Dukung PA 212 di Solo yang Tak Berizin dan Sempat Keceplosan Kampanye

MOJOK.CO – PA 212 mah bebas kalau mau bikin acara tanpa izin. Mau itu acara di kota orang di Solo. Kalau ada yang protes dan marah, berarti anti-Islam. Gampang to?

Luwar biyasa sekali memang Persaudaraan Alumni (PA) 212 yang memadati Jalan Slamet Riyadi di kota Solo Minggu (13/1). Datang dari berbagai daerah lalu menduduki pusat kota Solo terus menghambat kegiatan masyarakat sekitar yang sekiranya akan menikmati Car Free Day pada hari Minggu pagi.

Maaf aja ya masyarakat kota Solo. Nggak usah takut atau panik kalau acara varokah ini mengganggu kalian semua. Agenda yang dinamakan Tablig Akbar PA 212 ini merupakan upaya agar masyarakat kota Solo semakin relijius. Kalau caranya agak maksa, ya nggak apa-apa, sekali-kali lah.

Lagian PA 212 kan udah memberi tahu acara ini ke kepolisian. Walau Kepolisian sih mengklaim bahwa acara ini nggak ada izinnya, tapi kami udah ngerasa izin kok—meski cuma surat pemberitahuan. Jadi perkara Polisi nggak mengizinkan karena mengganggu masyarakat Solo ya nggak ada urusan. PA 212 mah bebas.

Kami nekat aja bikin acara meski nggak berizin. Kalau sampai aparat membubarkan kami dengan paksa ya berarti mereka anti-Islam dan anti-umat. Soalnya cuma kami yang berhak menjadi perwakilan Islam di negeri ini. Kalau ada yang menolak kami ya itu berarti mereka kaum munafik, tapir, dan tukang kolaborasi sama Wahyudi, Mamarika, dan Reemason.

Mau ngaji, mau tablig akbar kok panik, sama pengajian akbar aja kok pada takut. Memangnya kalian ini semuwa setan atau bijimana, sama kegiatan yang agamis beginian kok takut? Ya harusnya didukung dong. Ini malah beberapa masyarakat Solo malah pada protes sama acara kami karena mengganggu kegiatan hura-hura di hari minggu pagi.

Ya kalau ada pedagang-pedagang yang nggak bisa jualan, cari nafkah pada acara CFD di kota Solo ya mbok mohon nggak usah terlalu berpikir duniawi gitu. Sekali-kali berpikirlah untuk agenda umat. Ya umat yang dimaksud itu tentu umat yang mendukung agenda kami dong.

Kalian cari nafkah untuk keluarga itu ya nggak termasuk dari kepentingan kami. Paling juga cuma jualan cilok sama bubur kacang ijo, untungnya juga berapa sih? Mending modal usaha itu disedekahkan buat kami biar acara ini semakin besar.

Kalau ada yang khawatir kami bakal bikin kampanye terselubung ya mbok nggak usah paranoid begitu. PA 212 kan bebas. Berada di atas hukum dunia yang fana ini.

Bahkan sebelumnya Humas Panitia Tablig Akbar PA 212 sudah mengklaim bakal bebas dari kampanye. Acara ini murni, datang dari lubuk hati yang terdalam. Sama sekali nggak ada agenda-agenda politiknya.

Kalau kemudian Ketua Umum PA 212, Slamet Maarif keceplosan begini, “Kami tidak takut. Semakin teguhkan hati perjuangan agar 2019 ganti Presiden,” lalu massa di belakangnya pada teriak, “Prabowo.”

Ya itu kan khilav. Nggak sengaja. Keceplosan. Dikit. Gitu aja dipermasalahin sih?

Lagian, itu semua terjadi karena pihak aparat mengultimatum kami agar bubar jam 9 pagi karena CFD di Kota Solo memang berakhir pada jam segitu. Selebihnya kota Solo akan beroperasi seperti semula. Jalanan akan dibuka kembali, kendaraan bisa masuk.

Nyatanya kami juga akhirnya bubar jam 9.30 pagi kok. Dengan tertib, tidak meninggalkan kerusakan apa pun. Ini bukti bahwa semangat 212 Monas mampu diimplementasikan dengan sangat canggih. Kota Solo ibarat miniaturnya 212 Monas lah.

Lagian, Presiden aja janji berkali-kali nggak apa-apa belum bisa tepati janji, kalau kami yang melakukan kok pada senewen semua sih. Kalian ini emang suka standar ganda deh.

Apalagi kami mau bangun panggung untuk acara di tengah jalan juga dihalang-halangi sama Pemkot Solo. Ini bijimana sih maksudnya? Walau kami nggak ada izinnya bangun panggung, kan ini acara politik keagamaan? Wah, ini namanya menganggu kegiatan kampanye beribadah kami namanya.

Meski ada undang-undang dan sebagainya, ya itu kan bikinannya pemerintah yang nggak pro sama kami. Nggak pro sama perjuangan umat yang tulus ikhlas ingin memperbaiki negeri. Kalau caranya rada-rada melanggar hukum—dikit—dengan berkumpul di ruang publik secara masal tanpa izin, asal kami berlindung dalam baju agama, ya kami bebas dong nggak bisa diprotes.

Soalnya kalau kalian berani protes ke kami, kalian berurusan dengan agama kami. Dan itu bisa bikin kalian jadi calon penista agama selanjutnya. Memangnya kalian pengen masuk penjara kayak Ahok itu? Nggak mau kan? Makanya nggak usah protes, terima aja keberadaan kami ini meski mengganggu liburan CFD kalian di hari Minggu pagi yang cerah di kota Solo.

Salam dari hati yang tronjal-tronjol.

Exit mobile version