Dulu Berani Tabok, Gebuk, dan Hajar, Kok Sekarang Jokowi Cuma Berani Gigit?

Dulu Berani Tabok, Gebuk, dan Hajar, Kok Sekarang Jokowi Cuma Berani Gigit?

Dulu Berani Tabok, Gebuk, dan Hajar, Kok Sekarang Jokowi Cuma Berani Gigit?

MOJOK.CODalam pidato di HUT Nasdem, Jokowi memunculkan kembali kata sakti, yakni gigit. Kata yang melengkapi tabok, gebuk, dan hajar yang juga pernah diucapkannya.

Sebagai Presiden dengan track record secara personal nggak represif-represif amat (nggak tahu deh orang-orang di sekitarnya), Jokowi memang selama ini dikenal jarang memilih kata-kata ancaman dalam pidato atau pernyataannya. Lantas, jika ada kata-kata yang memiliki kesan “menyerang” dari Jokowi, wajar kalau publik meresponsnya dengan cemas.

Ya ini sama seperti distingsi dalam diri Jokowi saja. Tak pernah begitu, tahu-tahu begitu kan ya cukup bikin kaget juga. Paling tidak, pernyataan semacam ini muncul kembali dalam perayaan HUT ke-8 Partai Nasdem pada Senin (11/11) silam, Jokowi memunculkan kata ancaman baru, yakni “gigit”.

“Jangan ada yang coba-coba menghalangi saya dalam menyelesaikan masalah yang tadi saya sampaikan. Pasti akan saya gigit dengan cara saya,” kata Jokowi ketika menyampaikan persoalan defisit neraca transaksi yang sedang dialami negara.

Tentu saja ini jadi pertanyaan. Gigit cara Jokowi itu bijimana ya? Apakah gigitan lembut penuh kasih sayang kayak gigitannya Raisa? Atau jangan-jangan lembut, hampir nggak terasa kayak gigitan nyamuk aedes aegypti, yang pelan tapi bisa membunuh? Atau jangan-jangan gigitan macam Luis Suarez? Atau malah kayak gigitannya Mike Tyson?

Satu hal yang jelas, pernyataan ini seolah melengkapi tiga kata “sakti” Jokowi sebelumnya dan juga sempat ramai. Pada 3 Juni 2017 lalu misalnya, Jokowi pernah menyampaikan kekesalan soal isu PKI. Dengan tegas, Jokowi saat itu mangatakan bahwa negara sudah tegas melarang keberadaan PKI.

“Sudah jelas. Di konstitusi kita jelas. Ada TAP MPR bahwa komunisme dilarang di negara kita Indonesia. Jadi, kalau bisa tunjukkan pada kita (kalau PKI boleh), tunjukkan pada saya, saya akan gebuk detik ini juga!” kata Jokowi galak.

Tentu saja istilah “gebuk” ini sempat ramai sekali saat itu. Terutama hal ini disampaikan satu minggu sebelum bulan Ramadan tiba. Hal yang bikin beberapa “umat” bersorak kegirangan, meski ada yang cemas karena gebukan untuk komunisme yang dimaksud ini apa? Apa orang yang belajar komunis di bangku kuliah filsafat bakal kena gebuk juga?

Hal ini wajar, Jokowi saat itu mungkin merasa perlu agresif, karena dari internal partai merasa jengkel. Maklum, pada Pilkada serentak 2017 silam, 44 kekalahan partai pengusung Jokowi di berbagai daerah terjadi karena munculnya isu Jokowi adalah komunis.

Maka pada 23 November 2018, ketika Jokowi mengunjungi Lampung Tengah, mantan Wali Kota Solo ini kembali memunculkan kata agresif yang sempat bikin heboh lini masa media sosial juga. Dan kata itu adalah “tabok”.

“Lah kok bisa diisukan Presiden Jokowi itu aktivis PKI? Apa ada PKI balita? Ya kan saya masih 4 tahun. Ini yang kadang-kadang, haduh, mau saya tabok orangnya di mana saya cari betul. Saya ini sudah 4 tahun diginin,” kata Jokowi.

“Ya Allah, sabar, sabar, tapi saya sudah bicara karena ada 6 persen yang percaya berita itu. 6 persen itu, 9 juta penduduk lebih lho. Kok bisa percaya?” kata Jokowi.

Uniknya, satu bulan kemudian orang yang menyebarkan hoaks Jokowi itu PKI—tidak hanya PKI sebenarnya, tapi juga fitnah Kristen dan Cina—malah mengakui ke publik secara terbuka.

Siapa dia?

Yaktul, La Nyalla Mattaliti. Sosok yang sekarang menjabat Ketua DPD.

“Saya datang ke beliau, saya minta maaf. Bahwa saya yang isukan Pak Jokowi PKI. Saya yang fitnah Pak Jokowi Kristen, Cina,” kata La Nyalla pada 11 Desember 2018.

Uniknya, meski Jokowi koar-koar akan menabok orang yang memfitnah dirinya. Sampai saat ini, nggak ada itu berita kalau La Nyalla Mattaliti pernah ditabok Jokowi. Kalau ada, ya sudah pasti ramai itu.

Lagian, jangankan ditabok atau dihukum karena pernah melakukan fitnah ke Jokowi, La Nyalla malah diikutsertakan menjadi tim yang mengampanyekan Jokowi pada Pilpres 2019. Setdah, air limbah Freeport dibalas air PDAM.

Hebat ya? Habis ngaku fitnah Jokowi bukannya masuk penjara, malah bisa masuk gedung DPD. Jadi ketua lagi. Keren euy.

Lalu kata agresif yang ketiga adalah kata “hajar”. Disampaikan dalam pidato “Visi Indonesia” di Bogor, Jawa Barat, pada 15 Juli 2019.

“Oleh sebab itu, yang menghambat investasi, semuanya harus dipangkas, baik perizinan yang lambat, berbelit-belit, apalagi ada punglinya! Hati-hati, ke depan saya pastikan akan saya kejar, saya kontrol, saya cek, dan saya hajar kalau diperlukan,” kata Jokowi dalam pidatonya.

Pada akhirnya telah muncul empat kata sakti. Jika tiga kata sebelumnya (gebuk, tabok, dan hajar)  adalah aktivitas yang menggunakan tangan, kali ini kata yang muncul merupakan berupa bentuk refleks membela diri.

Paling tidak Ketua TKN Jokowi, Erick Thohir menilai ucapan itu wajar belaka.

“Istilah semut, semut itu kecil, diinjek saja gigit lho, apalagi manusia? Saya rasa wajar,” kata Erick Thohir.

Oh, kalau dulu kata yang dipilih tabok, gebuk, dan hajar ini muncul dalam kesan Jokowi berada di posisi yang lebih atas, kali ini Jokowi mau “gigit” ini mengesankan kalau pihak yang dilawan itu kayak sesuatu yang ada di atas dan memang harus melakukan perlawanan sambil sembunyi-sembunyi gitu?

Jadi apakah ini artinya, Pak Jokowi sedang dalam tekanan sehingga nggak bisa nabok, gebuk, dan hajar karena pihak yang jadi “lawan” kali ini jauh lebih besar?

Hm. Hakok mencurigation sekali.

BACA JUGA Jokowi Gebuk Kuminis, Keciprat Muka Umat atau tulisan AHMAD KHADAFI lainnya.

Exit mobile version