kucing-kucing lucu saya jadikan sebagai foto untuk kebutuhan instastory. Juga tentu akan bikin pengunjung rumah saya lebih betah main di rumah saya kalau ada kucing ras yang lucu dan menggemaskan.
Ini bukan maksud saya merendahkan kucing-kucing kampung saya. Namun memang saya harus sadar, bahwa kucing-kucing kampung milik saya itu punya daya tarik pada kesederhanaan mereka, yang tidak terlalu pilih-pilih makanan, yang tidak terlalu butuh perawatan. Bukan pada penampilan fisik mereka.
Semua punya daya tarik sendiri. Kucing ras menarik karena estetika. Kucing kampung menarik karena “sederhana”.
Nah, pada titik inilah, saya tampaknya masih tetap butuh waktu yang agak lama sebelum memutuskan untuk berani memelihara kucing ras. Saya tampaknya belum siap banyak berkorban untuk bisa mendapatkan ke-esetetika-an yang mereka tawarkan.
Tapi itu sekarang. Nggak tahu kalau besok.
BACA JUGA Dari Bolt Sampai Royal Canin, Urusan Memilih Memang Tak Pernah Sederhana dan tulisan AGUS MULYADI lainnya.